Dikhianati menjadikannya penuh ambisi untuk balas dendam.
Semua bermula ketika Adrian berniat memberi kejutan untuk kekasihnya dengan lamaran dadakan. Tak disangka, kejutan yang ia persiapkan dengan baik justru berbalik mengejutkannya.
Haylea, kekasih yang sangat dicintainya itu kedapatan bermesraan dengan pria lain di apartemen pemberian Adrian.
Dendam membuat Adrian gelap mata. Ia menjerat Naomi, gadis belia polos yang merupakan bekas pelayan kekasihnya.
Tadinya, Adrian menjerat Naomi hanya untuk balas dendam. Tak disangka ia malah terjerat oleh permainannya sendiri. Karena perlahan-lahan kehadiran Naomi mampu mengikis luka menganga dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : MARI KITA MENIKAH
Adrian menyandarkan punggungnya sembari menghembuskan napas kasar. Berharap amarah yang sedang membekuk hatinya segera menghilang. Namun, suara ketukan yang berasal dari kaca jendela mobil membuatnya kembali kesal.
“Ada apa lagi?” ketusnya membuka kaca jendela.
Bruno yang berdiri di samping mobil tersenyum penuh keraguan, apa lagi saat membaca wajah kesal tuannya. Tatapan tajam yang selalu berhasil membuat tubuhnya meremang. “Tuan, kenapa Anda tidak mengajak Nona Naomi? Apa Anda sengaja meninggalkannya?”
“Naomi?”
Seketika Adrian tersadar. Menoleh ke belakang dan melihat Naomi berdiri mematung dengan wajah sedih.
“Bagaimana bisa aku melupakannya?”
Adrian cepat-cepat turun dari mobil dan menghampiri Naomi. Tanpa kata langsung merangkul bahu wanita muda itu dengan posesif, membuat Naomi mendongak untuk menatap wajah Adrian.
“Dengar manusia tidak berguna, kamu sudah tidak punya hak atas adikmu ini. Aku sudah membelinya dari Madam Leova. Jadi kalau masih berani mengganggunya, maka kamu akan mendapat luka yang lebih parah dari ini!” ancam Adrian bersungguh-sungguh.
Ia hanya melirik pria menyedihkan itu sekilas, sebelum akhirnya membawa Naomi menuju mobil.
Sementara Ken masih bersusah payah bangkit. Serangan Adrian tadi seakan sanggup melumpuhkan syaraf motoriknya.
Namun, tak ada yang dapat ia lakukan selain menatap sebuah mobil mewah yang baru saja melaju, dengan pertanyaan yang memenuhi benaknya.
Siapakah pria sombong dan arogan yang membawa pergi adiknya?
.
.
.
Setibanya di penthouse.
Adrian duduk sambil menatap Naomi yang sedang mendapat perawatan dari dokter. Adrian sengaja meminta Dokter Celena, yang merupakan dokter pribadi keluarganya untuk datang dan mengobati lebam di wajah Naomi.
“Lukanya tidak parah, kan?” tanya Adrian ingin memastikan.
Sang dokter tersenyum ramah. “Ini hanya lebam. Dalam beberapa hari akan hilang.”
“Pastikan sekali lagi! Tadi dia berdarah.”
“Itu karena ada sobekan kecil di kulit bibir bagian dalam, makanya berdarah. Aku akan resepkan obat.”
Namun, jawaban dokter itu tak serta Merta membuat Adrian lega sepenuhnya. “Baiklah, kali ini aku percaya padamu. Tapi kalau ada apa-apa, aku akan menghubungimu lagi.”
“Jangan khawatir. Tidak ada yang serius.” Wanita itu menatap Naomi dan memeriksa beberapa bagian tubuhnya.
Setelah memastikan segalanya berjalan sesuai harapan Tuan Adrian, sang dokter berpamitan pulang. Bruno mengantarkan dokter cantik itu keluar.
“Terima kasih atas bantuannya, Dokter.” Bruno membungkukkan kepala hormat.
Bukannya segera pergi, Dokter Celena malah melirik ke dalam demi memastikan keadaan aman. Kemudian menarik lengan Bruno.
“Siapa gadis itu? Kenapa Adrian membawanya ke mari?” tanyanya seolah mendesak, membuat Bruno gelagapan.
“Saya tidak tahu, Dokter!” jawab Bruno seraya menggaruk kepala.
“Tidak mungkin kamu tidak tahu! Kamu hampir seharian bersamanya. Lalu ke mana Haylea? Bukannya dia tinggal di sini?”
