Maya, seorang wanita muda yang cantik dan sukses dalam karier, hidup dalam hubungan yang penuh dengan kecemburuan dan rasa curiga terhadap kekasihnya, Aldo. Sifat posesif Maya menyembunyikan rahasia gelap yang siap mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Ketegangan Yang Meningkat
Hari-hari setelah pertemuan di kafe, Maya merasa seperti perasaannya belum benar-benar pulih. Cemburunya terus menghantuinya, dan dia akhirnya memutuskan untuk coba terapi pasangan. Dia dan Aldo sepakat kalau mungkin ini bisa membantu mereka mengatasi masalah ini.
Mereka duduk di ruang terapi dengan Dr. Rina, yang tampak sabar dan penuh perhatian. Maya mulai cerita tentang betapa sulitnya dia menghadapi perasaan cemburu, terutama setelah kejadian dengan Nia.
“Jadi, apa yang kamu lakukan saat merasa cemburu?” tanya Dr. Rina dengan lembut.
“Aku coba untuk nggak menunjukkan perasaan itu, tapi rasanya susah banget,” kata Maya.
Dr. Rina lalu bertanya pada Aldo. “Dan bagaimana perasaan kamu ketika Maya merasa cemburu?”
“Aku merasa tertekan dan frustrasi,” kata Aldo. “Aku udah berusaha keras buat meyakinkan Maya, tapi sepertinya belum cukup.”
Dr. Rina mengangguk. “Kecemburuan itu masalah yang kompleks dan butuh waktu untuk diatasi. Yang penting adalah terus berkomunikasi dan memahami satu sama lain.”
Setelah beberapa sesi, Maya dan Aldo merasa terapi nggak sepenuhnya membantu seperti yang mereka harapkan. Maya masih merasa cemburu, dan Aldo mulai merasa usaha mereka sia-sia.
Di rumah, Maya duduk di sofa sambil memikirkan semuanya. Aldo mendekat dan duduk di sampingnya. “Aku tahu terapi belum sepenuhnya membantu, tapi aku nggak mau kita menyerah,” kata Aldo. “Aku masih mau berusaha.”
Maya menghela napas. “Aku juga nggak mau menyerah, Aldo. Tapi perasaan ini sangat kuat dan susah banget dikendalikan.”
“Aku ngerti, Maya. Mungkin kita perlu lebih banyak waktu untuk benar-benar memahami perasaan ini dan cari cara yang lebih baik,” kata Aldo sambil menggenggam tangan Maya.
Maya mengangguk. “Aku akan terus berusaha. Aku tahu ini bikin kita berdua stres, tapi aku benar-benar mau kita bisa melewati ini.”
Malam itu, mereka duduk bersama dan ngobrol tentang cara-cara baru untuk mengatasi kecemburuan Maya. Mereka sepakat untuk lebih sering ngobrol terbuka dan cari aktivitas yang bisa mempererat hubungan mereka.
Meskipun mereka sudah mencoba terapi pasangan, perasaan cemburu Maya tampaknya belum juga mereda. Aldo merasa frustrasi karena semua usaha mereka tampaknya belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Suatu sore, setelah hari yang panjang, Maya dan Aldo kembali ke rumah. Maya sedang di dapur, menyiapkan makan malam, sementara Aldo duduk di ruang tamu, tampak lelah dan gelisah. Mereka baru saja selesai dari sesi terapi yang lagi-lagi tidak membawa banyak perubahan.
“Aldo, aku pikir kita butuh bicarakan sesuatu,” kata Maya saat makanan hampir siap.
“Apa lagi, Maya?” tanya Aldo dengan nada yang sedikit tajam. Dia sudah mulai kehilangan kesabaran.
“Aku cuma mau bilang kalau aku masih merasa nggak nyaman dengan Nia,” jawab Maya, mencoba untuk berbicara dengan lembut.
Aldo meletakkan remote TV dan berdiri dengan marah. “Kamu masih aja ngomongin Nia? Aku sudah bilang berkali-kali kalau dia cuma teman lama. Kenapa kamu masih terus-menerus menganggap aku selingkuh atau sesuatu?”
Maya terkejut dengan reaksi Aldo. “Aku cuma pengen merasa tenang, Aldo. Aku nggak bisa menghindari perasaan ini,” ucapnya dengan nada sedih.
“Aku sudah berusaha keras untuk meyakinkan kamu! Tapi rasanya semua usaha ini sia-sia. Aku lelah, Maya. Lelah harus selalu menjelaskan hal yang sama berulang-ulang,” kata Aldo dengan suara meninggi.
Maya merasa bersalah. “Aku minta maaf. Aku tahu aku merepotkanmu. Tapi perasaan ini nggak bisa hilang begitu saja.”
Aldo menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Kita harus bicara secara terbuka tentang ini. Aku tahu kamu punya perasaan, tapi kita juga perlu cari solusi yang benar. Kalau terus begini, kita cuma akan makin jauh.”
