Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Waktu berlalu begitu cepat. Dan dua minggu adalah waktu yang dibutuhkan Dirga untuk menghapalkan semua gerakan jurus yang ada di dalam kitab pemberian Sarwana. Setelah itu, dia keluar dari pondok dan melompat turun untuk menyegarkan pikirannya sebelum mulai berlatih.
Tidak seperti pertama kali saat dia melompat, atau lebih tepatnya di dorong Sarwana, kali ini Dirga bahkan bisa mengendalikan luncuran tubuhnya.
Tanpa dia sadari, selama dua minggu berada di dalam pondok dan rutin mengkonsumsi lumut Tundra, kualitas tulang Dirga begitu kuat. Selain itu, ruang yang berada di dalam tulang-tulangnya untuk menyimpan tenaga dalam, juga semakin lebar.
Sarwana bukan tidak ikut andil dalam membesarnya ruang penyimpanan tenaga dalam pemuda tampan itu, lumut Tundra yang diberikannya kepada Dirga selalu dia aliri dengan tenaga dalam. Selain gunanya untuk memperkuat kualitas tulang Dirga, dia juga ingin pemuda tampan itu sudah memiliki tenaga dalam sebelum mulai berlatih.
Dirga sendiri bukannya tidak menyadari perubahan besar yang ada di dalam dirinya, tapi dia belum paham tentang tenaga dalam sedikitpun, sebab memang Sarwana belum menjelaskan apapun tentang itu. Selama ini, dia menduga kemampuannya mengendalikan luncuran tubuhnya itu murni karena kualitas tulangnya yang dibentuk oleh lumut Tundra, bukan karena faktor lain.
Dengan kata lain, tanpa belajar mengendalikan tenaga dalamnya, Dirga sudah bisa melakukannya meski baru sekedar menahan agar luncuran tubuhnya tidak menghantam tanah dengan keras.
Dari atas pohon lain, Sarwana tersenyum melihat Dirga melompat turun dengan begitu ringan. Raja kera itu kagum dengan kemampuan yang diperoleh pemuda tampan itu, meski dia belum mengajarinya apapun.
Kedua bola matanya tajam mengawasi setiap hal yang dilakukan Dirga setelah turun dari pondok. Di saat pemuda tampan itu duduk bersantai di atas sebuah batu besar, dia juga tak luput mengawasinya. Bahkan senyumnya mengembang lebar, karena Dirga melompat ke atas batu setinggi 3 meter itu dengan ringan dan tanpa kesulitan sama sekali.
''Sepertinya dia mempunyai bakat yang mumpuni untuk mempelajari ilmu kanuragan'' batinnya.
Penasaran dengan hasil yang didapatkan Dirga selama dua minggu menghapalkan gerakan jurus di dalam kitab, Sarwana melesat di atas pepohonan dan kemudian melompat turun dengan ringan di samping Dirga.
Pemuda tampan itu langsung melompat ke samping saking terkejutnya dengan kedatangan Sarwana yang tiba-tiba. Umpatan dan sumpah serapah seketika keluar dari bibirnya yang merah.
"Dasar gila! Kau mau membuatku mati jantungan?"Sarwana terkekeh, lalu meletakkan pantatnya di atas batu yang diinjaknya.
"Masa calon pendekar besar mati karena terkejut?"Dirga mendengus pelan sambil beringsut mendekati raja kera penguasa jurang Panguripan tersebut.
"Kenapa kau bisa bilang begitu?" tanya Dirga penasaran.
Dia merasa ucapan itu tidak mungkin ditujukan kepadanya, jika hanya bermodal kualitas tulang yang mumpuni dan jurus yang akan dipelajarinya.
"Sebelum aku menjawabnya, ada yang ingin kutanyakan tentang hapalan yang kau lakukan. Sudah sejauh mana kau menghapalkannya?"
"Aku sudah menghapalkannya semua. Aku merasa begitu bodoh karena butuh waktu yang begitu lama untuk menghapalnya." Lirih, Dirga menjawab pertanyaan Sarwana.
Kera besar bermahkota yang terbuat dari ranting itu menutup mulut dengan telapak tangan karena saking terkejutnya. Dia tidak menduga jika Dirga bisa menghapalkan semua gerakan jurus di dalam itu hanya dalam waktu dua minggu. Padahal dia mentarget Dirga akan bisa menghapalkannya sampai tuntas sekitar 3 bulan lamanya.
"Apa kau tidak membohongiku? Benar kau sudah menghapalkannya semua?"Dirga mengangguk dengan muka tertekuk lesu.
Dia merasa gagal untuk menjadi seorang pendekar hebat seperti yang diharapkan Sarwana.
"Mungkin aku tidak berbakat menjadi seorang pendekar," ucapnya lirih.
