Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 10.
"Pokoknya Papa harus buat dia dihukum. Dia sudah mempermalukan aku, Pa! Dia menyiramku di depan umum."
Pagi ini, Galang memenuhi panggilan di kampus Anggita. Semalam putrinya itu mengadu padanya jika ia mendapatkan bully-an dari salah satu mahasiswi. Anggita bahkan mengatakan jika mahasiswi itu enggan untuk melakukan permintaan maaf pada dirinya sebagai bentuk sanksi yang telah diberikan oleh dosen, hingga mereka berdua diharuskan membawa orang tua.
Pandai sekali Anggita mengarang cerita. Sampai membuat Galang juga ikut merasa geram saat mendengar jika Anggita mendapatkan perlakuan demikian.
"Bila perlu perempuan murahan itu dikeluarkan langsung dari kampus ini. Dia merusak citra kampus ini, Pa."
Anggita terus saja mengoceh hingga mobil mereka tiba di kampus. Keduanya keluar dan segera menuju ruangan dosen.
"Selamat pagi, Teo." Anggita tersenyum manis saat tidak sengaja bertemu Teo dan teman-temannya yang juga baru saja tiba.
Pemuda tampan itu memperhatikan Anggita dan pria dewasa yang Teo tahu itu adalah ayah Anggita. Galang Abraham, siapa yang tidak mengenal salah satu pengusaha kaya tersebut.
Teo memberikan sedikit anggukkan kepada Galang saat tatapan mereka bertemu dan setelahnya ia berlalu. Sama sekali tidak memberikan respon terhadap sapaan Anggita.
"Lihat lah! Ini pasti gara-gara perempuan murahan itu, Pa! Dia pasti sudah menjelek-jelekkan aku di depan Teo!" Wajah Anggita berubah masam. Ia kembali mengadu pada Galang.
"Apa pemuda itu putra dari keluarga Dewantara?" Merasa familiar terhadap wajah Teo, membuat Galang bertanya pada Anggita.
"Benar, Pa. Teo putra Tuan Dewa. Papa senang kan kalau keluarga kita bisa berbesanan dengan mereka?"
"Maksud mu?"
"Iihhh... Papa! Kok tanya maksudnya apa sih! Berbesanan itu artinya aku dengan Teo, Pa! Aku jadi menantu keluarga Dewantara!" Anggita menekankan maksud dari perkataannya.
Galang sempat terkejut dengan perkataan Anggita, ternyata putrinya itu sudah memiliki pemikiran yang jauh sampai ke arah pernikahan. Anggita bahkan sudah menandai sendiri calon suami untuknya. Dan jika itu Teo-putra dari keluarga Dewantara, maka Galang akan sangat setuju sekaligus bangga.
Keduanya terus berjalan menuju ruangan dosen dengan Anggita yang kini mulai menceritakan sosok Teo di matanya ke pada sang ayah. Pemuda tampan itu sepertinya sudah berhasil memikat putri Galang hingga jatuh cinta.
"Selamat pagi, Tuan Abraham." Ibu dosen yang mengenakan kaca mata itu menyambut kedatangan Galang. "Maaf karena sudah menggangu waktu Anda yang tentunya sangat sibuk, Tuan Abraham."
"Bukan masalah, Bu." Galang berjabat tangan dengan dosen, dan segera mendudukan diri di sofa.
"Kita tunggu kedatangan Tsania dan Ibunya."
Galang mengangguk. Tsania, jadi itu nama mahasiswi yang menganggu Anggita, pikir Galang. "Dasar menyusahkan, dia malah datang tidak tepat waktu," guman Anggita yang mampu didengar oleh Galang. Ia memberikan lirikan pada putrinya itu agar bisa sesaat untuk mengunci mulutnya.
Namun, setelah beberapa saat menunggu, Tsania maupun walinya belum ada yang menampakkan diri di ruangan dosen. Hingga dosen berkaca mata itu memutuskan untuk melakukan pemanggilan pada Tsania lewat pengeras suara.
"Maaf, Bu."
"Masuklah! Mana orang tuamu?"
Tsania masuk dan duduk di sofa yang bersebrangan dengan Anggita. Ia sudah lama tiba di kampus dan sedang menunggu walinya datang.
"Sebentar lagi, Bu."
"Harusnya kau bawa saja Sugar... Daddy... mu...itu!" kata Anggita tanpa suara dengan gerakan bibir yang begitu lambat. Ia tersenyum sinis pada Tsania yang wajahnya kini berubah dingin. Entah mengapa Anggita merasa puas jika ia berhasil membuat Tsania marah.
"Bisa hubungi orang tuamu, Tsania? Tuan Abraham sudah cukup lama menunggu."
Tsania segera meraih ponsel dan melakukan panggilan. Beberapa kali ia mencoba tidak ada satupun panggilannya yang diterima.
"Lihat lah! Aku rasa orang tuanya malu dengan perbuatan putri mereka yang terlalu bar-bar. Makanya memilih untuk tidak hadir."
Kali ini Anggita tidak memberikan isyarat bibir, ia langsung mengatakan hal itu dengan menatap ayahnya dan dosen yang ada.
