Embun tak pernah menyangka bahwa kejutan makan malam romantis yang dipersembahkan oleh sang suami di malam pertama pernikahan, akan menjadi kejutan paling menyakitkan sepanjang hidupnya.
Di restoran mewah nan romantis itu, Aby mengutarakan keinginannya untuk bercerai sekaligus mengenalkan kekasih lamanya.
"Aku terpaksa menerima permintaan ayah menggantikan Kak Galang menikahi kamu demi menjaga nama baik keluarga." -Aby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Posesif dan Kekanakan
Pintu kaca itu terbuka dan memunculkan seorang pria berjas putih. Aby, Embun, dan bunda segera bangkit menghampiri sang dokter.
"Bagaimana keadaan ayah saya, Dokter?" tanya Aby dengan tidak sabarnya.
Pria berjas putih yang tampak sangat ramah itu tersenyum. "Tekanan darah pasien cukup tinggi. Tapi syukurlah kondisinya sudah stabil. Sebentar lagi pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan."
Baik Embun, Aby, dan bunda baru dapat bernapas lega setelah mendengar penjelasan dokter. Kekhawatiran yang sempat memenuhi hati masing-masing sedikit berkurang.
Bunda menyeka air mata yang membasahi pipinya.
"Terima kasih, Dok."
"Sama-sama, Bu," balasnya. "Oh ya, karena pasien memiliki riwayat jantung, sebaiknya emosinya dijaga agar tetap stabil. Kalau bisa jauhkan dari hal-hal yang bisa membuat stres berlebihan."
"Baik, Dok," jawab bunda.
Mendengar pesan dokter, Aby dan Embun saling pandang. Keduanya terlihat bingung.
***
Suasana sudah lebih tenang sekarang. Ayah sudah dipindahkan ke dalam ruang perawatan. Embun, Aby dan bunda masih setia menemani.
Aby pun mendekati sang bunda yang duduk di sisi ayah.
"Bunda sama Embun pulang aja, ya. Biar aku yang jaga ayah di sini," ucap Aby, setelah melihat raut wajah letih bundanya. "Besok Bunda bisa jaga ayah di sini seharian. Jadi malam ini harus istirahat."
"Kamu tidak apa-apa jaga ayah sendirian?"
"Nggak apa-apa, Bunda."
Bunda tak banyak bicara lagi. Ia mengangguk setuju. Mereka memang harus bergantian menjaga, karena Embun dan Aby memiliki kesibukan masing-masing.
"Embun, ayo kita pulang. Biar Aby yang jaga ayah di sini."
Embun melirik sang bunda. "Aku mau di sini aja, Bunda. Biar Bunda aja yang pulang istirahat."
"Kamu tidak capek, Nak? Besok kamu tidak ada kuliah?" tanya bunda hendak memastikan.
"Ada, tapi nggak apa-apa, Bunda." Embun memulas senyum demi meyakinkan wanita paruh baya itu. "Bunda pulang istirahat, ya. Biar aku sama Mas Aby yang jaga ayah di sini."
"Ya sudah. Makasih ya, Sayang."
Setelah kepulangan bunda, Aby dan Embun tinggal berdua menjaga. Aby keluar sebentar mencari udara segar. Masalah yang terjadi dalam keluarganya belakangan ini turut membuatnya stres.
"Aku mau bicara!" Embun tiba-tiba berdiri tepat di hadapan Aby. Pria itu lantas menggeser posisi duduknya agar Embun dapat duduk di sebelahnya.
"Ada apa, Embun?" jawab Aby dengan tatapan mengarah ke lantai.
Embun terdiam sejenak. Menarik napas dalam-dalam demi menguatkan hatinya.
"Aku akan menunda niatku untuk menggugat cerai," ucapnya, membuat Aby menoleh untuk menatap sang istri.
"Kamu yakin?"
Embun mengangguk.
"Ini semua hanya demi ayah dan bunda. Aku nggak mau mereka kepikiran."
"Makasih untuk pengertian kamu, Embun."
"Tapi, setelah kondisi ayah membaik, aku akan tetap melanjutkan niatku untuk memasukkan gugatan ke pengadilan agama."
Aby terdiam. Tak tahu harus berbuat apa sekarang.
.
.
.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam ketika Aby kembali ke dalam ruangan. Embun tampak sudah terbaring di sebuah sofabed yang terdapat di sebelah ranjang pasien.
Aby mendekat dan menatap istrinya. Wajah Embun yang begitu teduh seolah tak ada beban, membuat Aby betah berlama-lama memandangnya.
Embun yang terbaring dengan tangan terlipat di depan dada, membuat Aby berinisiatif membuka jaket yang ia kenakan. Lalu membalut tubuh istrinya demi melindungi dari dinginnya udara malam.
Sofabed itu sebenarnya cukup untuk memuat dua orang. Namun, Aby memilih berbaring beralaskan lantai yang dingin. Padahal, Embun masih menyisakan tempat yang cukup untuknya berbaring.
Baru saja matanya akan terpejam, sudah mendengar vibrasi dari ponsel miliknya. Dalam keadaan menahan kantuk, Aby meraih ponsel dan menjawab panggilan.
"Iya ...," ucap Aby dengan suara serak.
"Sayang ... jemput aku sekarang, ya." Permintaan frontal itu membuat Aby membuka mata perlahan.
"Jemput? Memang kamu di mana?" tanya Aby sambil melirik arlojinya.
"Aku di kafe teman. Jemput aku ya, Sayang. Sekarang!"
"Kamu ngapain sih malam-malam keluar rumah? Kamu itu perempuan, Van," ujar Aby kesal. "Memang tadi kamu ke sana sama siapa?"
"Sama teman."
Aby mendengkus kesal. "Ya udah kamu pulang aja sama teman kamu itu."
Tanpa menunggu, Aby memutus panggilan. Meletakkan ponsel ke lantai dan berbaring telungkup. Ia bahkan tak peduli walau ponsel terus bergetar tanda panggilan masuk, disusul deringan pesan masuk bertubi-tubi.
Namun, Aby tiada peduli dan malah menonaktifkan ponsel. Ia mulai merasa bosan dengan sikap Vania yang manja dan posesif berlebihan.
... ........
benar knp hrs nunggu 6 bln klo hrs cerai lebih baik skrng sama saja mlh buang2 wkt dan energi, bersyukur Embun ga oon🤭