NovelToon NovelToon
Keluargamu Toxic, Mas!

Keluargamu Toxic, Mas!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Herliana

Annisa jatuh cinta pada Iman, seorang montir mobil di bengkel langganan keluarganya.
Sang Papa menolak, Nisa membangkang demi cinta. Apakah kemiskinan akan membuatnya sadar? atau Nisa akan tetap cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Herliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

"Bibii..?!" panggil Tika begitu masuk ke dalam rumah Nisa.

"Bibi di kamar, Tika! Masuk sini!" Nisa balik memanggil. Tika melihat Nisa sedang merapihkan baju yang akan mereka kenakan besok. Kemeja lengan panjang dan celana panjang untuk Iman sudah digantung dalam lemari. Kemeja lengan pendek dan celana panjang untuk Deni dan Doni juga selesai dirapihkan. Tinggal digantung dalam lemari. Semua bernuansa batik.

"Baju buat Bibi, mana?" tanya Tika.

"Tuh." Nisa menunjuk kebaya brukat panjang yang ia gantung di tembok di belakang Tika berdiri.

"Baju dari rias pengantin." Nisa menjelaskan tanpa diminta.

"Bagus." ucap Tika seraya membelai kebaya itu.

"Kemejanya juga dari rias pengantin, Bi?"

"Nggak, lah. Itu Bibi beli di tanah Abang."

"Bibi ke tanah Abang?" tanya Tika tidak percaya. Bibinya yang satu ini paling malas belanja ke tanah Abang.

"Pusing. Terlalu banyak orang." begitu Nisa pernah mengatakan.

"Nggak, lah. Bibi minta tolong Mamahmu sama Wak Yanti waktu minggu kemarin mereka berniat ke sana. Kalau nggak ada yang ke sana ya, Bibi beli di pasar sini aja."

Tika mengangguk. Kalau Mamahnya dan Uwaknya yang satu itu memang senang bolak balik ke Tanah Abang. Mereka berdua memang gila belanja pakaian.

"Bibi kenapa udah nyiapin semuanya sendiri? Kenapa nggak minta bantuanku?" cicit Tika. Nisa mengelus pundak Tika.

"Bibi mau telphon Kamu tadi. Tapi Kamunya udah ke sini."

"Bibi masih perlu apa?" tanya Tika bersemangat.

"Kan pada mau nyumbang kue tuh, buat seserahan nanti? Bisa nggak, Tika yang ngatur biar mereka nggak beli kue yang sama?" Tika mengangguk.

"Siapa - siapa aja yang mau nyumbang, Bi?"

Nisa terdiam sejenak.

"Keluarga Kita, lah."

"Mamah juga?" tanya Tika. Nisa mengangguk.

"Mamah, Wak Hasby, Wak Mumu, dan Om Edi." Nisa mengangguk.

"Ditambah Bara dan Annas." tambah Nisa. Bara dan Annas anak - anak Edi yang sudah mengatakan ingin ikut menyumbang kue.

"Juga Tika dan Bang Bandi." timpal Tika.

"Kalau Kalian nggak ada, nggak usah, Sayang." Tika tersenyum mendengar ucapan Bibi kesayangannya ini.

"Kalau Tika lagi nggak ada, Tika juga nggak maksain diri kok, Bi. Tenang aja, ya."

"Tika, apa Kamu nggak kerepotan sama bayi di perut Kamu ini?" Nisa mengelus perut Tika yang sudah membukit.

"Repot apanya sih, Bi? Kan cuma pakai ini." Tika menunjuk Hpnya seraya tertawa.

Nisa merasa lega, meski Iman sama sekali tidak menggelontorkan uangnya untuk membantu Nisa. Ia sudah cukup pusing menghadapi para pemancing yang terlalu banyak menuntut menurut Nisa.

Mama Wida menyumbang banyak untuk membantu Nisa. Iman tidak tahu itu, atau tidak mau tahu. Menurutnya, uang ikan yang tidak seberapa itu sudah dapat mencukupi semunya.

Bsesok hidup baru untuk Nino akan segera terlaksana. Nisa mengundang tetangga - tetangga sekitarnya untuk ikut menghadiri acara pernikahan Nino ke rumah calon istrinya yang disebut ngebesan.

"Besok Kamu nyediain apa untuk yang pada ikut ngebesan?" tanya Yanah karena ia tidak melihat Nisa memasak apapun.

"Sudah Nisa pesen nasi kotak buat sarapan, Teh."

"Gaya amat. Kenapa nggak masak aja, sih?"

"Repot, Teh. Nisa juga udah cape banget."

"Dasar boros!" ketus Yanah. Mamah Wida yang mendengar dari dalam kamar Nisa hanya dapat mengelus dadanya.

"Duitnya juga nggak minta sama Kamu! Jadi ngapain Kamu yang repot?" gerutu mama Wida. Sebenarnya ia ingin melabrak Yanah tapi Nisa selalu memintanya untuk tidak melayani ucapan saudara - saudara Iman yang seringkali nembuat telinganya panas.