Maya mengangguk, wajahnya terlihat penuh penyesalan. “Aku akan berusaha lebih baik. Aku nggak mau hubungan kita hancur hanya karena cemburu ini.”
Mereka duduk bersama di meja makan, dan suasana terasa tegang. Meskipun mereka makan malam dengan diam, Aldo merasa ada jarak yang semakin besar antara mereka. Maya juga merasa berat hati, tapi dia tahu mereka perlu menghadapi masalah ini dengan cara yang lebih baik.
Setelah makan malam, suasana di rumah terasa canggung. Maya dan Aldo duduk di teras, mencoba menenangkan diri setelah pertengkaran yang penuh emosi. Maya merasa hancur, hatinya dipenuhi rasa bersalah dan kesedihan.
Aldo duduk di sebelah Maya, wajahnya terlihat lelah dan frustasi. “Aku benar-benar nggak tahu lagi harus gimana, Maya,” kata Aldo, suaranya penuh kepenatan. “Aku udah bilang semua yang bisa aku bilang, tapi kamu masih merasa cemburu terus.”
Maya menunduk, mencoba menahan tangis. Namun, air mata mulai mengalir di pipinya tanpa bisa dia bendung. “Aku tahu aku bikin kamu frustrasi, Aldo. Aku cuma merasa nggak bisa mengendalikan perasaanku. Aku benci kalau ini terus terjadi,” ucap Maya dengan suara bergetar.
Aldo melihat Maya yang sedang menangis dan merasa hatinya hancur. “Maya, aku nggak mau lihat kamu seperti ini. Aku tahu ini berat, dan aku nggak mau kita berdua merasakan sakit hati terus-menerus,” katanya dengan lembut, mencoba meraih tangan Maya.
Maya mengangguk sambil terus menangis. “Aku cuma pengen kita bisa merasa bahagia lagi. Tapi aku terus merasa terjebak dalam rasa cemburu yang nggak bisa aku kontrol.”
Setelah momen emosional, Aldo merasa tekanan di dadanya semakin berat. Dia tahu dia butuh waktu untuk sendiri agar bisa merenung dan menenangkan pikirannya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Aldo berdiri dan pergi ke pintu depan.
“Mau ke mana?” tanya Maya, suaranya masih bergetar karena menangis.
Aldo berhenti sejenak, menoleh ke arah Maya dengan mata yang penuh kesedihan. “Aku cuma butuh waktu sebentar, Maya. Aku bakal balik lagi nanti.”
Maya hanya bisa mengangguk, merasa tak berdaya saat melihat Aldo meninggalkan rumah. Dia duduk kembali di teras, merasa kesepian dan khawatir. Meski Aldo telah mengucapkan janji untuk kembali, ketidakpastian membuat hatinya terasa berat.
Aldo berjalan keluar rumah, berjalan cepat tanpa tujuan yang jelas. Dia merasakan angin malam yang sejuk menerpa wajahnya, mencoba menenangkan pikirannya yang penuh kekacauan. Jalan-jalan sekitar rumah terasa sunyi, hanya suara malam yang menemani langkahnya.
Dia berhenti di taman kecil yang tidak jauh dari rumah mereka. Duduk di bangku taman, Aldo memandang ke langit yang gelap, mencoba mengumpulkan pikirannya. “Apa yang harus kulakukan?” gumamnya sendiri. “Aku sudah berusaha sebaik mungkin, tapi sepertinya masih belum cukup.”
Aldo merasakan ketegangan di dalam dirinya, merasa bersalah karena meninggalkan Maya di rumah dengan perasaan sedih. Namun, dia juga tahu bahwa dia butuh waktu untuk merenung dan mencari solusi untuk masalah mereka.
Sementara itu, Maya berada di rumah, duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong. Air mata sudah berhenti mengalir, tapi rasa kesepian dan cemas masih menghantui pikirannya. Dia tahu Aldo sedang berusaha keras, dan dia merasa tertekan dengan perasaannya sendiri yang tampaknya tidak ada habisnya.
Setelah beberapa saat, Aldo merasa lebih tenang. Dia tahu dia harus kembali ke rumah dan menghadapi situasi ini dengan kepala dingin. Dengan tekad baru, dia berbalik dan berjalan pulang. Setibanya di rumah, dia menemukan Maya masih duduk di tempat yang sama, wajahnya lelah tapi tampak menunggu.
“Aku minta maaf udah keluar” kata Aldo, suara lembut. “Aku cuma butuh waktu buat tenang.”
Maya berdiri dan mendekati Aldo, “Aku mengerti. Aku juga butuh waktu untuk merenung. Tapi aku khawatir kalau kita terus seperti ini.”
siapa sebenarnya satria ??
siapa pendukung satria??
klo konseling dg psikolog g mempan, coba dekat diri dg Tuhan. setiap kekhawatiran muncul, mendekatlah dg sang pencipta. semoga dg begitu pikiran kalian bisa lebih tenang. terutama tuk Maya. berawal dr Maya & kini menular ke Aldo