Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pacarnya?
Begitu Devan dan Gauri memasuki area keberangkatan, suasana yang tadinya sekadar riuh langsung berubah jadi gaduh terkontrol. Empat belas orang alumni yang ikut terlihat langsung bergeser posisinya, pura-pura sibuk merapikan rambut, mematut diri di kamera ponsel, atau memeriksa boarding pass padahal jelas-jelas mereka sedang mencuri pandang ke arah Devan.
Gino yang sudah duduk santai di kursi besi deretan tengah bangkit dan mengangkat tangan setengah malas.
"Devan!" serunya.
Devan mengangguk sambil tetap menggenggam tangan Gauri, memastikan gadis itu tidak terlepas di tengah keramaian. Gauri menatap sekeliling, matanya berbinar melihat bandara yang besar dan penuh orang. Boneka beruangnya ia tarik ke dada erat-erat.
Beberapa wanita langsung bersorak kecil saat Devan semakin dekat.
Ella bahkan menepuk lengan Mila.
"Gila… makin ganteng Mil si Devan. Rambutnya juga beda!"
"Tuh lihat jaketnya… astaga," Mila berbisik, nyaris memekik.
"Sumpah, energi gege-gege china banget. Sumpah gantengnyaa ..."
Diana ikut berdiri. Wajahnya tetap tersenyum, tenang, elegan, tapi mata yang semula berbinar sejak pagi berubah suram begitu melihat cewek remaja yang Devan gandeng. Jelas, itu bukan sekadar adik tetangga biasa. Cara Devan menjaga gadis itu terlalu … protektif.
Dan itu menusuk harga dirinya.
Sari, yang sejak dulu tidak begitu peduli Devan tapi sangat peduli drama, langsung mendekat ke Ella dan berbisik dengan suara yang sengaja dibuat cukup keras agar bisa didengar.
"Itu siapa? Adiknya? Keponakan? Atau jangan-jangan …"
"Pacarnya?!" celetuk Mila cepat, terlalu semangat.
Seketika beberapa wajah langsung shock. Bahkan cowok-cowok pun menoleh dengan ekspresi bingung.
"Gino, tuh cewek pacarnya Devan?" Sari menoleh ke Gino.
Gino cuma mengangkat bahu.
"Lihat aja sendiri," katanya santai.
"Kalau sedekat itu… ya menurut kalian apa?"
Suara itu langsung membuat beberapa hati remuk mendadak. Apalagi ketika Devan menoleh ke Gauri, merapikan poninya, lalu menegakkan posisi boneka yang hampir jatuh dari pelukannya.
Senyumnya lembut. Dan itu jarang sekali terlihat. Muka Diana seketika memanas. Jantungnya berdetak keras, bukan karena malu, tapi karena panik. Panik kalau status palsu yang ia bangun tentang dirinya selama ini akan runtuh sebelum liburan dimulai. Panik karena perhatian teman-temannya, yang sejak awal tertuju padanya sebagai wanita yang cukup dekat dengan Devan karena mengajar di sekolah yang sama, sekarang terancam pindah pada anak perempuan yang bahkan tidak berdandan. Tapi menyebalkannya tetap cantik sekali.
Buru-buru ia maju setengah langkah.
"Bukan pacar Devan," ujarnya cepat, terlalu cepat hingga nadanya terdengar seperti gertakan.
"Gadis itu cuma pasien rumah sakit yang dekat sama dia. Mentalnya agak sakit. Dia sering main ke sekolah tempat kami ngajar."
Semua mata berpaling padanya.
Gino menatap Diana lama dengan alis terangkat, ekspresi yang jelas sekali berkata kok lo sok tau banget? Dan Gino tidak senang pas Diana bilang "mentalnya agak sakit".
Diana tersadar telah bicara terlalu banyak dan terlalu detail. Ia segera mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk merapikan tas tangan Gucci-nya, yang entah asli atau tidak.
Ella memicingkan mata curiga.
"Pasien rumah sakit? Kok aneh, Devan keliatan sayang banget."
"Bener, Devan bukan tipe yang gitu ke orang sembarangan," sambung Mila, menatap keduanya bergantian.
Sari mengangguk setuju.
"Ya iyalah, dari dulu aja dia susah disentuh. Ini kok ke gadis kecil itu…"
Mendengar gumaman-gumaman itu, Diana merasa dadanya sesak. Ia benar-benar ingin menghapus momen itu dari muka bumi. Namun sebelum rumor itu semakin liar, Gauri tiba-tiba menarik lengan Devan dan menunjuk koper-koper para alumni.
"Kakak … kok koper mereka besar-besar banget?" tanyanya polos.
