NovelToon NovelToon
Dalam Pelukan Cinta

Dalam Pelukan Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aili

Maya, seorang wanita muda yang cantik dan sukses dalam karier, hidup dalam hubungan yang penuh dengan kecemburuan dan rasa curiga terhadap kekasihnya, Aldo. Sifat posesif Maya menyembunyikan rahasia gelap yang siap mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1. Awal Yang Memikat

Sambil mengusap peluh di dahinya Maya memandang ke arah jendela kantornya. Jakarta selalu sibuk, penuh dengan kebisingan dan hiruk pikuk. Tapi di balik kaca ini, dia merasa tenang. Pekerjaannya sebagai manajer pemasaran di perusahaan besar memberinya kepuasan, meskipun kadang-kadang membuatnya stres.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Maya meraih ponselnya dan melihat nama Aldo di layar.

“Halo, Sayang,” sapanya dengan senyum.

“Hai, Sayang. Sudah makan siang belum?” suara Aldo terdengar hangat di ujung sana.

“Belum. Masih sibuk ini. Kamu gimana?” Maya melirik jam di dinding, menunjukkan pukul 12.30 siang.

“Aku juga baru keluar meeting. Aku mau ngajak kamu makan siang. Mau?”

Maya merenung sejenak, berpikir tentang tumpukan pekerjaan di mejanya. Tapi ajakan Aldo terlalu menggoda untuk ditolak.

“Oke, di mana kita ketemu?”

“Aku jemput kamu di kantor, lima belas menit lagi,” jawab Aldo.

Maya buru-buru merapikan mejanya dan meraih tasnya. Lima belas menit kemudian, Aldo sudah menunggunya di lobi dengan senyum lebar.

“Kamu selalu tepat waktu,” Maya tersenyum sambil berjalan menghampirinya.

“Untuk kamu, selalu,” Aldo mengedipkan mata. “Ayo, aku tahu tempat baru yang enak.”

Mereka berjalan keluar dan masuk ke dalam mobil Aldo. Di dalam mobil, mereka bercakap-cakap dengan ringan tentang pekerjaan dan rencana akhir pekan.

“Jadi, kamu punya rencana apa buat weekend ini?” tanya Aldo sambil menatap jalan.

“Belum tahu. Mungkin cuma istirahat di rumah. Kamu?” Maya membalas.

“Aku ada surprise buat kamu,” Aldo tersenyum misterius.

“Surprise? Kamu bikin penasaran, deh. Kasih tahu dong, sedikit aja,” Maya mencoba merayu.

“Nggak boleh, namanya juga surprise. Sabar ya,” Aldo tertawa.

Setelah perjalanan singkat, mereka sampai di sebuah kafe kecil yang nyaman. Keduanya duduk di sudut, menikmati suasana yang tenang.

“Tempatnya enak ya, lumayan sepi,” komentar Maya sambil melihat menu.

“Iya, aku baru tahu tempat ini dari temanku. Katanya makanannya enak,” jawab Aldo.

Mereka memesan makanan dan terus mengobrol tentang berbagai hal, dari hal-hal sepele hingga yang serius. Maya merasa nyaman berbicara dengan Aldo, dan tawa mereka mengisi ruangan.

Saat makanan tiba, mereka makan sambil terus bercanda.

“Maya, ada yang mau aku omongin,” tiba-tiba nada suara Aldo menjadi serius.

“Ada apa?” Maya menatapnya dengan cemas.

“Aku cuma mau bilang kalau aku sayang banget sama kamu. Aku tahu kita sering berdebat, tapi aku nggak pernah mau kehilangan kamu,” kata Aldo dengan tulus.

Maya terharu mendengarnya. “Aku juga sayang kamu, Aldo. Maaf kalau aku kadang terlalu cemburu.”

“Itu tandanya kamu peduli. Tapi aku janji, aku nggak akan pernah menyakiti kamu,” Aldo meraih tangan Maya dan menggenggamnya erat.

