Namaku Lakas, klan vampir dari darah murni, aku adalah seorang bangsawan dari raja vampir terkuat.
Adanya pemilihan pangeran pewaris tahta kerajaan vampir, menjadikanku salah satu kandidat utama sebagai penerus klan vampir darah murni.
Namun, aku harus menemukan cinta sejatiku dibawah cahaya bulan agar aku dapat mewarisi tahta kekaisaran vampir selanjutnya sebagai syarat utama yang telah ditetapkan oleh kaisar vampir untuk menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Kerinduan Yang Tersimpan
Nobel membawa serta Cornelia menuju ke lantai bawah rumah milik Lakas.
Bermaksud untuk memberitahukan rahasia yang selama ini dia sembunyikan dari Cornelia semenjak menghilangnya Lakas dari kehidupan mereka semua.
Tap... Tap... Tap...
Terdengar langkah kaki Nobel serta Cornelia saat menuruni anak tangga rumah menuju ke lantai bawah.
Nobel mendorong pelan pintu yang terhubung ke ruangan dilantai bawah dimana kamar tidur Lakas terletak disana.
Krieeet... ! Pintu gerbang berukuran besar itu lalu terbuka lebar.
Tampak Nobel berjalan beriringan dengan Cornelia.
"Kita akan kemana, Nobel ?" tanya Cornelia sembari mengedarkan pandangannya ke arah sekitar ruangan di lantai bawah.
"Kau akan segera tahu setelah kita kesana", sahut Nobel.
Keduanya berjalan memasuki ruangan di lantai bawah yang terasa sunyi.
Suasana cukup gelap karena hanya diterangi oleh cahaya lampu temaram yang menerangi sepanjang jalan menuju ke kamar tidur milik Lakas.
Nobel menyalakan semua lampu yang ada di dinding di lantai bawah, agar Cornelia tidak merasa takut saat berjalan ruangan itu.
Sesekali Nobel memperhatikan ke arah Cornelia yang ada disampingnya.
Nobel merasakan telapak tangan gadis kecil itu berubah menjadi sangat dingin sehingga sudut bibir Nobel naik terangkat ke atas, membentuk sebuah senyuman lembut.
"Apa kau takut Cornelia ?" tanya Nobel.
"Tidak...", sahut Cornelia sambil menggeleng pelan.
Suara mereka menggema cukup keras diseluruh jalan yang ada dilantai bawah.
"Jika kau takut, maka tidak perlu lagi kita lanjutkan tujuan ini", ucap Nobel lalu berhenti terdiam.
"Jangan, aku ingin melanjutkannya", sahut Cornelia.
"Aku tahu kau sangat ketakutan karena suasana diruangan lantai bawah ini terasa mencekam", ucap Nobel.
Nobel memperhatikan keseluruh ruangan yang ada dilantai bawah ini dengan pandangan serius.
"Tidak tahu kenapa aura vampir sangat menakutkan padahal kami tidak pernah menggigit manusia lagi selama berabad-abad", ucap Nobel.
Nobel menghela nafas pelan lalu melanjutkan langkah kakinya menuju ke kamar milik Lakas.
"Disana kamar tidur Lakas berada ! Kita akan sampai sebentar lagi kesana, Cornelia !" ucap Nobel seraya menunjuk ke arah ruangan yang tersegel oleh mantra itu.
"Ya...", sahut Cornelia lalu mengikuti langkah kaki Nobel yang berjalan mendahuluinya.
"Mungkin akan terasa menyeramkan tapi jangan takut karena tidak ada sesuatu yang menakutkan disini", ucap Nobel.
Nobel berjalan mendekati ruangan yang tersegel itu, kamar dimana Lakas terkurung didalam peti mati bermantra.
Cornelia berjalan mendekat ke arah kamar tempat Lakas bersemayam disana.
"Apa dia tidur didalam sana ?" tanya Cornelia.
Cornelia memandangi pintu dihadapannya dengan seksama.
Ada banyak mantra yang terpasang pada pintu kamar milik Lakas dan semua kalimat itu mengambang dipermukaan pintu kamar.
"Kenapa banyak mantra yang terpasang dipintu kamar ini ?" tanya Cornelia.
"Ada banyak rahasia yang tersimpan didalam kamar tidur ini, kau tidak akan pernah tahu alasan Lakas harus terkurung didalam sana", sahut Nobel.
Nobel menghela nafas pelan lalu berjalan mendekati pintu kamar dihadapannya.
Kedua tangan Nobel terulur ke depan lalu muncul sinar terang menyilaukan mata dari arah telapak tangan Nobel.
"Sayangnya, kau harus menunggu lama dia bangkit lagi, Cornelia", ucap Nobel.
"Kenapa tuanku harus dikurung didalam kamar ?" tanya Cornelia.
"Karena dia haus darah milikmu, jika aku tidak mengurungnya dengan mantra segel maka Lakas akan meminum darahmu sampai habis", sahut Nobel.
"Tapi aku tidak masalah dengan hal itu jika darahku harus dihisap habis oleh tuanku Lakas", ucap Cornelia.
"Butuh waktu hingga kau beranjak dewasa maka kau akan dapat menerimanya sebagai suatu kewajiban dari seorang istri Lakas", kata Nobel.
"Apa kami harus menikah ?" tanya Cornelia.
"Benar, agar bisa melindungimu maka kau dan Lakas harus menikah, pada saat itulah kau akan menjadi sangat kuat ketika Lakas meminum darahmu", sahut Nobel.
Cornelia berjalan mendekat ke arah pintu kamar yang tersegel oleh mantra lalu berdiri diam.