Suara gadis itu langsung menarik perhatian semua orang. Lembut, bening, kekanak-kanakan.
Devan menatapnya dengan senyum kecil.
'Karena mereka mau liburan tiga hari, jadi bawa banyak baju. Koper Gauri kan besar juga."
"Oh iya, bener." gumam Gauri lucu, membuat beberapa wanita yang tadinya iri malah ikut tersenyum kecil karena tingkahnya.
Lalu Gauri melambai ke arah Gino.
"Kak Ginoo!"
Gino ikut melambaikan tangan dengan tawa.
"Hai manis, mau candy?"
Gino sudah siap-siap mengeluarkan permen dari sakunya namun tidak jadi karena tatapan maut Devan. Ia terkekeh melihat Devan yang begitu protektif ke Gauri sekarang.
Para alumni melihat itu dengan mata lebar, lalu kembali bisik-bisik.
"Dekat juga dia sama Gino …"
"Oke tunggu, ini kayak keluarga kecil gak sih?"
"Gue nggak siap kalau Devan ternyata udah punya pacar beneran …"
Diana hampir mendidih. Kenapa perempuan gila itu harus ikut sih? Merusak rencananya saja.
"Hai Devan, akhirnya ketemu juga." Ella menyapa begitu Devan dan Gauri yang kini bersembunyi di belakangnya sampai di dekat mereka.
Devan hanya mengangguk singkat, tanpa senyum, tanpa bicara satu kata pun. Sifatnya itulah yang membuat banyak orang canggung, nggak tahu mau ngomong apa.
Setelah semua berkumpul, mereka menuju check-in. Gauri menggenggam lengan Devan erat, takut tersesat, tapi juga semangat. Beberapa dari alumni cowok mencoba menyapa Devan, minta update hidup, tapi Devan masih tetap Devan, jawaban singkat, sopan, seperlunya. Mereka tahu itu jadi tidak ambil pusing.
Namun berbeda sekali saat dia memperlakukan Gauri, mereka melihat Devan jauh lebih berekspresi pada gadis muda itu. Juga sering bicara dan tersenyum lebar. Senyuman yang benar tulus.
Sari berjalan pelan mendekati Devan.
"Van, ini pertama kalinya lo ikut acara alumni, kan?”
"Mm."
"Kenapa sekarang mau ikut?" godanya.
Devan menoleh sedikit.
"Karena Gauri ingin liburan."
Sari menatap Gauri yang terus melekat pada Devan, iabtidak benci, tapi ia merasa gadis itu memang agak berbeda. Kelakuannya, memang tidak seperti orang normal seperti mereka. Tapi lucu di mata Sari.
Diana langsung menusuk tanah dengan pandangannya. Hatinya panas sekali mendengar kalimat Devan,
Karena Gauri ingin liburan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah mendapatkan boarding pass, rombongan beristirahat di kursi tunggu. Gauri duduk di samping Devan sambil memainkan bonekanya, sementara yang lain masih membicarakan status mereka berdua.
Gino duduk di seberang, melihat situasi dengan wajah geli. Ia mencondongkan badan mendekati Devan.
"Kau tahu, semua semua orang menyangka Gauri pacarmu." bisiknya. Devan tampak tidak peduli.
"Biarkan saja."
"Kau tidak berniat menjelaskan?"
"Untuk apa?" Devan menatap Gauri yang kini tertawa sendiri melihat pesawat lewat di luar jendela.
"Selama Gauri nyaman, itu cukup."
Gino tersenyum penuh arti. Ada sesuatu yang lain yang dia lihat dalam mata Devan. Sahabatnya tidak pernah menatap perempuan seperti itu. Walau Gauri sakit, Gino jelas tahu Devan bisa membedakan mana perasaan simpati dan sebuah rasa yang lebih dari dari itu.
Gino pun tidak tahan mencubit pipi Gauri.
"Si manis pinter banget bikin batu yang satu ini berubah drastis." ucapnya pelan. Gauri tentu tidak mengerti, hanya tersenyum. Dia tidak tantrum kalau di antara Agam, Devan, Ares, Gino atau tante Vicky yang cubit pipinya, tapi kalau orang lain, jangan harap dia mau di sentuh-sentuh.
Mata Gino melirik ke arah Diana, yang sedang merapikan lipstiknya sambil terus melirik-lirik ke arah mereka.
Yang palsu, tetap terlihat palsu.
Devan Ampe gak tenang disamping Gauri, terlalu banyak hal yg bikin degdegan ya Van 🤭
Tapi gimana Gauri ga tergantung sama bapak,, perhatiannya itu lho...,, Gauri ga tau sj kalo pak Devan sudah dag Dig dug ser....🤭