Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Hari Ini
Praang!!
Terdengar suara pecahan kaca dari arah kelas 1 A, semua guru SD yang ada di ruang guru itu saling berpandangan.
Dari arah luar ruangan, seorang cleaning servis datang dengan tergopoh-gopoh menemui para guru yang ada di ruang itu.
"Gawat! Anak itu kembali berulah, sekarang dia melemparkan botol minum temannya hingga mengenai kaca, dan sekarang salah satu kaca jendela kelas satu pecah!" lapor cleaning servis itu.
"Kau panggil teman-teman mu untuk membereskan pecahan kaca itu!" titah Bu Dita, guru kesenian.
Cleaning servis itu segera membalikan tubuhnya, dan keluar dari ruangan itu.
Bu Dita juga keluar, hendak melihat kejadian itu.
Pak Roni, kepala sekolah SD itu, nampak menarik nafas panjang, sambil mengelus janggutnya.
"Hmm, kemana wali kelas 1A?" tanya Pak Roni.
"Bu Dinda masih ijin Pak!" sahut beberapa guru yang lain.
"Ijin? Bukankah dia tidak jadi menikah? Cuti sudah tidak berlaku lagi dong!" ujar Pak Roni.
"Yah tapi kan dia masih shock Pak, namanya juga orang baru gagal menikah!" cetus Bu Ribka, guru matematika.
Ceklek!
Tiba-tiba pintu di buka dari luar, Dinda, guru baru wali kelas satu itu masuk, semua orang yang ada di ruangan itu menatap ke arahnya.
"Nah, ini dia, Bu Dinda, kau urus murid mu yang luar biasa itu sekarang, ayo! Sebelum dia berulah lagi, sebelum para orang tua murid demo, soal kelakuan anak itu!" titah Pak Roni.
"Baik Pak!"
Tanpa banyak bertanya, Dinda bergegas keluar dari ruang itu menuju ke kelasnya.
Semua murid terlihat duduk di dalam kelas, mendengarkan ceramah Bu Dita, di depan kelas, berdiri Chika, seorang murid yang selalu di jauhi teman, karena kelakuannya yang nakal nya di atas rata-rata.
Seorang cleaning servis terlihat sedang membersihkan pecahan kaca.
Perlahan Dinda masuk ke dalam kelasnya itu, Bu Dita menoleh ke arahnya.
"Bu Dinda, kebetulan kau sudah datang, aku baru saja menegur muridmu ini, belum juga mulai belajar, sudah buat perkara!" ujar Bu Dita.
"Baik Bu, trimakasih, sekarang biar saya mengurusnya!" ucap Dinda.
Bu Dita kemudian bangkit berdiri dan bergegas meninggalkan ruang kelas itu.
Dinda menatap Chika tajam, bukan hanya sekali anak ini berbuat ulah, belum lama dia memukul kepala temannya memakai pensil, hingga kepalanya berdarah, waktu itu chika juga pernah iseng melemparkan guru olah raga spidol, hanya karena dia tidak menyukai pelajarannya.
Beberapa kali orang tua murid protes, karena ulah Chika yang di luar batas kewajaran, kalau ada murid lain yang mengganggunya, anak itu tidak segan-segan untuk memukulnya.
"Chika, tadi pagi apa yang kau lakukan? Kenapa kau melempar botol minum temanmu ke jendela, hingga kacanya pecah!? Jawab!" tanya Dinda dengan mata yang masih menatap anak itu.
Anak itu diam saja, tanpa menjawab pertanyaan Dinda.
Di bangku sudut dekat tembok, seorang murid laki-laki menangis, karena botol minumnya yang baru di lempar Chika, hingga tutupnya pecah.
"Chika nakal Bu! Hukum saja!" cetus seorang murid yang duduk di bangku belakang.
"Chika di pindahkan saja kelasnya Bu, aku tidak mau berteman dengannya!" timpal seorang anak yang lain.
"Kalian semua diam! Ibu tidak bertanya pada kalian!" sergah Dinda.
Kelas menjadi hening seketika.
"Chika, sekali lagi Ibu tanya, kenapa kau melakukan perbuatan itu?" tanya Dinda.