Maya tersenyum, merasakan kehangatan dalam genggaman Aldo. Mereka menikmati sisa makan siang dengan perasaan hangat dan bahagia.

Namun, di balik semua itu, Maya masih merasa ada sesuatu yang mengganjal. Sebuah pesan mencurigakan yang ia lihat di ponsel Aldo beberapa hari lalu masih menghantui pikirannya. Tapi, dia memutuskan untuk menepis rasa cemas itu, setidaknya untuk saat ini. Hari ini, dia hanya ingin menikmati kebersamaan mereka.

Setelah makan siang yang menyenangkan, Maya dan Aldo berjalan kembali ke mobil. Aldo menggenggam tangan Maya erat-erat, memberikan kenyamanan dan rasa aman yang selalu dia butuhkan.

“Terima kasih untuk makan siangnya, Sayang,” Maya tersenyum sambil membuka pintu mobil.

“Sama-sama. Aku senang kamu suka,” Aldo membalas sambil menghidupkan mesin mobil.

Dalam perjalanan kembali ke kantor, mereka kembali berbincang ringan. Namun, pikiran Maya terus berputar pada pesan mencurigakan yang dia lihat di ponsel Aldo beberapa hari lalu. Apakah benar hanya teman? Atau ada sesuatu yang disembunyikan Aldo?

“Sayang, kamu lagi mikirin apa?” tanya Aldo, menyadari perubahan raut wajah Maya.

“Oh, nggak kok. Cuma mikir tentang kerjaan,” Maya cepat-cepat menjawab, mencoba tersenyum.

“Aku tahu kamu sedang mikirin sesuatu. Kamu bisa cerita kok, apa pun itu,” Aldo menepuk tangan Maya dengan lembut.

Maya menarik napas dalam-dalam. Haruskah dia mengungkit soal pesan itu sekarang? Atau tunggu waktu yang lebih tepat?

“Aldo, beberapa hari lalu aku lihat ada pesan di ponsel kamu. Dari seseorang bernama... Nia. Siapa dia?” Maya akhirnya bertanya, suaranya terdengar ragu-ragu.

Aldo terdiam sejenak, kemudian menghela napas. “Oh, itu Nia. Dia teman lama aku. Kami cuma ngobrol soal reuni teman-teman lama. Nggak ada yang perlu dicemaskan, Sayang.”

Maya mengangguk pelan, mencoba menelan penjelasan Aldo. Tapi, keraguan masih ada di benaknya. “Oke, aku percaya sama kamu.”

“Terima kasih, Sayang. Aku nggak akan pernah menyembunyikan apa pun dari kamu,” Aldo meraih tangan Maya dan menciumnya dengan lembut.

Maya tersenyum, mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Setibanya di kantor, Aldo mengantarnya sampai lobi.

“Kita ketemu lagi nanti malam?” tanya Aldo.

“Tentu. Aku akan menunggu kamu,” jawab Maya.

Mereka berpisah dengan senyuman, meskipun Maya masih merasa ada yang tidak beres. Sepanjang sisa hari itu, Maya berusaha fokus pada pekerjaannya, tapi pikirannya terus kembali pada Aldo dan pesan mencurigakan itu. Haruskah dia mempercayai kata-kata Aldo? Atau haruskah dia mencari tahu lebih lanjut?

Maya mencoba mengalihkan pikirannya dengan tumpukan tugas di mejanya. Namun, setiap kali dia melihat ponselnya, rasa cemas itu kembali menghantui. Dia harus tahu kebenarannya, tapi dia juga tidak ingin merusak hubungan yang mereka bangun dengan susah payah.

Sore hari, ketika waktu pulang kerja tiba, Maya meraih tasnya dan berjalan keluar dari kantor. Di depan gedung, Aldo sudah menunggunya dengan senyuman yang menenangkan.

