Dinda, wanita cantik berusia 25 tahun itu sangat menyayangi adik angkatnya yang bernama Rafly yang usianya lebih muda enam tahun darinya. Karena rasa sayangnya yang berlebihan itulah membuat Rafly malah jatuh cinta padanya. Suatu malam Rafly mendatangi kamar Dinda dan merekapun berakhir tidur bersama. Sejak saat itulah Rafly berani terang-terangan menunjukkan rasa cintanya pada Dinda, ia bahkan tak peduli kakak angkatnya itu sudah memiliki tunangan.
"Kamu harus putusin si Bara dan nikah sama aku, Dinda!" ucap Rafly.
"Aku nggak mungkin putusin Bara, aku cinta sama dia!" tolak Dinda.
"Bisa-bisanya kamu nolak aku padahal kamu lagi hamil anakku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soufflenur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dikurung
Viona yang marah langsung saja menghampiri Rafly lalu ia menampar pipinya dengan keras membuat Dinda terbelalak.
"Dasar kamu anak si*lan kamu itu benar-benar bajing*n nggak tau diri beraninya kamu deketin Dinda kakak kamu sendiri. Dasar kamu nggak punya moral nggak punya otak!" maki Viona sambil mendelik marah.
Sedangkan Rafly hanya diam saja dan menunduk tak berani membalas atau apapun itu.
"Mama udah cukup! Mama jangan cuma nyalahin Rafly tapi aku juga salah, Ma. Malahan aku di sini yang salah banget aku lebih tua dari dia tapi malah aku juga yang nggak bisa kendaliin diri aku sendiri. Jadi aku mohon sama Mama stop salahin Rafly. Aku yang sepenuhnya salah dan aku minta maaf banget," ucap Dinda sambil menghapus air matanya itu.
Viona kemudian menoleh ke arah Dinda. "Apa kamu bilang? Bahkan di saat udah ketahuan kayak gitu tapi kamu masih aja belain nih anak? Dinda kamu itu harus sadar dia itu siapa. Dia itu cuma anak si*lan nggak berguna yang mau hancurin hubungan kamu sama Bara. Dia itu udah keterlaluan, dia udah nggak bisa dibiarin lagi! Anak itu harus segera dibasmi biar nggak makin ngelunjak dan kurang ajar!"
"Sini kamu!" bentak Viona sambil menarik tangan Rafly lalu ia menyeretnya keluar dari dapur diiringi tangisan Dinda yang meminta ibunya itu untuk melepaskan Rafly.
Rafly diam saja meski tangannya terasa sakit akibat tangan Viona yang menariknya dengan kuat itu.
"Mama mau bawa Rafly ke mana, Ma? Jangan lakuin apapun ke dia, Ma. Aku yang salah dan dia nggak salah," pinta Dinda sambil mengikuti mereka berdua.
Rafly diam saja diseret oleh Viona dan ia didorong ke dalam gudang yang kosong lalu ia dikunci dari luar.
Sedangkan Dinda tampak iba dan ia kemudian menangis sedih melihat perlakuan Viona pada Rafly.
"Biarin aja dia di sini biar dia tau rasa, anak nggak punya moral dan nggak tau diri kayak gitu memang harusnya dikasih pelajaran. Harusnya anak itu bersyukur dia udah saya biayain kuliah dan dia juga di sini dikasih makan enak tempat tinggal bagus tapi malah dia ada niatan busuk ke kamu!" ujar Viona lalu ia pergi begitu saja dari gudang itu. Ia bahkan tak memperdulikan tangisan Dinda dan permintaan Dinda yang memintanya untuk memberikan kunci padanya.
Di dalam sana, terlihat Rafly yang sedih namun ia tak bisa berbuat apapun. Ia harus menerima konsekuensi yang harus ia lakukan untuk menebus kesalahannya itu. Namun di hatinya ia tak pernah merasa bersalah karena telah mencintai Dinda. Ia akan mencintai wanita itu hingga ia mati.
"Semoga aja Dinda baik-baik aja," ujar Rafly.
Malam harinya Dinda mencoba untuk membujuk Viona untuk membebaskan Rafly karena ia sangat khawatir padanya. Ini sudah malam dan pemuda itu malah sekarang belum makan di dalam sana sudah pasti kelaparan. Maka dari itulah ia pergi ke kamarnya Viona.
Viona membuka pintu dan saat ia melihat Dinda yang berdiri di depan pintu kamarnya ia menghela napas panjang.