Nobel hanya memandangi Cornelia lalu berkata padanya.
"Cornelia...", panggil Nobel.
"Ya...", sahut Cornelia.
Nobel mengalihkan pandangannya seraya menghadap lurus ke arah Cornelia.
Senyum mengembang disudut bibir Nobel kemudian dia menatap tajam kepada gadis berusia sepuluh tahun itu.
"Apakah kau bersedia menjadi istri Lakas ?" tanya Nobel.
"Aku bersedia menjadi istri tuanku", ucap Cornelia tanpa sedikit keraguan.
Nobel tersenyum simpul lalu berjongkok dihadapan Cornelia.
"Kita akan mulai mempersiapkannya semuanya dari sekarang", ucap Nobel seraya membelai lembut rambut milik Cornelia.
Cornelia mengangguk patuh.
Nobel hanya diam tanpa banyak bicara.
"Dia akan baik-baik saja didalam sana, kau sudah tahu situasinya sekarang, tidak perlu merasa cemas, Lakas ada dikamarnya dan dia sedang tidak ingin diganggu oleh kita", ucap Nobel.
"Apa dia akan tidur selamanya ?" tanya Cornelia.
Nobel kembali tersenyum lalu menoleh ke arah kamar didekat mereka.
"Tidak, dia akan bangun suatu hari nanti", sahut Nobel.
"Apa dia akan mengingatku ?" tanya Cornelia.
"Pasti, dia pasti akan mengingatmu saat kau terbangun nanti", sahut Nobel lalu berdiri.
Nobel menggenggam tangan Cornelia sembari melanjutkan ucapannya.
"Selama dia tertidur, kau tidak boleh kemari tanpaku, tetaplah bersikap biasa, seolah-olah dia ada disisi kita, kau mengerti Cornelia", ucap Nobel.
Cornelia mengangguk pelan saat Nobel menasehatinya agar tidak mendekati kamar dilantai bawah ini, dimana Lakas terkurung dalam peti mati bersegel mantra.
Nobel menggandeng tangan Cornelia untuk berjalan pergi.
"Kita pergi dari sini, Cornelia", ucap Nobel sambil melangkah menjauh.
Cornelia mengikuti langkah kaki Nobel sembari menoleh ke arah belakang, memperhatikan kamar tidur milik Lakas tinggal.
Tampak tatapannya yang sedih ketika dia harus pergi dari Lakas.
Saat dia berjalan pergi dari lantai bawah, pandangan Cornelia terus terarah ke arah kamar tidur milik Lakas yang bersegel mantra sampai dia menghilang pergi.
Suasana di ruangan lantai bawah rumah milik Lakas terasa sunyi, auranya sangat mencekam dingin.
Tidak ada satupun disana yang terlihat, hanya ada sinar terang dari arah kamar Lakas oleh kalimat mantra bersegel.
Udara lembab serta dingin menyelimuti area lantai bawah, dimana tempat tidur Lakas bersemayam.
Terlihat Nobel telah membawa Cornelia naik ke lantai atas, menuju ke salah satu ruangan yang ada dirumah tersebut.
"Aku akan membuatkanmu masakan favoritmu, kuharap kau akan senang setelah ini", ucap Nobel.
Cornelia duduk diatas sofa panjang diruangan tengah sedangkan hatinya terasa kosong, hal itu terlihat jelas dari tatapan matanya yang sendu.
Seakan-akan dia menyimpan kesedihan yang dalam atas perginya Lakas dari sisinya.
Nobel mengerti dengan perasaan yang dialami oleh Cornelia saat ini.
Saat dia harus terpaksa berpisah lama dengan Lakas, sebuah deraan cobaan yang teramat menyakitkan bagi dua orang yang telah berinteraksi itu. Karena Lakas telah meminum darah Cornelia maka hati mereka akhirnya terpaut satu sama lainnya. Dan Nobel tahu akan ikatan kuat ini antara vampir dan pemberi asupan darah jika mereka telah berinteraksi.
Cornelia tampak murung meski Nobel telah memberitahukan kepadanya tentang Lakas yang terkurung di lantai bawah, dikamarnya.
Mendadak saja aliran darahnya berdenyut kencang sangat kuat ketika dia mengingat Lakas.
Tiba-tiba saja, Cornelia melonjak turun dari atas sofa dan berteriak histeris.
"Aaaaaakhhhh... !!!" jeritnya kencang.
Suara teriakan Cornelia sontak menyentakkan Nobel hingga dia berlari ke arah ruangan tengah dimana gadis berusia sepuluh tahun itu berada disana.
"Cornelia...", panggil Nobel yang terus berlari.
Tap... Tap... Tap..., langkah Nobel tergesa-gesa saat berlari ke ruangan tengah.
"Cornelia...", panggilnya lagi.
Namun, Cornelia tidak berada diruangan tengah itu lagi, gadis kecil itu menghilang pergi sehingga Nobel kebingungan serta panik.
"Cornelia...", ucapnya tertegun sesaat sambil memandangi ruangan tengah yang kosong.
Pikiran Nobel langsung teringat pada Lakas yang ada diruangan lantai bawah rumah ini.
"Lakas...", ucap Nobel tersentak kaget.
Nobel langsung bergerak cepat menuju ke lantai bawah, dia menduga bahwa Cornelia pasti kembali lagi ke lantai bawah untuk menemui Lakas.
Terlihat Nobel berlari cepat sampai terhuyung-huyung ketika dia berlari menuju ke ruangan lantai bawah.
Hati Nobel menjadi sangat was-was saat ini, setiap dia melangkahkan kakinya untuk mencari Cornelia setelah mendengar jeritan keras dari gadis kecil itu.