“Tuan sudah memutuskan hubungan dengan Nona Haylea.”
Sontak jawaban Bruno membuat kelopak mata Dokter Celena melebar. “Apa? Memutuskan hubungan? Itu kan tidak mungkin?”
“Memang apa yang tidak mungkin bagi Tuan Adrian Marx,” ucap Bruno dalam hati.
“Apa Haylea melakukan kesalahan sampai Adrian memutuskan hubungan?”
“Saya juga tidak mengetahui masalahnya, Dokter. Kenapa Anda tidak tanya sendiri pada Tuan. Dokter kan sepupunya.”
Dokter Celena memutar bola matanya dengan kesal. “Menurutmu apa aku berani bertanya hal pribadi seperti itu padanya?”
“Hehe ...” Bruno terkekeh, memamerkan deretan gigi putihnya. “Anda saja yang sepupunya tidak berani, apalah saya yang hanya sopir pribadi.”
"Huh, dasar penakut!"
Tak ingin membuang waktu, wanita itu beranjak meninggalkan gedung apartemen super mewah itu.
Bruno menutup pintu setelah Dokter Celena menghilang di balik pintu lift. Kemudian melangkah masuk untuk memastikan segalanya baik-baik saja.
Saat akan memasuki ruang tengah, ia terpaku di tempat. Bruno pasti tidak akan percaya dengan apa yang dilihatnya jika tidak melihat sendiri.
“Wah, pengaruh Nona Naomi luar biasa. Tuan tidak pernah mau menyentuh kaki orang lain apa lagi sampai memijatnya. Aku ingin sekali memotretnya sebagai koleksi langka,” gumam Bruno dalam hati. Tetapi tentunya, ia tak akan berani melakukannya.
“Tapi bagaimana pun juga, aku lebih mencintai gajiku dari pada moment ajaib ini.”
“Hey, Tuan Adrian. Apa Anda sudah jatuh cinta pada Nona Naomi? Tapi rasanya tidak mungkin. Apa secepat itu tuan berpindah ke lain hati?”
.
.
.
“Apa ini masih sakit?” Tangan Adrian mengulur mengusap pelan ujung bibir Naomi, yang memerah oleh jejak yang ditinggalkan kakaknya.
Naomi menjawab dengan anggukan kepala. Bukan luka pada fisik yang membuatnya sedih, melainkan luka pada hatinya.
Dipukul oleh Ken bukanlah hal baru baginya. Dulu, saat masih tinggal bersama, Naomi tidaklah diperlakukan layaknya seorang adik oleh kakak laki-lakinya, melainkan dijadikan sandsack latihan tinju. Naomi mungkin hanya tinggal nama jika saja tidak ditolong oleh seseorang, sebelum akhirnya dijual pada Madam Leova.
“Apa dia kakak kandungmu?”
Lagi, Naomi mengangguk. Membuang pandangan ke arah lain demi menyembunyikan kepedihan hati yang terlihat dalam pancaran matanya.
“Kalau dia kakak kandungmu, kenapa dia memperlakukanmu seperti ini?” Adrian merasa heran.
Ia terdiam beberapa saat. Menunggu hingga perasaan yang seperti menusuk hatinya tanpa ampun itu berkurang. “Aku penyebab ibu meninggal.”
“Apa yang terjadi pada ibumu?”
Naomi hanya menjawab dengan gelengan kepala. Kenangan masa lalu terlampau menyakitkan baginya, hingga memilih diam.
"Baiklah, aku tidak akan memaksa. Ngomong-ngomong ... apa kamu mau selamat dari kakakmu?"
Naomi menatap Adrian yang duduk di hadapannya. “Apa ada cara untuk bebas darinya selain membunuhnya?”
“Tentu saja ada. Aku ada tawaran menarik untukmu.”
“Tawaran menarik apa?” tanya Naomi polos.
Adrian menarik napas dalam sebelum berkata, “Menikah denganku! Aku akan melindungimu dari jangkauan kakakmu.”
Untuk beberapa saat, Naomi seperti kehilangan akal sehatnya. Bagaimana bisa ada pria yang begitu santai mengajak menikah.
Padahal mereka baru bertemu beberapa hari lalu. Bahkan kesan pertama yang didapat Naomi dari pertemuan pertama dengan Adrian sangat buruk.
"Aku tidak mau menikah dengan maniak se*ks sepertimu!" jawab Naomi mantap.
Rasanya Adrian ingin menggigit bibir mungil kurang sopan milik Naomi.
Berani sekali dia mengatakan aku maniak se*ks!
.
.
.