"Bodoh? Kau tidak bodoh Dirga! Bahkan kau adalah jenius yang jarang ada di dunia persilatan," sahut Sarwana dengan tatapan mata berbinar-binar.
Dirga memandang Sarwana keheranan. Perubahan raut wajahnya menunjukkan banyaknya pertanyaan yang menggelayut di dalam pikirannya. "Apa kau ingin mengolokku, Sarwana?"
"Aku mungkin belum bercerita semua tentang jurus dalam kitab yang kau pelajari, Dirga sedikit yang perlu kau ketahui, kitab jurus Raja Naga yang kau pelajari itu adalah milik seorang pendekar besar yang dicari-cari begitu banyak pendekar." Sarwana mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
"Seperti halnya lumut Tundra, kitab Raja Naga merupakan jurus langka yang sulit dicari tandingannya. Dari 5 jurus tangan kosong dan dua jurus pedang yang ada di dalam kitab Raja Naga, ada dua jurus yang sangat sulit dipelajari, bahkan sahabatku yang mewarisi kitab itu tidak mampu untuk menyempurnakannya," lanjutnya.
Dirga diam mencerna ucapan Sarwana. Kedua alisnya yang menyatu menandakan pikirannya sedang bekerja untuk memahami maksud perkataan raja kera itu.
"Lalu apa hubungannya denganku?"Sarwana menepuk jidatnya pelan.
"Itu tandanya kau adalah calon pendekar besar, Dirga. Yang perlu kau tahu, butuh waktu minimal 3 bulan bagi seorang pendekar berbakat untuk sekedar menghapalkan gerakan jurus yang ada di dalam kitab Raja Naga. Dan kau bisa menghapalkannya hanya dalam waktu dua minggu saja."
"Seperti itu saja?" Datar dan biasa saja raut muka yang ditunjukkan Dirga.
Tidak tampak sedikitpun raut wajahnya menunjukkan kebanggaan atas pencapaiannya.
Sarwana bingung dengan respon yang ditunjukkan Dirga. Bagi pendekar maupun calon pendekar yang lain, mendapat predikat jenius adalah suatu kebanggan tersendiri. Tapi pemuda tampan di sampingnya itu bahkan tidak menunjukkan sikap yang berlebihan.
"Ada lagi, Dirga ... Apa kau tidak menyadari jika kau sudah bisa mengendalikan tenaga dalam yang ada di dalam tubuhmu?"
"Apa maksudmu, Sarwana? Sejak kapan aku memiliki tenaga dalam?"
"Aku memberimu tenaga dalam melalui lumut Tundra yang kau konsumsi setiap hari, dan yang membuatku terkejut, kau bisa mengendalikannya tanpa kau harus mempelajarinya. Apa kau tidak tahu jika aku terus mengawasimu, terutama ketika kau melompat turun dari atas pondok dan ketika melompat ke atas batu besar ini?"
Dirga menggaruk kepalanya pelan dan tetap dengan raut wajahnya yang seperti kebingungan. "Jadi itu yang namanya tenaga dalam?"
"Bukan ... tapi ilmu meringankan tubuh yang menggunakan tenaga dalam untuk mengendalikannya. Begini saja, besok aku akan mulai melatihmu, tapi tidak di sini. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat, agar tempat ini tidak rusak karena latihan yang akan kau lakukan," jawab Sarwana. Senyumnya mengembang lebar. Dia tak sabar untuk melatih Dirga dan mengetahui pencapaian berikutnya yang akan dicapai pemuda tampan itu.
Selepas pembicaraan yang mereka berdua lakukan, Sarwana kemudian pergi menuju suatu tempat untuk menyendiri. Di atas batu hitam pipih yang berada di sebuah tanah lapang, raja kera tersebut duduk bersila sambil memejamkan matanya.
"Apa mungkin dia sosok jenius yang diramalkan akan menggebrak dunia persilatan?" Hatinya diliputi berbagai pertanyaan. Dia teringat dengan ucapan seorang pertapa tua yang ditemuinya di dalam sebuah gua.
"Sarwana, pada saatnya nanti akan muncul seorang pendekar jenius yang akan membuat dunia persilatan gempar. Sebab di dalam jiwanya terdapat dua sisi sifat yang bertolak belakang, baik dan buruk. Jika sisi buruknya yang muncul, maka dia tidak segan membunuh siapapun, baik dari aliran putih, netral maupun hitam. Tidak akan ada yang bisa menghalanginya, meski kau sekalipun. Tapi sisi baiknya, dia mempunyai jiwa yang begitu luhur dan mengabdikan dirinya untuk membela orang-orang tertindas."Sarwana menelan ludahnya setelah ucapan pertapa tua itu kembali terngiang di telinganya.
Dia hanya bisa berharap jika Dirga tetap sanggup mengendalikan jiwanya untuk tidak dikuasai sisi buruknya.