Alysa seorang gadis muda, cantik serta penuh talenta yang kini tengah menempuh studynya di bangku kuliah. Namun, selama dua semester ia memutuskan untuk cuti, demi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang tengah bangkrut.
Dalam perjalananya, Alysa harus mendapatkan uang sebanyak 300 juta dalam semalam untuk biaya operasi jantung orang tuanya. Dalam keadaan mendesak, Alysa memutuskan menjadi wanita panggilan. Mengikuti saran sahabatnya, Tika.
Sialnya, pelanggan pertamanya adalah dosen ia sendiri. Hal itu membuat Alysa malu, kesal sekaligus bingung bagaimana harus melayani sang Dosen. Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya? serta bagaimana hubungan Alysa dengan kekasihnya, Rian. Akankah setelah mengetahui fakta sebenarnya ia akan tetap bersama Alysa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon By.dyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu baik-baik saja?
Hari senin sudah didepan mata, kembali Alysa melakukan aktivitas kesehariannya. Minggu ini ia tidak mendapat jadwal freelance sebagai Assisten make-up, maka dengan begitu satu minggu ini ia bisa menggunakan waktu untuk live. Sedangkan, malamnya ia gunakan untuk siaran radio.
"Saa, tolong yah lebih semangat lagi live nya, soalnya target kita minggu kemarin ga masuk. Jadi, minggu sekarang harus abis." kata Tia, orang yang juga bekerja di toko yang sama dengannya.
"Oh, gitu ya. Aku usahain ya." sahut Alysa.
Sebelum Alysa memulai pekerjaan, ia menarik nafas dalam terlebih dahulu, mengeluarkannya secara perlahan. Hal itu ia lakukan berulang kali. Pekerjaannya memang bukan hal yang terhitung pekerjaan berat, Tapi, pekerjaannya saat ini begitu banyak tekanan dari atasan.
Setiap hari, pasti selalu ada permintaan yang masuk yang harus Alysa lakukan sebagai pegawai. Kondisi yang sangat tidak membuat Alysa nyaman. Ia terlahir dengan semua hal serba ada serta semua hal disiapkan, ia yang suka memerintah, bukan diperintah. Jadi, saat masa-masa sekarang ini ia merasakan sulitnya mencari uang, ia sadar bagaimana tidak nyamannya hidup dibawah telunjuk seseorang.
Awal mula Alysa bekerja, untuk melepaskan malu dan rasa gengsinya memanglah sangat sulit, beberapa kali bahkan sampai hari ini ia masih denial kalau ia berada di posisi terpuruk hari ini. Kalau bukan karna semangatnya, melihat keluarganya untuk bertahan hidup, Alysa sudah putuskan untuk gantung diri saja, Tapi, beruntung hal itu tidak ia lakukan. Alysa masih memiliki dua malaikat yang mendukung dibelakangnya.
Semoga saja, kewarasannya selalu ada dipikirannya, termasuk kewarasan dalam menghadapi dosen cabulnya. Tiba-tiba Alysa memikir Reyhan. Akhir-akhir ini laki-laki itu sering mengusik kehidupannya. Alysa tahu ia masih memiliki hutang janji padanya, ia sadar hal itu. Tapi, ia juga lebih sadar kalau ia tidak mampu melakukan hal itu.
Alysa tidak bermaksud menipu Reyhan, sama sekali tidak demikian. Waktu itu, keputusan dibuat cepat dan sangat penuh ketergesaan tanpa memikirkan resiko apapun. Untungnya, dalam perjalanannya Alysa sadar, pun dengan hatinya mengatakan bahwa apa yang ia lakukan adalah salah besar.
Nasi sudah menjadi bubur, Reyhan sudah percaya ia adalah perempuan panggilan, sekeras apapun Alysa memprotes penilaian Reyhan pada dirinya, Reyhan lebih percaya fakta dilapangan. Alysa sudah berada ditepat dan siap melayaninya.
Alysa tidak bisa menyalahkan pandangan Reyhan, ia memang tidak mengetahui banyak soal dirinya. Namun, tetap saja, Alysa tidak dapat penerima bagaimana Reyhan tengah memandangnya sebelah mata.
Kini, Alysa harus menanggung resiko apa yang sudah ia lakukan. Sebab dari keputusannya, sekarang berimbas ke dalam kehidupan pribadinya yang mulai terusik.
"Saa, ayo mulai." titah Tia menyadarkan Alysa.
Alysa cepat menekan tombol live, ia memulai menjajakan barang yang ia pegang secara online, yang semoga saja hari ini dapat memenuhi target.
...****...
Waktu mulai menjelang sore, lembayung senja mulai merangkak pergi ke peraduannya. Indah sekali, dari bilik kaca besar kantornya ia bisa melihat orang dibawah sana tengah berlalu lalang dengan banyak kesibukannya.