"Tolong, Ma. Nisa hidup di sini. Apa enaknya kalau Nisa nggak bisa akur sama saudara?"

"Makanya Kamu ikut Mama aja, Nisa."

"Iman nggak mau, Ma. Masa' Nisa dan Iman harus hidup terpisah?" tentu saja mama Wida tidak mau memisahkan Nisa dari suaminya.

'Kasihan Kamu, Sayang. Tapi Mamah bisa apa, Nak?' batin Wida menjerit.

***************

Tetangga - tetangga yang datang untuk menghadiri pernikahan Nino memberikan amplopnya pada Nisa.

"Kok ngasih ke Saya sih, Bu? Nanti aja di tempat besan." Nisa berusaha menolak.

"Ini buat Mamah Nino. Yang di tempat besan, itu lain lagi." begitu kata para tetangganya. Akhirnya Nisa menerima amplop - amplop itu di bawah tatapan tajam Yanah dan suaminya. Mereka langsung menegur Iman.

"Kok Nisa enak - enakan menerima amplop - amplop itu sih, Man?!" tegur Yanah penuh emosi.

"Iya! Itu 'kan jatah besannya!" timpal Ijay.

Iman yang tadinya tidak mengerti menjadi kesal.

"Benar juga. Kenapa Nisa jadi enak - enakan nerima amplop - amplop itu?"

"Saya terima nikahnya Wiwi Windari binti Ahmad Santoso dengan mas kawin seperti tersebut, tunai!"

"Sah?"

Sah Sah Sah!

Gemuruh suara mensahkan kalimat yang telah dilafalkan Nino dengan sempurna.

Mama Wida sampai menitikkan airmatanya karena terharu. Nino begitu lancar melafalkan ijab kabulnya.

Ia menggenggam tangan Nisa yang duduk di sampingnya seraya berbisik.

"Kamu sudah siap menerima Wiwi jadi anakmu, Nisa?"

Nisa mengangguk dengan setumpuk keharuan yang menyesak dalam dadanya.

"Insyaa Allah, Ma. Nisa sekarang punya anak perempuan."

Wida memeluk Nino saat akan kembali pulang ke rumahnya di Bandung.

"Kamu memang sudah jadi suami, Sayang. Tapi Mamahmu tetap menjadi tanggungjawabmu. Kamu harus tetap menjaga Mamahmu, ya?"

"Iya, Oma." Wiwi juga ikut memeluk Wida.

"Jadilah istri yang tidak membuat suamimu durhaka karena tidak memperdulikan Ibunya." Wiwi berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu mengingat pesan Wida padanya.

Amplop - amplop kembali datang pada Nisa sampai akhirnya Iman merebut amplop yang Dina, sahabat dan tetangga Nisa di rumah lama, memberikannya pada Nisa. Iman langsung memberikannya pada Mamah Wiwi yang menjadi heran karenanya.

"Itu buat Mamah dari Dina, Pah. Dia juga mau menikahkan anaknya!" bisik Nisa saat Dina sudah pulang.

"Masa' amplopnya Kamu ambil semua sih, Mah? Nggak enak sama besan Kita."

"Mereka ngasihnya ke Aku, Pah. Buat besan katanya itu lain lagi."

"Ah! Emang Kamunya aja yang serakah!" Iman hanya mengutip apa yang diucapkan Yanah padanya.

Astaghfirullaah! Dada Nira rasa tertusuk duri.

"Tapi Kita jadi nggak tau berapa isi amplop Dina, Pah. Mamah malu kalau nanti Mamah ngembaliinnya kurang dari itu." ujar Nisa setengah putus asa.

"Ya kira - kira aja. Tampang model si Dina itu bisa ngasih berapa, sih?" Iman menjebikkan bibirnya.

Banyak sepupu Nisa yang hadir atas undangan Wida. Mereka juga memberikan amplopnya pada Nisa. Tapi kali ini Iman tidak berani mengambilnya dari tangan Nisa karena salah satu sepupu Nisa mengatakan dengan lugas padanya.

"Kami cuma bisa ngasih Nisa ya, Man. Karena Mamanya yang ngundang Kami."

"Iya! Kita nggak makan juga nggak papa, kok." sepupunya yang lain menimpali.

Mereka mengatakan itu karena Nisa menolak menerima amplop yang mereka berikan.

"Kasih besan aja, Kak."

"Ini buat Kamu, Dek. Masa' dikasihin ke besanmu, sih?"

"Tapi yang menyiapkan semua makanan ini ' kan, besan Aku, Kak."

Iman tidak berani mengatakan apa - apa. Tapi ia tetap menganggap Nisa telah mengambil hak orang lain, itu yang ditekankan oleh Yanah dan suaminya.

"Nisa dapat duit banyak, sedangkan Aku?" Iman jadi semakin julid saat berbicara pada dirinya sendiri.

**********---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!