🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengawali
🌹VOTE🌹
AUTHOR POV
"Saya kan sudah bilang, kamu itu ga usah masak kalau saya gak nyuruh. Lihat sekarang, gosong kan semua. Masak aja ga becuh, Dasar Bodoh."
Seketika air mata Inanti jatuh, menunduk menatap jemari tangan yang bergetar.
"Ingat, area kamu itu hanya kamar itu saja, jangan sok sok-an masak atau bersih-bersih. Kerjaan kamu gak kepake sama saya."
Inanti memberanikan diri mengangkat wajah menatap manik hitam suaminya yang indah. "Maaf, Kak."
"Maaf, maaf, kamu kira maaf bisa ganti kerugian saya? Gimana kalau kebakaran?"
Tangisan Inanti semakin menjadi jadi, satu satunya cara menghentikannya dengan cara menggigit bibir bawah.
"Saya mau berangkat, kamu diem di kamar. Jangan nyentuh barang barang saya."
Dan ketika Inanti mengulurkan tangan hendak mencium tangannya, Alan mengabaikan. Kemudian disusul oleh suara pintu terbanting.
Pagi ini, Alan sang suami kembali pergi dengan penuh amarah. Suami? Entah Inanti pantas menyebutnya seperti itu atau tidak, karena kenyataannya Inanti tidak pernah diperlakukan sebagai istrinya.
Alan Praja Diwangsa, pria yang kini menjadi suaminya, suami yang tidak menginginkannya. Pernikahan ini hanyalah kesialan bagi Alan. Padahal, seharusnya Inanti yang merasa dirugikan. Inanti diperkosa oleh kakak seniornya sendiri, hamil, lalu dinikahi oleh Alan secara terpaksa.
Setelah menikah, Inanti diperlakukan layaknya sampah. Dibuang di kamar bekas pembantunya, seringkali tidak diperhatikan. Bahkan, kehamilannya yang sudah menginjak usia dua bulan ini tidak pernah dia pertanyakan. Uang saja tidak pernah dia berikan, yang mana membuat Inanti harus segera bersiap untuk bekerja.
Pagi ini Alan marah karena Inanti memasak nasi goreng gosong. Bukan kesengajaan, tapi rasa mual ini membuatnya harus berlama lama di kamar mandi. Dan jika Alan sudah memperingatkan, Inanti tidak berani menyentuh dapur lagi.
Jika Alan menyuruh istrinya masak, maka Inanti akan masak dan memakan sisa makanannya. Sayangnya, pagi ini Inanti harus sarapan dengan nasi goreng gosong.
"Berangkat, Bu?"
Kepala Inanti menengok, Mang Asep supir Alan belum berangkat. Membuat Inanti bertanya tanya.
"Kok Mang belum pergi?"
"Tuan bawa mobil sendiri, dia bilang ada acara."
"Oh iya." Inanti mengangguk angguk mengerti sambil melangkah mendekati sepeda yang tersimpan di pekarangan belakang.
"Ibu mau pergi? Mari saya antar."
"Ga usah, Mang, cuma mau ke depan kok."
"Ibu kan lagi hamil, jangan kecapean, naik sepeda nguras tenaga. Saya antar naik mobil, Bu, lagian inikan mobil ibu juga."
Sebenarnya Inanti mau, tapi Inanti yakin kalau Alan tahu dia akan marah besar. "Ga papa, Mang, sekalian olahraga."
"Baik kalau begitu, Bu, kalau ada apa apa telpon saja saya."
"Iya, Mang, siap. Jangan 'Ibu-Ibu.' mulu, Mang, panggil aja Inanti, serasa ibu-ibu saya."
Mang Asep tertawa. "Bukan begitu, Bu, Ibu kan majikan saya."
"Haha, iya deh, Mang. Saya berangkat, Assalamualikum."
"Waalaikum salam."
Kakinya mengayuh sepeda sekitar lima belas menit sebelum akhirnya sampai di tempatku bekerja. Sebagai pelayan warung makan kecil, gajinya cukup memenuhi perut Inanti sehari-hari.
🌹🌹🌹
"Inanti, hari ini kamu kerja sampai sore ya, soalnya Mba Marni sakit."
"Iya, Mbo," ucapnya pada sang pemilik warung nasi.
Sambil duduk menunggu pelanggan, mata Inanti melihat gedung kampus yang ada di sebrang jalan. Di sanalah dulu Inanti menimba ilmu, dengan percaya diri mengingat Inanti masuk ke perguruan tinggi dengan beasiswa.
Namun, entah mengapa Inanti merasa Allah belum mengizinkannya bahagia. Tiga bulan Inanti masuk kuliah, harus dikeluarkan karena membuat kesalahan. Sebenarnya yang salah di sini adalah Alan, Inanti korban yang dia perkosa, Inanti yang mendapat kerugian olehnya.
Dan berita menyebar dengan cepat, bahwa Inanti menggoda seorang senior S-2 tingkat akhir hingga Inanti hamil. Kenyataan yang benar benar terbalik, padahal mereka tahu Inanti diperkosa, tapi mereka terus saja mengatai Inanti ******. Apalagi teman temannya Alan, sindiran mereka mampu membuatnya menangis berjam jam di setiap sujud sholatku.
