NovelToon NovelToon
Klub Film Ini Bermasalah!

Klub Film Ini Bermasalah!

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Slice of Life
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Agus S

Namaku Dika Ananto. Seorang murid SMA yang ingin sekali menciptakan film. Sebagai murid pindahan, aku berharap banyak dengan Klub Film di sekolah baru. Namun, aku tidak pernah menduganya—Klub Film ini bermasalah!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gadis di Sudut Kota

Dika menghirup napas panjang di padatnya kota Jakarta. Cahaya matahari yang datang dari timur menyinari peron stasiun. Untuk sesaat, Dika memeriksa layar ponselnya.

-----

Pukul

06:45

Senin/1/7/2052

-----

Dika merasa kalau masih ada banyak waktu untuk berangkat ke sekolah barunya. Lagipula hari ini adalah semester baru dan sekolah akan dimulai pukul delapan pagi. Karena itu, Dika berniat untuk berjalan-jalan di sekitar stasiun.

Peta wilayah Indonesia mengalami banyak perubahan selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Selain ada banyak daerah yang tenggelam karena naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global. Beberapa kota padat di Indonesia juga mengalami penurunan penduduk. Tidak lain dan tidak bukan karena pandemi yang melanda dunia pada dua puluh tahun lalu.

Dika tersenyum kecil melihat pemandangan kota Jakarta dari lantai dua di sebuah stasiun. Pada nyatanya, kota Jakarta masih menjadi kota padat seperti kata para orang tua yang masih diberikan kehidupan oleh tuhan.

Seusai berpetualang ke beberapa tempat terkenal di kota Jakarta. Dika menghembuskan napas panjang dengan bersantai pada taman yang sepi. Jarak dari taman menuju ke sekolah barunya tidak begitu jauh. Karena hal itu, Dika memutuskan untuk beristirahat sejenak.

Cahaya matahari yang perlahan naik membuat seluruh tubuh Dika terasa bugar. Dia jadi teringat dengan kebiasaannya di tempat tinggal dulunya. Dika sering kali memanfaatkan cahaya matahari pagi untuk menjaga tubuhnya tetap sehat.

"Tapi, ini bukan salahmu!" seru suara seorang gadis.

Mendengar itu, Dika langsung menoleh ke tempat datangnya suara tersebut. Sebab Dika berpikir ada pertengkaran antara pasangan kekasih di pagi hari.

Seorang gadis dengan rambut hitam pendek berdiri di atas gundukan pasir. Gadis itu mengenakan blazer berwarna biru dengan rok bercorak garis. Dengan alunan angin yang tipis, perlahan gadis itu berbalik dan memperlihatkan pipinya yang tirus.

Sambil memegang beberapa lembar kertas di tangan kanannya. Gadis itu mengucapkan dialognya dengan penuh semangat. Ketika sedang asyik dengan hal itu. Gadis itu kehilangan keseimbangan dan membuat terjatuh dari gundukan pasir. Beberapa lembar kertas yang gadis itu pegang langsung jatuh ke tanah terseret oleh embusan angin yang kecil.

Salah satu kertas itu jatuh mendekat ke arah Dika. Merasa penasaran, Dika memungut kertas tersebut dan melihat kalau itu adalah skenario film. Dengan segera, Dika menghampiri gadis yang kesusahan mengumpulkan lembaran skenario film dan mengantarkan salah satu halaman.

"Ini milikmu, 'kan?" Sapa Dika berniat untuk membuka obrolan.

"Ah, terima kasih. Ini sangat membantu," ucap gadis itu dengar cepat, "Ngomong-ngomong, aku belum pernah melihatmu di tempat ini sebelumnya. Apa suaraku mengganggumu?"

Dika menggelengkan kepala dengan cepat. Dia menjelaskan kalau dirinya baru saja tiba di kota Jakarta hari ini. Dika meminta maaf karena sejak tadi diam-diam memperhatikan gadis itu dari kejauhan.

"Kalau begitu, kamu seorang murid baru, ya?"

"Begitulah," jawab Dika dengan cepat, "Ngomong-ngomong apakah keberadaanku mengganggumu? Itu skenario film, 'kan?"

Mata gadis itu berbinar untuk sesaat seolah-olah senang ada orang yang bisa diajak berbicara, "Eh, tidak-tidak. Aku hanya sedang meluangkan waktuku. Perkenalkan, namaku Chika Jessica."

"Namaku Dika Ananto."

Chika mengajak Dika untuk duduk di kursi taman dekat gundukan taman. Dia ingin menunjukkan sesuatu pada Dika. Disana ada sebuah tas dengan air botol minum yang kemungkinan besar milik Chika.

Dika langsung bersandar pada bagian punggung kursi. Melihat pemandangan taman yang sepi dengan kemarau yang hangat. Dika teringat kalau dirinya membawa sebuah kamera di dalam tasnya. Jadi, dia langsung mengambilnya dan merekam taman yang rindang.

"Tunggu, jangan mengarahkan lensa itu ke arahku!" seru Chika.

Dengan memegang kamera Dika menolehkan lensanya ke arah Chika, "Eh, memangnya kenapa?"