"Sibuk," Monolog Alysa.
"Saa." panggil Tia.
"Yaa mba, kenapa?"
"Tadi Bu Tiwi telpon aku, kita masih kurang banget dari target. Kalau besok masih belum sampai target, kayanya terpaksa kamu harus kena phk, Saa." ucap Tia.
"Tapi, mba. Aku udah usaha banget tadi, mba liat sendiri, kan? Aku harus gimana lagi? Ini bukan karna aku kurang bagus dalam bekerja. Tapi, memang orangnya kurang minat belanja kalau di akhir bulan, mba." terang Alysa.
"Iya, mba tau. Tapi, balik lagi, kita siapa? Kita cuma kerja, yang berhak nilai itu mereka yang kasih kita gaji. Bukan kita," sela Tia, sambil berlalu pergi.
...*****...
Sekitar Jam sepuluh malam, Alysa baru keluar dari studio. Ia menunggu hujan mereda untuk sedikit berjalan kedepan menunggu angkot yang lewat. Belum sempat itu dilakukan, sebuah mobil hitam mewah terpakir di halaman studio.
Alysa tersenyum kecil, matanya berbinar senang kala melihat siapa yang datang. Rian turun dari mobil dengan payung ditangannya. "Ayo pulang." kata Rian.
Bukannya menyambut tangan Rian. Justru, sebuah pelukan lebih dulu mendarat di pelukan Rian. " Sayang, Kamu jemput aku." tutur Alysa senang.
"Iya, ayo cepet pulang." Rian menurunkan pelukan Alysa, kemudian segera membawa tangan Alysa untuk ikut dengannya menuju mobil.
Di dalam mobil, mata Alysa tidak hentinya menatap Rian. Ia begitu sangat merindukan kekasihnya itu, dan perlakukannya malam ini semakin membuat Alysa jatuh cinta atas perhatiannya. Jadi, bagaimana mungkin Alysa memutuskan Rian.
"Sayang, makasih yah." kata Alysa.
"Sama-sama. Besok-besok kalau pulang malam kabarin mamah, dia sampe telpon dan nyuruh aku jemput kamu." kata Rian berhasil membuat senyum Alysa luntur.
"Jadi?" cetus Alysa.
"Jadi apa?" sahut Rian.
"Mamah telpon kamu. Jadi, kamu kesini karna disuruh mamah?" tanya Alysa.
"Iyalah, menurut kamu aku tahu dari siapa kalau bukan dari tante Yuni." Detik itu juga dada Alysa sesak, matanya perih, ia ingin menangis saat itu juga. Tapi, suara deruman mobil Rian lebih dulu menyadarkan Alysa.
"Jangan minta dikasihani Alysa. Jangan drama. Rian gak suka hal itu. Jangan membuat Rian semakin membenci kamu." tutur Alys dalam hati.
Selama perjalanan Alysa terus menatap keluar jendela mobil. Rian fokus mengemudi. Diantara Alysa dan Rian tidak ada yang berniat membuka suara, keheningan di dalam mobil mendominasi.
"Kita makan dulu ya, aku laper." kata Rian.
"Boleh."
Perasaan Alysa kini berada diambang penuh ragu. Seutuhnya ia serahkan hatinya pada Rian. Sedangkan Rian, sikapnya saja sudah membuat Alysa sadar, ia harusnya menjauh mundur. Namun, Alysa tidak ingin hal itu terjadi.
"Ayo turun." Alysa sudah tidak mempermasalahkan lagi soal Rian yang tidak lagi membukakan pintu mobil untuknya. "Kamu mau makan apa?" tanya Rian.
"Aku gimana kamu aja." sahut Rian.
"Tumben ga ribet," cetus Rian, membuat mata Alysa melirik tidak suka.
"Aku cape." sahut Alysa jujur.
Rian mengangguk, ia membawa Alysa pada sebuah restorant cepat saji Ala Jepang. Makanan favorit Rian pribadi. Laki-laki yang ada di depan Alysa kini benar-benar sudah asing. Bertemu lagi bukan membuat Rian senang, justru semakin membuat Alysa tahu lebih banyak kalau Rian memang mulai menjaga jarak dengannya.
"Aku ke toilet dulu." pamit Alysa.
"Bisa sendiri, kan?" tanya Rian.
Alysa hanya mengangguk kecil. Kaki kecilnya mendorong ia cepat-cepat ingin menuju toilet. Sejak dalam perjalanan ia sudah merasa sesak. Alysa ingin menenangkan diri.
Belum keinginannya tercapai, sebuah suara bariton kembali ia dengar. Bukan suara Rian, tapi orang lain, suara dari Dosen cabulnya.
"Kamu baik-baik aja?"