Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 10
"Lalu, bagaimana dengan proyek Tower Graha Citra pak?", tanya Irwan pada Hermawan dengan wajah yang terlihat sangat khawatir.
"Tower Graha Citra, Supermarket, Hotel di Bogor, Rumah Sakit di Bekasi, bahkan restoran dan resort yang sudah di tangan kita, kini juga sepertinya akan lepas. Tak ada yang tersisa Wan", Hermawan menghela nafas kasar.
Pikirannya kalut, bagaimana mungkin dalam semalam beberapa proyek besar yang sudah hampir pasti mereka dapatkan tiba-tiba diputus sepihak oleh klien.
"Aku sebenarnya tidak mau berspekulasi. Tapi sepertinya ada pihak yang menyabotase perusahaan kita Wan. Entah apa alasannya. Tapi kalau sampai begini kejadiannya, aku khawatir kalau-kalau aku telah membuat seseorang yang berkuasa menjadi murka. Tapi, siapa? Apa? Aku benar-benar tidak tahu apa kesalahan yang telah kulakukan", Hermawan meringis sambil memegang kepalanya.
Irwan menjadi iba melihatnya. Di sisi lain dia juga tidak bisa menampik kemungkinan yang diucapkan oleh Hermawan.
Tapi dia tahu betul kalau atasannya itu orang yang sangat hati-hati serta selalu menjaga nama baik dan integritasnya. Apa mungkin ada alasan lain? Bagaimana kalau ini adalah masalah persaingan bisnis yang tidak sehat, dan perusahaan ini telah menjadi korbannya.
Irwan melangkah gontai menuju lobi, di sana masih ada Arya dan kini juga Zaki yang terlihat sama-sama memasang wajah kesal.
"Maaf ya, kalian jadi lama nunggunya", Irwan merasa tak enak karena menyangka kedua pemuda itu kesal karena menunggunya.
Mereka sedikit kaget, kemudian tersenyum canggung.
"Eh, Bang Irwan. Gak kok bang, gak papa", Arya sedikit salah tingkah.
"Gak papa tapi kok kayaknya kalian kesel gitu mukanya"
"Ini gara-gara Arya Bang, kebanyakan gaya"
"Maksud lo apa? Lo kan yang pertama mojokin gue"
"Udah, stop. Kalian ini kenapa jadi berantem hah? Lupa kalau kalian itu sebenarnya paling saling peduli? Bikin ngiri orang yang gak punya sahabat sedekat kalian?", Irwan coba melerai.
Arya dan Zaki pun tersadar lalu terdiam, dalam hati membenarkan perkataan Irwan.
"Jom, berangkat. Tapi, kita sarapan dulu. Betul gak Zak?", Irwan tersenyum ke arah Zaki.
"Betul, betul, betul", sahut Zaki sumringah.
Dan akhirnya mereka bertiga tertawa lepas, mencoba melupakan sejenak kekhawatiran dalam hati masing-masing.
**********
Di sebuah apartemen mewah di negara tetangga, seorang pria paruh baya tengah duduk berhadap-hadapan dengan dua orang yang dari gesturenya terlihat seperti bawahannya.
"Apa kalian sudah menemukan laki-laki itu?", suaranya terdengar berat mengintimidasi.
"Sudah pak, dan sudah kami kembalikan ke Indonesia", jawab salah satunya.
Pria itu mengerutkan dahinya.
"Ehm.. kami juga sudah peringatkan dia untuk tidak bicara apapun tentang nona Mita, kalau tidak ingin terjadi apa-apa padanya dan orang tuanya"
Pria itupun kemudian mengangguk-angguk seraya tersenyum geli.
"Lalu, masalah pernikahannya bagaimana pak?"
Pria tua itu hanya menghela nafas. Pusing dengan kelakuan puteri semata wayangnya. Setelah gagal menikah dengan anak kenalannya, dia mencoba mencarikan pengganti seorang lelaki yang dia anggap sepadan dengan puterinya.
Tapi apa yang terjadi, puterinya malah berlagak gila dan mengamuk di hadapan lelaki itu. Tentu saja itu membuat semua orang terkejut, apalagi lelaki yang akan dinikahkan dengannya. Lelaki itu sontak lari dengan pandangan ngeri karena melihat kondisi calon isterinya. Tak peduli kalau calon mertuanya adalah orang terpandang di dalam dan luar negeri.
"Hubungi Lastri, suruh dia handle masalah pemberitaan di media. Juga usahakan masalah ini jangan sampai viral, nama baikku dipertaruhkan", Pria itu kemudian berdiri dari duduknya menuju kamar tidur.
*********
"Mengapa kau lakukan itu Pierre?! Kau sungguh keterlaluan", Intan membentak seorang lelaki di hadapannya dalam bahasa asing.