Wajah Chika langsung memerah setelah disorot oleh kamera. Dika tertawa kecil melihat itu. Untuk sesaat, dia mengerti mengapa wajah Chika menjadi sangat merah. Kemudian Chika langsung menoleh ke sisi lain karena malu.

Chika mengeluh pada Dika untuk memberikan aba-aba padanya jika Dika ingin merekam sesuatu secara sembarangan. Dia langsung penasaran apakah Dika merekam momen dimana dirinya sebelum bertemu tadi.

"Tenang saja. Aku bukan pria yang seburuk itu sampai merekam orang lain tanpa izin," ucap Dika sambil memberikan kameranya pada Chika.

Chika menghembuskan napas kecil sambil memeriksa kamera milik Dika. Dia menemukan banyak rekaman milik Dika.

Kameranya yang diperiksa oleh Chika. Entah kenapa membuat Dika merasa malu. Sebab selama ini belum ada yang melihat rekaman dalam kamera Dika. Dengan segera, Dika berdiri dan berjalan menuju ayunan yang terlihat berkarat.

Dika memperhatikan ekspresi Chika yang terlihat diam dalam waktu lama. Melihat Chika dengan wajah seperti itu membuat Dika menelan ludah dan bertanya-tanya apa yang terjadi.

Tidak butuh waktu lama Chika memanggil Dika. Chika mengaku kalau dia sudah memeriksa rekaman pada kameranya dan tidak ada rekaman Dika merekam Chika secara diam-diam. Chika juga meminta maaf karena sudah menuduhnya.

Dika mengangkat kedua bahunya dengan ringan, "Tidak apa. Itu adalah hal yang normal dilakukan oleh seorang gadis jika mereka merasa terancam."

"Membicarakan tentang rekaman yang ada di kamera itu. Aku cukup terkejut kalau pengambilan gambarnya sangat bagus," puji Chika.

"Aktingmu tadi juga bagus, kok."

"Ah, tolong jangan memujiku. Aku hanya ingin meluapkan emosiku dalam kehidupanku yang tidak begitu menyenangkan," keluh Chika, "Lagipula aku juga tidak terbiasa dengan kamera. Makannya sulit bagiku untuk menjadi seorang aktris."

Dika memicingkan kedua matanya, "Kamu pasti bercanda, 'kan? Melihatmu tadi. Kamu itu layak untuk menjadi seorang aktris, loh."

"Jangan bilang, kamu selanjutnya akan memintaku untuk menjadi aktris dalam film mu?"

Dika menghembuskan napas berat. Niatnya terbaca begitu cepat. Padahal Dika belum mengucapkannya. Memang mengerikan insting seorang gadis.

"Bagaimana jika kita berangkat ke sekolah bersama?" tawar Chika sambil memperlihatkan ponselnya, "Sekarang sudah pukul setengah delapan pagi."

"Eh, seragam yang kamu kenakan itu dari SMA Penerus Bangsa, ya?" tanya Dika, "Kupikir kamu berasal dari sekolah lain. Rasanya cukup kebetulan. Maaf, ya. Aku tidak tahu sama sekali tentang sekolah baruku. Jadi, tidak bisa mengenali seragam sekolah SMA baruku rasanya cukup menyedihkan."

Chika berdiri dari kursi sambil meregangkan tubuhnya. Dia mengangkat kedua bahunya sambil tertawa kecil karena melihat Dika seperti orang yang ceroboh. Kemudian Chika berkata kalau Tuhan selalu mempunyai cara yang aneh untuk menghubungkan pertemuan setiap orang.

Dika dan Chika dengan cepat meninggalkan taman. Keduanya berjalan menuju jalan lebar yang melewati gang perumahan. Dika langsung melihat beberapa laki-laki yang memiliki seragam sama seperti dengannya.

"Apakah kamu orang kaya?" tanya Chika penasaran, "Maksudku, orang macam apa yang daftar ke sekolah barunya tapi tidak melihat brosur atau informasi apapun tentang sekolah barunya itu."

"Yah, ada banyak hal yang terjadi di masa lalu. Tapi, yang pasti. Aku langsung di daftarkan ke sekolah ini oleh kakekku tanpa persetujuanku."

"Oke, itu terdengar mengerikan."

"Dia bukan orang yang seburuk itu. Aku memang sudah bahagia di sekolah lamaku," jelas Dika, "Tapi, tidak ada salahnya untuk keluar dari zona nyaman."

"Terlihat dengan jelas dalam kamera itu," kata Chika, "Apa tujuanmu selanjutnya ke sekolah ini?"

"Benar juga," ucap Dika dengan pelan, "Mungkin aku akan menciptakan film terbaik yang pernah ada."

"Hahaha itu terdengar menyenangkan, wahai sutradara," Chika tertawa mendengar alasan Dika, "Jika kamu membutuhkan orang untuk menulis skenario. Tolong hubungi aku kapan saja. Lagipula halaman skenario yang kamu pungut tadi adalah tulisanku."

"Tentu saja. Aku pasti akan menghubungimu."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!