NovelToon NovelToon
Must Get Married

Must Get Married

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti Konglomerat
Popularitas:9.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ani.hendra

Johanna Kate seorang gadis cerdas yang kehilangan ibunya pada usia muda. Yohanna sama sekali tidak mengetahui keberadaan ayahnya dan mengharuskannya tinggal bersama bibinya dan Nara. Selama tinggal bersama bibinya, Yohanna kerap mendapatkan perlakuan tidak baik.
Setelah lulus SMA, Yohanna diusir. Lima tahun kemudian, Bibi Yohanna berulah lagi. Demi membayar utangnya Hanna di paksa harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
Bagaimana kisah selanjutnya. Apakah Johanna harus menikahi lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
ikutin terus yuk....
Novel ke sebelas ☺️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KAU MENGENALKU?

💌 MUST GET MARRIED 💌

🍀 HAPPY READING 🍀

.

.

"Nara.... Nara...ayolah sayang, ini sudah jam berapa, kau tidak ke sekolah?" Renata mengetuk pintu kamar Nara berulang kali.

Nara hanya bergumam pelan dengan mata yang masih terpejam. Ia bahkan mengganti posisi tidurnya agar lebih nyaman. Ia memeluk bantal gulingnya dan kembali tertidur lagi.

Renata tidak juga beranjak dari tempatnya. Ia masih berusaha membangunkan Nara yang masih tertidur pulas. Hanna sudah berangkat ke sekolah 20 menit yang lalu, karena ingin menghindari hujan.

"Nara, bangunlah, ini sudah jam berapa? bukankah kau meminta ibu membangunkanmu? Hari ini siswa baru yang kau tunggu-tunggu masuk hari ini."

Saat mendengar 'Siswa baru' mata Nara terbuka lebar. Seketika itu juga Nara terkejut, Ia melihat jam telah menunjukan pukul 6.45 wib sedangkan masuk sekolah jam 7.30. Dengan pandangan mata buram setelah bangun tidur, Nara melompat dari tempat tidurnya dan langsung berlari membuka pintu.

CEK...CEK...CEK...!

Bunyi kunci dibuka paksa.

BRAKKKKKK!

Nara membuka pintu dengan kasar. "Kenapa wanita sialan itu tidak membangunkan aku. Astaga aku benar-benar terlambat, bu..." keluh Nara berlari ke kamar mandi. Ketika sampai di pintu kamar mandi, Ia hampir saja terpeleset karena tidak memperhatikan jalan. Beruntung Nara tidak jatuh hanya saja jantungnya saja yang berdebar sangat kencang dan mengumpat segala kecerobohannya.

BRAKKKKKK!

Lagi-lagi Nara menutup pintu dengan kasar. Sampai membuat Renata memejamkan matanya karena terkejut. Ia lalu menggeleng melihat tingkah putrinya itu.

"Dari tadi, Hanna sudah membangunkanmu sayang, tapi kau tak bangun-bangun." Renata berbicara sambil merapikan tempat tidur Nara.

"Ahhhhh... lihat saya nanti, aku akan memberi pelajaran kepada Hanna. Dia sengaja memanggilku dengan suaranya yang lembut itu." Seru Nara dari dalam kamar mandi.

"Terserah kau mau memberi pelajaran kepada Hanna. Sekarang buruan, waktu sudah mepet"

"Ibu tidak lihat, akhir-akhir ini Hanna sudah mulai membantah kita." protes Nara dari dalam kamar mandi.

"Benarkah?" Tanya Renata.

"Iya bu. Apa ibu ada rencana? atau kita memberi pelajaran lagi kepada Hanna?" Nara keluar dari kamar mandi. Ia sudah menggunakan bathrobe. "Aku merasa dia menyimpan sesuatu dari kita."

"Menyimpan apa?"

Nara duduk di depan meja rias. Memberikan sedikit polesan ke wajahnya. Hari ini ia tidak bisa berlama-lama. Nara langsung mengeringkan rambutnya dengan hair dryer.