Anak itu tetap diam mematung di tempatnya, sebenarnya Dinda tidak sampai hati melihat anak yang baru berusia enam tahun itu, harus berdiri di depan kelas karena kesalahannya.
"Bu Dinda, Edo bilang aku tidak bisa ikut acara hari Ibu tanggal 22 Desember besok!" ujar Chika tiba-tiba.
Dinda mengerutkan keningnya, kemudian dia mendekati Chika dan memegang kedua bahu nya, sedikit membungkuk untuk mensejajari anak itu.
"Apa maksudmu Chika? Kenapa Edo bilang begitu?" tanya Dinda.
"Edo bilang aku tidak punya Ibu, jadi aku tidak bisa ikut acara hari Ibu besok!" sahut Chika.
Anak itu menunduk, seperti tidak mau menunjukan perasaan hatinya pada orang lain.
Ada yang terenyuh di sudut hati Dinda, baru saja dia batal menikah hanya karena dia tidak tau siapa ayahnya, kini di hadapannya, seorang anak marah terhadap temannya hanya karena di bilang tidak punya Ibu.
Dinda terdiam tanpa mampu untuk mengucapkan apapun pada anak ini.
"Chika, kau duduklah di tempatmu!" ucap Dinda melembut.
Anak itu pun langsung beranjak duduk di bangkunya.
"Edo, sekarang juga kau minta maaf pada Chika! Lain kali Ibu tidak mau mendengar lagi kau mengatai Chika!" titah Dinda pada anak yang menangis tadi.
Edo lalu bangkit dari duduknya dan mendekati Chika, mereka kemudian saling menjabat tangan.
****
Bel pulang sekolah berbunyi, anak-anak berhamburan ke luar kelas.
Dinda berjalan cepat menyusuri lorong sekolah, menuju ke ruang kepala sekolah, karena Pak Roni memanggilnya, terkait masalah Chika yang memecahkan kaca tadi pagi.
"Bu Dinda!" Panggil Bu Ribka dari arah belakang.
Dinda menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke arah Bu Ribka, yang kini berdiri tidak jauh dari tempatnya.
"Ada apa Bu Ribka?" tanya Dinda.
"Sudah pernah bertemu Papanya Chika belum?" tanya Bu Ribka.
"Belum Bu, aku kan belum lama mengajar di SD, memangnya kenapa ya?" tanya Dinda.
"Papanya Chika itu duda lho, masih muda, pengusaha kaya, ganteng lagi! Dengar-dengar, sekitar dua tahun lalu, Mamanya Chika meninggal, dan sampai sekarang dia masih betah menduda!" jawab Bu Ribka.
Dinda mengerutkan keningnya mendengar ucapan Bu Ribka, rekan sesama guru itu.
"Lho, lalu apa hubungannya denganku Bu?" tanya Dinda bingung.
"Yah, tidak ada hubungannya sih, hanya sekedar informasi, Dengar-dengar nih, suster yang mengasuh Chika tidak ada yang betah di rumahnya, karena kenakalannya itu, kata Bu Dita, Chika bakal terancam di keluarkan dari sekolah, karena banyak orang tua murid yang protes!" jelas Bu Ribka panjang lebar.
Bu Ribka memang suka sekali mengobrol dan bergosip, walaupun dia baik, terkadang kalau bicara dia suka keceplosan.
"Ah, Chika hanya anak kecil, baru juga kelas satu SD, sekarang aku mulai paham, apa alasan Chika menjadi nakal di sekolah, juga di rumah, dia hanya kurang kasih sayang Ibu!" ucap Dinda sambil kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang Pak Roni.
Seorang anak nampak berlari-lari ke arah Dinda dan Bu Ribka.
"Bu Dinda! Putri menangis di lobby Bu, katanya Chika merebut dan menghabiskan bekal makan siangnya!" kata seorang anak kelas satu murid Dinda itu.
"Ya Tuhan! Apalagi yang di perbuat anak itu! Belum kelar yang satu, sudah berulah yang lain!" seru Dinda nampak frustasi.
Bersambung ...
****
Hai ... Hai ... Hai
Ini Novel terbaru author ya, jangan lupa dukungan nya ya guys, dan jangan lupa juga favorit kan cerita ini.
Akan slow update karena menunggu cerita yang satu tamat.
Trimakasih ...