"Mau ngapain kamu ke sini hah?" tanya Viona marah.
"Ma, aku mohon Mama keluarin Rafly dari gudang kasihan dia sekarang ini dia pasti udah kelaparan dia dari tadi kan belum makan. Aku mohon sama Mama, tolong," pinta Dinda memelas. Ia sangat berharap ibunya itu akan mengabulkan permohonannya.
Viona mendengus kesal. "Udahlah lebih baik sekarang kamu tidur, sana kamu kembali ke kamar kamu! Mama juga mau istirahat ngantuk."
"Please, Ma. Mama nggak boleh biarin Rafly kelaparan di gudang, kasihan dia, Ma." kali ini Dinda sujud di kakinya ibunya itu.
Viona yang melihat Dinda sampai seperti itu ia bukannya merasa kasihan namun justru ia semakin marah.
"Kenapa sih kamu sampai segitunya belain dia? Kamu lagi berusaha untuk belain ayah dari bayi yang kamu kandung itu? Iya kan?" tuding Viona marah.
Dinda terkejut dan ia tampak panik sekarang, ia kemudian menghapus air matanya dengan pelan.
"Kenapa Mama malah sekarang nuduh aku hamil anaknya Rafly?"
"Karena kelakuan kamu itu, Dinda. Gimana Mama nggak makin curiga sama kamu lihat kamu tadi segitu mesranya sama dia dan kamu juga muntah-muntah begitu itu pasti kalian udah tidur bareng kan? Iya kan ngaku aja kamu!" bentak Viona.
"Mama tanya sejak kapan kamu sama dia punya hubungan terlarang kayak gitu? Jawab Mama!" bentak Viona lagi sambil mendelik marah. Ia juga merasa kecewa pada Dinda sekarang.
"Aku nggak hamil, Ma. Mama cuma salah paham aja. Aku muntah karena masuk angin doang bukan hamil, Mama harus percaya sama aku," balas Dinda di tengah tangisannya itu.
"Bohong kamu! Kalau kamu emang beneran nggak hamil besok kita periksa ke dokter!"
Dinda selain panik mendengarnya, ia takut apa yang dituduhkan oleh ibunya itu memang benar adanya. Ia takut jika memang ternyata ia sedang hamil, refleks ia memegang perutnya yang masih datar itu.
Dinda pergi ke kamarnya dengan hati yang sangat hancur, ia menangis sejadi-jadinya karena kasihan pada Rafly yang masih terkunci di dalam gudang.
"Semoga Rafly baik-baik aja."
Sementara itu
Handoko yang sudah diusir oleh Bara ia pun sekarang ini sedang berada di rumah sang wanita simpanan miliknya itu. Ia berkali-kali menghela napas berat, tadi juga surat cerai sudah datang dari pihak istrinya. Sekarang ia tak tahu hidupnya akan seperti apa di masa mendatang.
"Om, jadi gimana nih tentang hubungan kita ini? Aku sekarang ini lagi hamil dan kita butuh banyak uang untuk hidup kita dan anak kita ini?" ujar perempuan pelakor itu sambil duduk di kursi di depan Handoko.
"Aku nggak tau sekarang nasib kita dan anak kita gimana. Aku aja nggak punya uang sepeserpun untuk makan aja nggak ada ini," balas Handoko sedih.
"Aduh tau gini sih aku godain anak Om aja yang ternyata uangnya banyak. Sekarang ini aku jadi ikutan miskin deh gara-gara situ yang ternyata mokondo ih nyesel deh aku! Sana kamu sekarang pergi aja dari sini aku nggak mau ada laki-laki tua nggak tau malu numpang di rumah aku ini ih najis!"
Handoko sangat sedih dan sakit hati karena setelah ia diusir oleh simpanannya itu sekarang.
"Lalu gimana sama anak kita yang ada di dalam perut kamu itu, sayang? Aku harus tanggung jawab," kata Handoko memelas. "Aku harus tinggal di sini biar kamu ada suaminya dan anak kita itu ada ayahnya."
"Eh pak tua si*lan! Aku tuh nggak hamil aku tuh bohong aja tau nggak! Mana sudi aku hamil anak kamu laki-laki tua mokondo! Sana pergi!"
Handoko pun akhirnya pergi dari rumah wanita simpanannya itu, ketika ia berjalan kaki di jalanan ada motor yang menabr*knya hingga ia tewas di tempat.