"Hei, kau tidak menjawab ibu sayang. Hanna merahasiakan apa?"

Sejenak Nara menghentikan aktifitas mengeringkan rambutnya. Ia menatap ibunya dari cermin. "Apa itu hanya perasaanku saja."

"Sudahlah tidak usah dipikirkan. Hanna tidak mungkin berani melawan ibu. Jika dia berani melakukan itu. Ibu yang akan bertindak tegas."

Nara mengangkat ke dua bahunya. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan aunty? Aku mendengar ibu bicara sebelum aunty kecelakaan."

Tiba-tiba wajah Renata berubah. "A-apa maksudmu?"

"Aku dengar aunty datang ke kota A mau mencari ayah Hanna."

"Astaga.... kenapa akhir-akhir ini kamu banyak bicara Nara. Kau tidak lihat ini sudah jam berapa?" Renata mengalihkan pembicaraan. Ia pura-pura sibuk merapikan buku Nara di atas meja.

"Ibu tidak merahasiakan sesuatu dariku kan?"

"Yang jelas berkat kematian ibu Hanna, kita bisa melunasi hutang dan rumah ini masih bisa kita tempati."

"Dan aku bisa menggunakan motor ke sekolah." kata Nara menimpali perkataan ibunya dan bersamaan itu mereka tertawa.

🔹🔹🔹🔹🔹🔹

Angin mendesir menggoyangkan beberapa pohon hingga tega menjatuhkan beberapa helai daun yang masih ingin menggantung di ranah sang ranting. Daun berjatuhan dan berserakan di jalanan. Hanna mempercepat langkah kakinya. Awan sejak tadi sudah gelap.

"Apakah akan turun hujan? Hujan yang turun apakah membawa pesan atau tidak, angin yang berhembus apakah membawa kenangan atau tidak?" Itulah yang ada di dalam benak Hanna saat ini.

Dan benar saja, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Dingin semakin menusuk tulang. Hanna sejak tadi sudah berteduh di halte. Di bawah halte, bersama dengan beberapa orang yang mungkin tidak sengaja berteduh. Tiupan angin semakin kencang. Hujan semakin bertambah deras. Halte yang penuh dengan orang yang berdesak-desakkan membuat Hanna tersisihkan hingga ke pinggir halte membuat sebagian tubuhnya terkena percikan rintik hujan yang terbawa oleh angin yang berhembus kencang. Jalanan yang basah mengotori sepatu sekolahnya.

Disaat Hanna sedang menunggu hujan reda, terlihat sosok pria bertubuh tegap berdiri persis di sampingnya. Pria itu menyapa Hanna.

"Kau sekolah di st Loius?" Ucap pria itu melirik sekilas atribut sekolah yang di tempel di sebelah kiri lengan Hanna.

Hanna menatap sekilas pemuda berjaket hitam di sebelahnya. Sebelum dia kembali terfokus pada jalanan di depannya. Suara hujan, deru kendaraan dan ciptratan air seolah mengisi seluruh pendengarannya.

"Jangan melamun terus, lebih baik kita langsung ke sekolah saja. Kau bawa payung kan?"

Hanna sekali lagi melirik pria di sebelahnya. tapi pria itu sendiri tidak sedang melihatnya. Hanna tersenyum sopan kepada pria itu, walau ia tau senyumannya tak terlihat oleh pria itu. Setidaknya dia sudah berusaha bersikap sopan atas perhatian pemuda itu.

"Bagaimana kalau kita berangkat bersama menggunakan payungku. Tujuan kita sepertinya sama. Aku juga sekolah di St Louis." Ucap pria itu menawarkan diri.

Kali ini, tatapan mata mereka bertemu, mata coklat pria itu seolah menarik Hanna untuk mendekat. Matanya tersirat serius dengan mimik wajah yang ramah. Bagi Hanna itu adalah tatapan terindah yang dilihatnya.