Mereka berada di salah satu unit dari sebuah apartemen bergengsi di Jakarta. Di ruangan itu juga terdapat beberapa lelaki dan perempuan yang berpakaian resmi, seperti pekerja kantoran.
"Aku menyesal telah menceritakan pada Andre tentang masalah Tiara. Harusnya aku sudah tahu hal seperti ini bisa terjadi. Tapi tak kusangka kalian sudah bertindak lebih dulu"
"Seharusnya kau melakukannya dengan lebih baik. Kalau kau tak sanggup, biar aku saja yang menjaganya", sahut lelaki yang bernama Pierre.
"Tidak, mendiang ibu sudah menyerahkannya padaku karena tahu kalau kalian yang menjaganya, inilah yang terjadi"
Pierre hanya tersenyum.
"Inikah caramu menjaganya? Dengan menikahkannya dengan seseorang yang bukan siapa-siapa? Yang tak mampu menjamin kebahagiaan dan keamanannya?", Pierre tersenyum sinis tapi nada bicaranya tetap tenang.
"Kalau kau memang sudah ingin menikah, tak perlu kau memaksanya untuk menikah lebih dulu. Kalau kau tidak bisa menjaganya, Pére akan dengan senang hati menerima dan menikahkannya dengan lelaki yang lebih pantas. Tak perlu menyerahkannya pada seseorang yang tak jelas seperti itu"
"Tidak akan, dengan siapa kalian akan menikahkannya? Dia seorang muslim Pierre, maka dia juga harus menikahi seorang muslim", sahut Intan sengit.
"Pére juga pasti tahu tentang itu. Apa kau lupa kalau Pére juga sudah menjadi seorang muslim saat menikahi Ibu?"
"Yeah, tentu saja..", Intan tersenyum tapi dengan wajah sinis.
"Kau kira aku akan percaya kalau dia masih peduli tentang itu?"
Pierre menarik nafas dalam-dalam. Beginilah yang terjadi setiap kali dia bertemu dengan adik tirinya. Tak pernah adem ayem, selalu bersitegang. Apalagi kalau sudah menyangkut masalah adik mereka.
Melihat Pierre yang terdiam, Intan pun akhirnya menurunkan emosinya.
"Pierre, aku tahu kau tidak sekeras Pére. Coba kau pikirkan bagaimana seandainya kalau lelaki itu dipenjara, bagaimana perasaan Tiara"
"Tapi belum kan?"
"Itu tergantung pada pernikahan itu. Kalau tetap akan dilanjutkan, maka terpaksa aku harus bertindak"
Intan memejamkan matanya menahan geram.
"Karena itu sebaiknya kalian batalkan saja pernikahan itu. Pére tak akan setuju dia menikah dengan lelaki itu. Kami akan carikan calon lain yang sepadan, tentu saja yang muslim"
Intan menarik nafas mencoba menguraikan rasa kesal yang teramat sangat dalam hatinya.
"Pierre, mengapa kau menikahi Celine?", tanya Intan mencoba tetap tenang.
Pierre mengangkat bahunya dengan raut seolah sedang berpikir.
"Tentu saja karena aku mencintainya", sahutnya mantap.
"Mengapa kau tidak menikahi Elle? Bukankah Pére menginginkannya menjadi menantu?"
"Elle?", Pierre tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku menikah karena ingin bahagia, dan kebahagiaanku ada pada Celine"
"Dan kebahagiaan Tiara ada di Arya, calon suaminya", Intan menatap Pierre dengan serius.
"Kau jangan mengada-ada, dia menikah hanya karena dirimu"
"Dasar anak bodoh, bisa-bisanya dia berkorban sebesar itu untukmu", tuduh Pierre tak senang.
"Dengarkan dirimu sendiri", kini Intan yang balik menyahut dengan nada sinis.
"Begitu mudahnya kau mengatakan adikmu bodoh, padahal dirimu sendiri lah yang seperti itu. Tiara sudah lama jatuh hati pada pria itu. Dan kalau ada yang berkorban di sini, itu adalah Arya. Dia tak punya kepentingan apapun, juga belum ada niat menikah sebelumnya. Tapi karena dia peduli akan orang di sekelilingnya, dia bersedia menikahi Tiara tanpa rasa cinta. Mengerti?"
Pierre diam menatap Intan. Kemudian dia mengalihkan pandangannya ke jendela besar di ruangan itu. Menatap ruang luar seolah mencari sesuatu di sana.
"Kau mau aku bagaimana? Pére sangat merindukan kalian terutama Tiara, tapi Tiara tak pernah sekalipun mau menemuinya", wajah Pierre terlihat sedih.
