(Warning🌶️)
Amina, gadis cantik yang adopsi oleh keluar konglomerat dari sebuah panti asuhan, dan memiliki seorang Kakak angkat bernama Stevan.
Semasa mereka kecil, Stevan selalu memberi perhatian dan kasih sayang sebagai seorang Kakak, hingga dengan berjalannya waktu mereka pun tumbuh dewasa, dan kasih sayang yang diberikan oleh Stevan membuat orang-orang sekitar merasa tak nyaman.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kekecewaan Stevan.
...Beberapa saat kemudian, Amina selesai mandi dan keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk melilit tubuhnya....
"Sayang, sudah selesai mandi?" sapa Stevan lembut sambil mendekat.
"Kak... jangan mendekat, aku mohon," Amina berujar lirih, mundur selangkah sambil menundukkan kepala karena malu.
Kening Stevan berkerut bingung. "Apa maksudmu, Amina?" tanyanya.
"Ini salah, Kak. Seharusnya kita tidak melakukan itu," suara Amina bergetar hebat, sebelum akhirnya pecah dalam tangis tanpa berani menatap Stevan.
"Apa maksudmu?! Apa semalam itu tidak berarti apa-apa bagimu, Amina?!" bentak Stevan dengan nada penuh amarah.
...Bagaimana bisa Amina ingin ia melupakan malam istimewa yang telah lama dinantikannya? Apakah semua tindakan dan ungkapan cintanya semalam tidak memiliki arti sedikit pun bagi Amina?...
... Amina mendongak, air matanya mengalir tak terkendali membasahi pipinya saat menatap Stevan....
"Aku tidak mau mengecewakan Mama dan Papa, Kak!" seru Amina dengan nada putus asa bercampur amarah. Tangannya mencengkeram erat handuk yang melilit tubuhnya, menahan perih di hatinya akibat kebodohan yang telah diperbuat.
"Aku tidak peduli," jawab Stevan tegas, berbalik dengan tekad membara. "Aku akan memberitahu mereka dan menikahimu, Amina."
"Tunggu!" cegah Amina dengan suara tercekat. "Jika Kakak melakukan itu, aku akan mengakhiri hidupku sendiri."
...Stevan menghela nafas kasar, kedua tangannya terkepal erat. Ia berbalik, menatap Amina dengan mata tajam membara....
"Jadi, maumu sekarang apa?" tanyanya dengan nada geram, nafasnya memburu.
...Amina menelan ludah dengan susah payah, berusaha mengabaikan ketakutan yang mencengkeramnya melihat amarah Stevan yang jarang terlihat....
"A-aku... aku ingin kita lupakan kejadian semalam. Anggap saja itu hanya mimpi," ucap Amina lirih.
"Kau sudah gila, Amina!" Stevan semakin emosi, melangkah mendekat berdiri tegak di hadapan Amina, nafasnya naik turun karena amarah yang memuncak.
"Kakak, kumohon... jangan lakukan ini. Aku tidak ingin menghancurkan hati Mama dan Papa. Tolong... mengertilah," pinta Amina dengan suara lirih, air mata kembali membanjiri matanya saat menatap Stevan dengan tatapan penuh permohonan.
...Stevan menarik nafas dalam-dalam, berusaha keras meredam gejolak amarahnya. Perlahan, kedua tangannya terangkat, menggenggam lembut kedua bahu Amina....
"Lalu bagaimana dengan hatiku, Amina? Cintaku padamu... apakah semua ini tidak ada artinya bagimu?" tanya Stevan dengan suara serak, matanya memancarkan kesedihan yang mendalam saat membalas tatapan Amina.
Amina menggeleng lemah. "Tapi... aku tidak mencintai Kakak. Selama ini, aku hanya menganggap Kakak sebagai seorang kakak... maafkan aku," ucapnya dengan nada menyesal.
...Amarah yang sejak tadi Stevan tahan mati-matian, kini meledak bagai gunung berapi di dalam dirinya....
"Jadi, kamu lebih memilih menginjak-injak perasaanku yang tulus demi Mama dan Papa? Kamu benar-benar egois, Amina!" Stevan menghempaskan tangannya dari bahu Amina, menatapnya dengan dingin membeku.
"Maafkan aku, Kak..." bisik Amina dengan suara tercekat.
"Kakak?!" desis Stevan penuh kejutan dan kemarahan. Dengan gerakan kasar, tangannya kembali terulur, mencengkeram dan menarik handuk yang membalut tubuh Amina hingga terlepas sepenuhnya. "Seorang kakak tidak akan pernah melakukan ini!" raungnya, amarahnya membuncah tak terkendali.
"Kak! Hentikan! Aku mohon!" tangis Amina pecah, tubuhnya meringkuk berusaha melindungi diri dengan kedua tangannya.
"Aku sudah berniat baik ingin bertanggung jawab dan menikahimu dengan cinta, tapi ini balasanmu?! Kamu lebih memilih dianggap sebagai wanita murahan daripada menjadi istri sahku, Amina! Baiklah kalau begitu, tunjukkan kepatuhanmu sebagai seorang pemuas! Jika tidak, jangan salahkan aku kalau Mama dan Papa tahu kebenarannya!" bentak Stevan dengan nada terluka dan mengancam, hatinya hancur namun ia masih mencoba memberikan pilihan pada Amina.
"Tidak, Kak... jangan pernah menyentuhku lagi. Aku mohon... tinggalkan aku," desis Amina dengan nada penuh penolakan, air matanya terus mengalir.
...Stevan yang sudah diselimuti oleh amarah akibat ucapan Amina, ia segera berjongkok dan meraih tubuh polos Amina masuk kedalam gendongannya berjalan menuju ranjang....
Bruk!
...Stevan menghempaskan tubuh polos Amina dengan kasar ke atas kasur, lalu mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu sambil menatap Amina yang tengah menangis ketakutan sambil mencoba melindungi tubuh polosnya....
"Jangan menangis Amina, ini adalah pilihan mu."
...Stevan ikut naik keatas ranjang dan meraih tubuh Amina, dan olahraga panas pun kembali terjadi pagi itu juga. Stevan melakukannya tidak selembut semalam yang penuh cinta dan kasih sayang, membuat Amina kesakitan dan menjerit histeris....
"Aku membenci mu Kak!" teriak Amina diselah olahraga panas mereka.
"Itu lebih bagus," timpal Stevan memberpecat ritme dengan nafas memburu kasar.
...Jatuh jam berlalu, akhirnya olahraga panas itu pun berakhir, Stevan segera bangkit dan memungut pakaiannya yang berserakan diatas lantai, lalu memakainya kembali....
"Aku tidak akan melepaskan mu, Amina," gumam nya berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Amina yang sudah terbaring lemas diatas ranjang tanpa sehelai kain, hanya berbalut selimut.
(bersambung)
