Seorang pria membangun perusahaannya dengan tujuan mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin. Namun, semakin banyak uang yang dimilikinya, semakin tinggi kesombongannya. Pada akhirnya, kesombongannya menjadi kehancurannya. Ia dijatuhkan oleh perusahaan lain dan kehilangan segalanya.
Namun. Ia bereinkarnasi ke dunia kultivasi sebagai seorang Summoner, dengan kemampuan memanggil makhluk-makhluk luar biasa. Di dunia baru ini, ia didampingi oleh seorang Dewi yang setia di sisinya.
Sekarang, dengan segala kekuatan dan kesempatan yang dimilikinya, apa yang akan menjadi tujuannya? Apakah ia akan kembali mengejar kekayaan, mencari kedamaian, atau menebus kesalahan dari kehidupan sebelumnya?
Up suka-suka Author!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chizella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trobosan Raja Qi
Setelah terbang cukup lama, kami akhirnya mendarat di sebuah tanah lapang di dalam hutan. Udara dingin menyelimuti malam yang sunyi.
Ling’er menatapku tajam. “Apa yang kau lakukan?! Kita masih berada di dalam Hutan Roh! Jika mereka menemukan kita, kita bisa mati!”
Aku tersenyum tipis, mencoba menenangkan dirinya. “Tenang saja. Mereka sudah kubunuh.”
Ling’er memelototiku, seakan aku baru saja mengatakan sesuatu yang paling bodoh. “Ini bukan waktunya bercanda, Huang! Kau menyerang lalu kabur, bagaimana mungkin kau membunuh mereka? Bahkan seseorang di ranah Kaisar Suci pun takkan bisa membantai puluhan orang sambil melarikan diri!”
Aku mendesah lelah. “Bukankah sudah kubilang kalau aku memiliki kekuatan tersembunyi?”
Belum sempat dia membalas, 20 Prajurit Bayangan muncul dari balik kegelapan. Mereka membawa puluhan tubuh para gerombolan iblis yang kini tak bernyawa, termasuk pemimpin mereka, Lan Jiama.
“Apa-apaan ini?!” Ling’er terpana. “Makhluk apa itu?!”
Aku mengangkat bahu santai. “Ini bagian dari kekuatanku. Aku menyebut mereka Prajurit Bayangan.”
“Prajurit Bayangan?”
“Ya. Sesuai namanya, mereka ahli dalam bersembunyi dan menyerang secara diam-diam. Dengan kemampuan mereka saat ini, bahkan seorang di ranah Raja Suci pun akan kesulitan melawan pasukan mereka.”
Ling’er menatapku serius, matanya penuh kecurigaan. “Jika kau memiliki kemampuan seperti ini, kenapa kau menyembunyikannya? Dengan kekuatan itu, kau bisa saja menguasai benua jika kultivasimu sudah cukup tinggi.”
Aku tertawa kecil mendengar ucapannya. “Menguasai benua? Itu terlalu merepotkan. Aku tak suka terlibat dalam urusan orang lain. Terlalu banyak drama.”
Ling’er mengernyit. “Lalu kenapa kau menolongku? Kau bisa saja kabur sendiri, bukan?”
Aku diam sejenak, menatapnya dengan senyum jahil. “Tentu saja karena… Anuu-mu terasa sangat lembut.”
PLAK!
Sebuah tamparan keras mendarat di kepalaku.
“Aduh… kepalaku sakit… Apa kau tidak bisa lebih pelan sedikit?” keluhku sambil mengusap kepala.
“Berani-beraninya kau mengambil kesempatan dalam kesempitan!” Ling’er memelototiku dengan pipi memerah.
“Aku tidak sengaja…” balasku lirih.
“Tidak peduli! Dasar cabul!”
Aku hanya bisa menghela napas panjang, memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasan itu.
Setelah suasana mereda, aku mulai mengumpulkan Inti Jiwa dari tubuh-tubuh gerombolan iblis itu. Aku duduk bersila, bersiap untuk menyerap energi dari inti tersebut.
“Ling’er, tolong jaga aku sementara. Aku akan menyerap Inti Jiwa ini dulu.”
Dia hanya mengangguk pelan tanpa berkata apa-apa.
Setelah beberapa jam, aku membuka mataku. Tubuhku dipenuhi energi baru. Aku merasakan kekuatanku meningkat pesat, bahkan melampaui ekspektasiku.
“Luar biasa… Aku sudah mencapai ranah Raja Qi,” gumamku sambil tersenyum puas.
Ling’er, yang berdiri tidak jauh dariku, menatapku takjub. “Baru beberapa hari, dan kau sudah naik dua tingkat? Kau benar-benar monster!”
Aku tertawa kecil. “Mungkin saja.”
Dia memalingkan wajahnya, suaranya melembut. “Huang… Jika suatu hari nanti kau menjadi lebih kuat, apa kau bisa membantuku mengatasi masalahku?”
Aku menatapnya serius. “Tentu. Aku akan dengan senang hati membantumu.”
Dia terdiam sejenak, lalu berkata pelan, “Semoga kau tidak berubah pikiran saat menjadi lebih kuat…”
“Aku tidak akan berubah pikiran. Aku berjanji akan menepati kata-kataku.”
Kami saling mengaitkan kelingking, membuat janji kecil di bawah sinar bulan. Ekspresi Ling’er terlihat jauh lebih tenang. Entah kenapa, melihat wajahnya seperti itu membuat hatiku terasa hangat.
Namun di dalam pikiranku, aku mulai cemas. Ah… Yun Yun dengar tidak, ya? Kalau dia tahu soal ini, aku pasti akan diceramahi lagi…
Keesokan paginya, kami melanjutkan perjalanan keluar dari Hutan Roh. Suasana pagi yang tenang diiringi percakapan ringan di antara kami.
“Hey, Huang,” panggil Ling’er tiba-tiba.
“Ada apa?”
“Setelah menyelamatkanku, apa kau tidak ingin meminta imbalan?” tanyanya dengan nada ragu.
“Imbalan? Contohnya?”
Dia menundukkan wajah, pipinya memerah. “Mungkin… seperti aku anuu atau semacamnya…”
Aku langsung tertawa keras. “Hahaha! Ling’er! Aku tak menyangka kau bisa berpikiran seperti itu! Kukira kau gadis yang polos!”
Wajahnya memerah semakin parah. “Hmph! Aku hanya penasaran! Selama ini, setiap kali aku ditolong, orang-orang selalu punya niat tersembunyi!”
Aku menghentikan langkahku, menatapnya dengan serius. “Ling’er, jangan pikirkan hal itu. Memang benar aku punya niat tersembunyi, tapi bukan seperti yang kau bayangkan. Aku berjanji, dalam hidupku, aku tidak akan menyimpan rahasia darimu. Kau akan tahu segalanya tentangku.”
Ling’er menatapku dengan mata membulat. Kemudian, dia mengulurkan kelingkingnya. “Janji?”
Aku tersenyum dan mengaitkan kelingkingku dengannya. “Janji.”
Wajahnya kembali tenang, dan aku merasa lega melihatnya seperti itu.
Tapi di dalam hati, aku hanya bisa mengeluh, Yun Yun… semoga kau tidak dengar percakapan ini… Kalau iya, tamatlah aku.
Belum, belum, siap-siap aja kulabrak bentar lagi