Hanna mengangguk dan pria itu bergegas membuka payungnya dan memberikan kepada Hanna. Pria itu melangkah keluar dari tempatnya berteduh dan menerobos hujan. Langkah kakinya terkena genangan air dan mengenai rok sekolah Hanna.

"Kau..?" napasnya tertahan setelah menanyakan pertanyaan yang bahkan belum selesai diucapkannya.

"Aku suka hujan, aku akan di sini sedikit lebih lama. Kau Yohanna Kate kan? Namaku Albert Kanisius." Albert tersenyum di sana.

Hanna yang pada saat itu ingin marah. Namun saat melihat senyum pria itu, sepertinya Hanna tak berani untuk marah. Dan senyuman itu masih menghiasi wajahnya. Hanna langsung cepat memberikan payung itu kepada lelaki bernama Albert itu.

"Kau suka hujan?" Tanya Nara.

"Hmm. Aku suka hujan." Ucap pria bermata coklat itu dengan antusias.

"Semoga besok hujan turun lagi." ucap Hanna tersenyum. Ia sesekali melihat ke arah pria itu. Mereka berjalan bersama di bawah payung yang sama.

"Kau mengenalku?" Tanya Hanna setelah beberapa saat mereka terdiam.

"Hmmm. Tentu saja. Siapa yang tidak mengenalmu. Kau anak pindahan dari sekolah St Maria kan?"

"Iya. Aku pindahan dari sekolah St Maria."

"Aku mengenalmu sejak kau mengikuti olimpiade.

"Ohhhh...." Ucap Hanna mengangguk tanpa mengeluarkan suara.

Mereka tiba di depan pagar sekolah St Louis.

"Kau masuklah dulu. Aku masih menunggu teman di sini." Kata Albert tersenyum.

Hanna menganggukkan kepalanya. Ia melangkah berjalan menuju kelasnya dan melupakan payung yang dipakainya.

"Hanna, tumben bawa payung?" Ucap salah satu teman sekelas Hanna saat berpapasan dengan Hanna. Hanna hanya tersenyum lebar mendengar pertanyaan dari temannya.

"Kata orang hujan itu membawa berkah. Katanya saat hujan turun, doa kita akan terkabul. Jadi, apakah hujan itu menyenangkan juga?" Batin Hanna sembari tersenyum dan terus berjalan menuju kelasnya.

Sepersekian detik, Hanna menyadari sesuatu.

"Astaga payung ini?" ia merutuki kebodohannya. Bagaimana ia bisa lupa mengembalikan payung ini. Hanna kembali menemui pria itu untuk mengembalikan payung pria itu.

.

.

BERSAMBUNG

^_^

Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍

Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.

^_^

1
🌠Yona Yona🌠
semangat
🌠Yona Yona🌠
jadi ingat masa masa di sekolah dulu
dulunya hanya coretan baju doang...eh pulang pulang ke rumah kena marah enyak gue.... pokoknya paling suka jaman jaman sekolah dulu 😍
🌠Yona Yona🌠
semangat
🌠Yona Yona🌠
aku suka aku suka
Cheryl Emery
penasaran
Cheryl Emery
ngapain Levi ngajak ketemuan ya 😃
Mona Seila ☑️
🥰🥰🥰🥰🥰
Mona Seila ☑️
Wah mantap levi, langsung tembak aja gak usah tunggu lagi
Cheryl Emery
tetap semangat Levi, tunjukan bahwa kamu bisa mengambil hati Hanna 😀😃
✨Margareth💫
lanjut dong Tamba seru
✨Margareth💫
semangat thor
Hosanna Feodora
up dong
Hosanna Feodora
🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Angela Catrine 💢
ayooooo semangat
Angela Catrine 💢
baca berulang-ulang gak bosan Thor
Briana Annette
semangat
Briana Annette
mantap thor
Magdalena💨
lanjut
Magdalena💨
Baru baca Uda update lagi author
suatu keberuntungan buat aku dah 😆
🎄Claudya🎄
kesal Dia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!