Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15 ~SAH
Mereka kini sudah berada di kua, Kaivan duduk berhadapan dengan penghulu yang akan menikahkan mereka.
"Emang bisa, pak. Kami menikah tanpa ada wali dari wanita seperti ayah kandungnya?"
"Apa status mempelai wanita anak yatim?"
Kaivan menatap Aruna yang duduk di sampingnya.
"Saya tidak tau, pak. Saya masih berusaha untuk mencari keberadaan ayahnya, tetapi belum menemukan beliau, saya juga tidak tau apa beliau masih ada atau sudah tidak ada."
Pak penghulu mengangguk paham.
"Kalau begitu bisa, pak. Mempelai perempuan bisa memakai wali hakim, saya akan menjadi walinya."
Kaivan menghela napas panjang mendengarnya, dia pikir harus ada ayah dari Aruna yang harus menjadi wali nikah mereka.
Aruna hanya diam tidak mengerti dengan semuanya. Walaupun dari tadi terus bertanya tempat apa ini, kenapa mereka ke sini, kenapa tidak jadi jalan-jalan?
Pak penghulu dan Kaivan saling menjabat tangan. Ada rasa gugup yang dirasakan Kaivan. Lelaki itu menatap kedua orang tuanya.
Mereka mengangguk bertanda berusaha menenangkan sang putra yang terlihat begitu tegang.
Saat penghulu sudah lebih dulu berbicara, kini giliran Kaivan yang harus mengucapkan ijab kabul.
Dengan satu tarikan dan pasti, Kaivan dengan lantang mengucap ijab kabul dengan benar.
"SAH."
Kaivan menghela napas lega, dia mengusap air matanya yang menetes, dia menoleh ke samping menatap Aruna yang juga menatapnya.
"Monster kenapa menangis." Aruna menghapus air mata Kaivan.
Kaivan memeluk Aruna begitu erat, bodoh amat dengan orang-orang yang menyaksikannya.
Aruna yang tidak mengerti hanya diam dengan tangan mengusap rambut Kaivan.
"Monster kenapa nangis, Una buat salah ya? Una buat monster nangis?" Tanpa disangka Aruna ikutan menangis.
Deri dan Pharita saling menatap, tawa mereka ingin pecah saat melihat pasutri baru itu malah nangis berjamaah, tetapi mereka juga merasakan haru.
Tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, Pharita memesan fotografer untuk memotret setiap momen putranya.
Sebelum pulang, mereka berfoto dengan buku nikah mereka, itu semua perintah Pharita.
Aruna belum memakai ktp aslinya lebih tepatnya membuat ktp tetapi tidak memakai identitas aslinya, Kaivan membuatkannya ktp seminggu yang lalu, lebih tepatnya Denis yang mengurusnya.
Usia berfoto mereka pun pulang ke rumah, Aruna jadi kecewa mereka tak jadi jalan-jalan. Namun, setelah mendengar Kaivan akan mengajaknya gadis itu kembali tersenyum.
"Nanti sore kita ke timezone."
Walaupun tidak tau tempat yang disebutkan Kaivan, gadis itu tetap senang.
Ternyata walaupun belum melakukan resepsi, aura pengantinnya tetap melekat.
"Kenapa, kok barang-barang Una dipindahkan ke kamar monster?"
"Kamu akan sekamar sama saya mulai sekarang."
"Tidur berdua sama monster begitu?" tanya Aruna membuat Kaivan mengangguk.
Aruna hanya mengangguk saja tidak peduli banyak.
"Una lapar..."
"Ayo makan." Kaivan menarik Aruna untuk menuju dapur.
Di meja makan sudah tersaji berbagai makanan yang sudah pelayan masak.
Kedua orang tua Kaivan langsung pulang ke rumah mereka saat dari kua. Papanya jadi keluar kota jadi terpaksa buru-buru dan tak sempat untuk ikut ke mansion.
Jadinya hanya mereka berdua yang makan.
"Monster, ajak mereka makan," ucap Aruna menunjuk para pelayan. "Makannya banyak sekali, Una sama monster enggak bisa makan semuanya."
Kaivan memanggil mereka lalu menyuruh mereka ikut makan bersama. Mereka sempat menolak, tetapi mendapatkan tatapan tajam membuat mereka menurut.
Mereka begitu sungkan harus makan bersama dengan majikan mereka.
"Ayo makan bibi, semuanya boleh di makan." Aruna tersenyum membiarkan mereka makan apa yang mereka mau. "Makanannya banyak, bibi-bibi boleh pilih yang bibi mau."
"Makasih Nyonya."
"Kamu makan." Kaivan sudah memotong kecil daging ke piring Aruna. Aruna pun menikmati makanannya.
"Kamu mau ini?" tawar Kaivan.
"Mau, aaa..." Aruna membuka mulutnya, Kaivan pun lantas menyuapinya.
"Enak?" tanya Kaivan mengusap sudut bibir Aruna yang terdapat sisa makanan.
Aruna mengangguk. Para pelayan jadi kikuk melihat pasangan baru ini. Mereka tidak menyangka Tuan mereka yang terlihat kaku itu ternyata bisa romantis.
"Sudah kenyang?"
Aruna mengangguk. Kaivan pun mengantar Aruna ke kamar.
"Jangan tidur, jangan tidur satu jam kemudian."
"Kenapa? Tapi Una mengantuk." Pada dasarnya gadis itu akan mengantuk saat sudah makan.
"Sini duduk." Kaivan menepuk tempat di sampingnya.
Aruna pun duduk di sofa, samping Kaivan.
"Tugas yang saya berikan udah kamu kerjakan?" tanya Kaivan.
"Hmmm... Udah tapi belum."
"Udah tapi belum?"
"Una udah nulis, tapi Una belum selesai gitu monster."
"Coba sini, saya periksa."
Aruna berdiri berniat untuk menuju kamarnya, tetapi Kaivan menyadarkannya bahwa barang-barangnya sudah tak ada di sana.
"Terus di mana?" tanya Aruna.
"Di sana." Kaivan menujuk rak, pelayan menyusun buku Aruna di sana.
Aruna pun mencari buku belajarnya di sana. Mencarinya hingga dapat. Tiba-tiba saja buku dari rak paling atas jatuh ke bawah.
Brak!
"Arkhh, kepala Una sakit. Huaaaa...."