“Udah selesai kerjaannya?” tanya Aldo sambil membuka pintu mobil untuk Maya.

“Ya, akhirnya selesai juga,” jawab Maya, mencoba tersenyum.

Mereka berkendara menuju apartemen. Di sepanjang perjalanan, Aldo bercerita tentang rencana mereka untuk akhir pekan. Namun, Maya hanya setengah mendengarkan. Pikirannya masih terjebak pada keraguan dan ketidakpastian.

Setibanya di apartemen, Maya mengajak Aldo masuk. “Kamu mau kopi? Atau teh?”

“Kopi aja, kalau ada,” jawab Aldo sambil duduk di sofa.

Maya menuju dapur dan menyiapkan dua cangkir kopi. Ketika dia kembali, dia melihat Aldo memegang ponselnya dan mengetik pesan. Hatinya berdegup kencang. Siapa yang dia hubungi?

“Kopi siap,” kata Maya sambil meletakkan cangkir di meja.

“Terima kasih, Sayang. Kamu baik sekali,” Aldo tersenyum dan menyesap kopi itu.

Mereka duduk berdua di sofa, menikmati kopi sambil menonton televisi. Tapi, rasa cemas Maya semakin kuat. Dia harus tahu kebenarannya, dan hanya ada satu cara untuk memastikan.

“Sayang, boleh aku lihat ponsel kamu sebentar aja?” tanya Maya tiba-tiba.

Aldo terkejut dan menatap Maya. “Kenapa? Ada apa?”

“Aku cuma... ingin memastikan sesuatu. Tolong, Aldo,” Maya memohon.

Aldo menatap Maya dengan bingung, lalu menyerahkan ponselnya. Maya dengan cepat membuka pesan dan mencari nama Nia. Pesan-pesan itu tampak biasa, tapi ada sesuatu yang membuat Maya merasa tidak nyaman.

“Kenapa kamu nggak bilang dari awal kalau kamu sering chat sama dia?” tanya Maya, suaranya bergetar.

“Aku... aku nggak mau kamu salah paham. Kami cuma teman, Maya. Nggak ada yang lebih dari itu,” Aldo berusaha menjelaskan.

Maya menarik napas dalam-dalam. “Aku percaya sama kamu, Aldo. Tapi tolong, jangan sembunyikan apa pun dari aku lagi.”

Aldo menggenggam tangan Maya. “Aku janji, Maya.”

Mereka saling menatap, dan untuk pertama kalinya, Maya merasa sedikit lega. Tapi di hatinya, dia tahu ini belum berakhir. Rasa cemas dan curiga masih ada, dan dia harus mencari cara untuk menghadapinya.

1
Nanik Arifin
akhirnya.... setelah hujan, pelangi pun datang
Adico
lanjut
Nanik Arifin
sudah ada cctv, masih blm tertangkap, sudah ada pengawasan masih blm tertangkap juga ??
siapa sebenarnya satria ??
siapa pendukung satria??
Nanik Arifin
begitulah hidup, cobaan datang silih berganti tuk mendewasakan kita. semoga rumah tangga kalian samawa
Adico
lanjut
Nanik Arifin
gangguan psikis benar" mengerikan 🙈
Nanik Arifin
sampai kapan kalian begini terus...
klo konseling dg psikolog g mempan, coba dekat diri dg Tuhan. setiap kekhawatiran muncul, mendekatlah dg sang pencipta. semoga dg begitu pikiran kalian bisa lebih tenang. terutama tuk Maya. berawal dr Maya & kini menular ke Aldo
anggita
ceritane mbulet cemburu tok yoh🤔
anggita
like👍+☝iklan buat author novel ini. semoga banyak pembacanya.
anggita
Maya.. Aldo,,, 💐
Octavio Gonzalez
Senang baca cerita ini!
Acap Amir
Gak bisa berhenti baca ceritanya, thor kesempatan ketemu penulis kayak kamu gak banyak loh.
Divan: Terimakasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!