"Mba, ada goreng jengkol?"
"Ada, Mas."
"Bungkus ya, Mba, pake sambel sama nasi."
"Lauknya ada yang lain, Mas?"
Pria yang memakai helm itu mengangguk, menunjuk sesuatu yang ada di depan Inanti. "Tahu goreng sama tumis kangkung, Mba. Tapi saya ga mau pake tempenya, bisa?"
"Bisa, Mas, tunggu sebentar, silahkan duduk."
"Sip."
"Pake nasi, Mas?"
"Iya, Mba, yang banyak ya, porsi dua orang."
"Iya siap."
Warung nasi ini memang tidak terlalu ramai, mengingat di samping sana sini adalah caffe dan rumah makan bergengsi. Dan Mbo Maemunah mempertahankan lahannya, menolak semua tawaran pembeli tanah.
"Ini, Mas, jadi 15 ribu. Makasih."
Tidak banyak yang Inanti lakukan, kembali duduk menunggu pelanggan, bersih bersih dan melakukan apa yang disuruh Mbo Maemunah. "Inan, tolong bawa rempah rempah di rumah Ibu Lanti, ya, Mbo sudah pesan kemarin."
"Iya, Mbo, mau sekalian beli tahu tempe?"
"Masih ada, ambil aja rempahnya."
"Baik, Mbo."
Bergegas Inanti pergi kesana. Panas terik, sambil jalan kaki sungguh sempurna bagi ibu hamil sepertinya. Rumahnya tidak terlalu jauh.
Dan satu kesialan, pulang dari perumahan Bu Lanti, Inanti melihat Alan bersama teman temannya sedang makan siang di Caffe pinggir jalan. Inanti panik, hanya itu jalan Inanti kembali, sialnya lagi Alan dan teman temannya makan di bagian luar caffe.
"Ya Allah, aku harus bagaimana?"
Alan tidak tahu Inanti bekerja. Entah dia akan peduli atau tidak, tapi Inanti pasti membuatnya marah karena mempermalukannya di depan teman temannya.
"Eh, ya engga lah, emangnya gue si Alan, cewe hotel dipake."
Ketakutan Inanti berhenti saat sadar mereka membicarakannya. Di sana ada Alan, Rizki, Andria dan Delisa. Satu geng yang selalu menjadi idaman para mahasiswa lain. Delisa, wanita bermulut cabai yang selalu membuat Inanti menangis.
"Hahaha, iya, gue juga engga. Senakal nakalnya gue, gue ga pernah tuh mainin cewe hotel." Rizki menambahkan. "Lagian lo ga jijik pas nyoblos, Lan? Ternyata…. Tipe lo yang kaya gitu."
Andria tertawa. "Engga kali, Alan kan abis ditolak sama Vanesa, jadi buta ga bisa liat mana yang berkualitas."
"Udah si jangan goda dia mulu," ucap Delisa ikut menggoda. "Lo pada mau bisnis bisnis lo kandas? Udah diam, jangan goda boss kita, lagian dia emang suka sama itu cewe, cewe yang doyan keluar malam."
"Mulut lu mau pada gue bogem?"
"Wooohooo, boss kita marah. Setelah sekian lama akhirnya berkicau juga." Rizki tertawa keras. "Tapi, Lan, emang lu yakin mau punya istri kaya gitu selamanya?"
"Ya engga lah, ***, kan Alan bilang dia mau cerain tuh cewe kalau udah lahiran," ucap Delisa.
"Serius? Kapan dia bilang gitu?" Tanya Andria.
"Waktu party di klab, mau tau ga dia bilang apa?" Delisa menggoda. "Dia bilang dia tuh jijik sama Inanti, udah miskin, bau, kumal banyak kumannya lagi."
"Tapi cantik, Del, mukanya mulus bersih, kinclong." Andria membayangkan.
Delisa berdecak. "Ya mulus, soalnya digosok mulu sama om om."
Dan setiap tawa mereka, membuat air mata Inanti menetes semakin deras.
"Hahahahaha, jijik gue, emang sih buah jatuh ga jauh dari pohonnya. Gue denger bokapnya masuk penjara lagi ya? Dia maling kan?"
"Iya, gue liat di berita. Najis, Lan, ternyata mertuamu seorang penjahat. Pantas aja saham lu turun, hahahahaha…."
"Bisa pada diem ga sih lu?"
"Udah sil, Lan, jangan baper." Delisa mengerucutkan bibir. "Tapi, Lan, jawab gue yang jujur. Lu lebih benci atau jijik sama dia?"
Dan keheningan tiba tiba melanda, Inanti terdiam, napasnya terasa tercekat.
Sampai Alan menjawab, "Gue jijik sama dia, gue nyesel pernah perkosa dia."
'Ya Allah, dosa apa yang telah hamba aku ini buat sampai kau memberikan cobaan yang begitu berat? Kapan aku akan bahagia? Bagaimana nasib anaku nanti?' Batin Inanti.
Dan seseorang tanpa sengaja menyenggol bahunya, membuat Inanti berteriak dan terjatuh. Dan itu menarik perhatian teman teman Alan. Delisa berdiri dan melihat Inanti, dia tertawa, "Oow, Lan, bini lu nyusul nih!"
🌹🌹🌹
TBC...