"Tanyakan pada Pére, mengapa Tiara sampai bersikap seperti itu"
"Atau perlu kuucapkan sekarang? Di sini?", ancam Intan.
Pierre kelabakan seraya melihat ke arah para pegawainya kemudian memberi isyarat agar Intan tidak melakukannya.
"Dengar, aku sungguh-sungguh. Kalau kau masih bersikeras, aku akan bertindak"
"Hah, kalian dan ego kalian. Seolah-olah semua harus sesuai dengan kehendak kalian. Kalau kalian tak suka, akan kalian singkirkan. Ingat, jaman kalian sudah lewat", Intan jengah dengan sikap Pierre dan ayah tirinya.
"Memang, kami terlihat tak lagi berkuasa. Tapi itu yang orang-orang kira. Kebenarannya, akan membuat mereka berpikir ulang untuk berurusan dengan kami"
"Aku juga bisa mengancam kalian. Kalau kalian tidak menghapus seluruh rekaman CCTV itu, aku akan berhenti membujuk Tiara untuk menemui Pére", ancam Intan.
"Apa? Kau kira aku percaya kalau selama ini kau pernah berusaha membujuknya? Yang benar saja", Pierre tertawa sinis seraya menyandarkan punggungnya di sofa.
"Terserah. Aku sudah cukup bicara", Intan berdiri meraih tasnya kemudian menuju pintu keluar.
"Intan!", panggil Pierre.
Intan berpaling dengan malas.
"Jaga diri kalian baik-baik, kau tahu kalau kami sangat menyayangi kalian", sambungnya.
"Maka buktikan", sahut Intan, kemudian ia melangkah keluar dari apartemen itu.
Di dalam mobilnya, masih di parkiran apartemen, Intan memukul-mukul kemudi di hadapannya. Rasa kesal masih menyelimutinya. Pierre memang hanya mengaku telah mengirim e-mail berisi ancaman pada Arya. Tapi dia mencurigai kecelakaan yang menimpa Hanif juga didalangi oleh Pierre, meskipun terlihat terlalu cepat dan ekstrim. Yah, sebenarnya tidak ada yang terlalu ekstrim bagi orang-orang itu. Mereka terbiasa bertindak semaunya.
Itulah mengapa Intan tak pernah melepaskan Tiara sampai dia menikah. Ya, menikahkan Tiara dengan orang yang dicintainya adalah satu-satunya cara yang dia harap bisa menjauhkan Tiara dari keegoisan Phillipe de Bourbon, ayah tirinya yang merupakan ayah kandung Tiara. Pria itu pasti akan memaksakan keinginannya untuk menikahkan Tiara dengan orang dekatnya. Berdalih demi keamanan dan kebahagiaan Tiara.
Karena itulah mendiang ibunya tak ingin Tiara dirawat dan dibesarkan oleh ayahnya dalam lingkungan keluarga besarnya. Ibunya ingin Tiara memiliki kehidupan yang normal.
Sebenarnya Phillipe bukan orang yang kasar, paling tidak pada keluarganya. Kata-kata Pierre tadi yang mengatakan kalau mereka menyayangi Tiara dan Intan adalah benar adanya. Hanya saja cara mereka menunjukkan rasa sayang itu terbilang aneh.
Intan kemudian melajukan mobilnya menuju toko kue. Peninggalan ibunya yang dirintis setelah pulang dari Paris. Kota yang sama tempat ibunya belajar untuk menjadi seorang baker profesional setelah ayah Intan meninggal dunia. Saat itu Intan masih balita. Tak ingin larut dalam kesedihan, ibunya kemudian kembali melanjutkan cita-citanya yang sempat tertunda.
Di sanalah ibunya bertemu dengan suami keduanya, Phillipe saat ibunya menjadi seorang asisten baker di salah satu bakery shop milik keluarga itu. Cinta tumbuh di antara keduanya, mereka menikah dengan masing-masing membawa anak hasil pernikahan sebelumnya. Ibunya membawa Intan, sementara Phillipe membawa Pierre dan adiknya Andre. Dan dari pernikahan itu lahirlah seorang puteri, Mutiara.
Sebuah perbuatan mengecewakan dari Phillipe membuat pernikahan itu harus kandas. Akhirnya ibunya memutuskan untuk kembali ke Indonesia membawa serta kedua puterinya. Penyesalan Phillipe nyatanya tak cukup membuat mereka mudah memaafkan, terutama Tiara yang menyaksikan sendiri perbuatan tak senonoh sang ayah dengan pelayan di rumah mereka.
Akhirnya mereka kini hidup terpisah antara dua negara. Namun keempat saudara itu masih sering berkomunikasi dan bertemu sesekali saat Pierre dan Andre mengurus bisnis mereka di Indonesia.
Bagus...