"Sepertinya saya sudah tidak bisa menunggu lagi, Bu Dosen." Galang melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam ia berada di ruangan dosen untuk menunggu orang tua dari mahasiswi yang bermasalah dengan Anggita.
Dosen yang mendengar perkataan ayah Anggita tentu saja merasa tidak enak, ia tahu bahwa Galang adalah seorang pengusaha. Pasti sangat lah sibuk. Hingga mereka pun membahas apa yang terjadi antara Anggita dan Tsania tanpa wali dari Tsania.
"Dia menyiram putriku." Galang melotot saat rekaman video kejadian di kantin diputar. Di sana terlihat jika Anggita datang menghampiri meja Tsania dan tak lama setelahnya, putrinya langsung di siram dengan air. "Bagaimana sebenarnya orang tuamu mendidikmu?" Galang menatap Tsania tajam, ia terlihat marah dengan gadis yang ia anggap tidak sopan itu.
"Saya harap Anda bisa bersabar dulu, Tuan Abraham. Kita belum mendengar penjelasan dari Tsania." Dosen perempuan itu berusaha menengahi.
"Putri Anda sudah menghina saya. Ia mengeluarkan semua tuduhan yang tidak berdasar di depan semua orang." Tsania membalas tatapan Galang.
"Itu tidak bisa membenarkan sikap mu yang sudah berbuat kasar pada Anggita. Kamu bisa saja melukai putriku!" Galang beralih menatap pada Ibu dosen. "Saya rasa Bu Dosen sudah tahu harus melakukan apa."
Dosen wanita itu terlihat menghela napas. Ia sempat menatap pada Tsania.
"Saya rasa permasalahannya tidak perlu diperpanjang, Tuan Abraham. Tsania bisa meminta maaf pada Anggita."
Mendengar hal itu jelas saja membuat Tsania tidak terima. "Di sini saya tidak salah sendiri, Bu. Anggita yang memulai semuanya lebih dulu."
Tok!
Tok!
Tok!
Ketukan pintu terdengar hingga menahan dosen saat ingin membuka suara.
"Maaf saya terlambat." Seorang pria dewasa berkulit putih masuk ke dalam ruangan. Ia sekilas menatap pada semua orang yang ada termasuk pada Galang, dan tersenyum saat netranya bertabrakan dengan Tsania.
Tsania sedikit merasa lega ketika melihat Ardi Lim akhirnya datang ke kampus. Ya. Tsania memilih meminta bantuan Ardi Lim sebagai walinya dari pada memberi tahu ibunya-Laura.
"Anda siapa, Tuan...?"
"Ardi Lim." Ardi segera menerima jabatan tangan dosen. "Saya orang tua Tsania."
Dosen itu sempat mengerjap bingung. Rasanya kemarin ia memberikan surat pemanggilan ber-atas namakan seorang wanita, yang artinya adalah ibu Tsania. Tapi kenapa kini yang datang adalah seorang laki-laki.
"Silahkan duduk, Tuan Lim. Saya pikir yang akan datang adalah ibu Tsania."
Ardi Lim tersenyum mendengar perkataan dosen. Ia juga kembali menatap pada Tsania. "Ibunya datang. Sebentar lagi juga..."
Ardi Lim tak menyelesaikan kalimatnya saat pintu ruangan yang belum ia tutup sempurna itu kini kembali terbuka.
Laura Zoun. Wanita yang kali ini mengenakan gaun bermotif bunga itu masuk dan membuat semua orang yang berada di dalam ruangan langsung menatap ke arahnya.
"Kau sudah selesai?" tanya Ardi pelan karena sebelum menuju ke ruangan dosen, wanita cantik itu pergi ke toilet lebih dulu.
Laura mengangguk dan kemudian mendekat pada Ardi Lim yang langsung meraih pinggangnya.
"Selamat datang Nyonya Lim." Laura dengan cepat menyambut uluran tangan dosen. Ia juga meminta maaf atas keterlambatan kehadirannya. "Silahkan duduk."
Ardi Lim dan Laura segera menuju sofa yang juga sudah ada Tsania. Gadis itu tercengang karena ternyata Ardi Lim datang bersama ibunya.
Tapi keterkejutan yang Tsania rasakan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Galang Abraham. Ayah Anggita itu bahkan lupa caranya bernapas saat melihat siapa yang kini ada di hadapannya. Laura Zoun. Benarkah dia Laura Zoun? Istri Galang yang sudah lama menghilang. Dan merupakan wanita yang begitu Galang cinta.
"Hey." Ardi meraih tangan Laura yang malah berdiri mematung. Ia menarik pelan wanita cantik itu hingga duduk tepat di sisinya. Dapat Ardi rasakan jika kini Laura menggenggam tangannya begitu erat.
Ardi juga sempat menangkap Laura yang termangu pada pria dewasa yang ada di hadapan mereka-ayah Anggita. Namun, karena dosen sudah kembali membahas tentang permasalahan anak-anak, membuat Ardi Lim segera memutus tatapannya dan mengalihkan perhatian pada dosen.
dihhh spek buaya berkelas/Joyful/