Miranda adalah seorang jurnalis wanita berusia 29 tahun di sebuah majalah sport di Toronto, Kanada. Impian sebagai seorang penulis buku dia hentikan setelah bertemu Jeff, kekasihnya. Selama dua tahun mereka tinggal bersama, Jeff dengan teganya berselingkuh dan membuat Miranda jatuh di titik terendah hidupnya.
Di saat kegalauan itu datang, Miranda diperintahkan atasannya untuk kembali menulis buku. Sebuah buku biografi dari mantan atlet nasional rugby yang kini menjadi seorang pelatih terkenal bernama Rick. Pria berusia 51 tahun yang baru kehilangan istri yang dicintainya karena kanker.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biran ASMR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
Rick berada di taman yang sangat indah. Pepohonan begitu rindang dan bunga-bunga bermekaran. Dia merasakan kedamaian di taman itu. Anak-anak kecil pun berlarian dengan gembira.
"Rick," suara halus seorang wanita membuat Rick berbalik. Suara itu, suara yang sangat amat dia rindukan.
"Rachel?" ucap Rick sambil memperhatikan seorang wanita cantik bergaun putih mendekatinya. Sosok itu adalah Rachel duapuluh tahun lalu, muda dan berambut hitam panjang bergelombang dengan gaun pengantinnya dulu saat mereka mengucap janji.
"Rick,"
Rachel mendekat dan Rick memeluk tubuh isterinya dan menangis karena rindu. "Akhirnya kau datang. Aku sangat merindukanmu!"
"Rick, aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan selalu ada di hatimu," balas Rachel lalu melepaskan pelukan Rick.
Mereka saling beradu pandang. "Rick, aku ingin kau hidup bahagia. Kau pantas mendapatkannya," ucap Rachel. "Hiduplah bahagia dengan seseorang yang akan menemanimu selamanya," lanjutnya.
Rick menunduk. Lalu Rachel memegang pipi Rick dengan lembut dan perlahan Rachel menghilang.
***
'DZIG!'
Tubuh Rick terpental setelah alat pacu jantung ditempelkan di dadanya.
"Detak jantungnya kembali!" teriak Dokter.
"Cepat persiapkan prosedur operasi!"
"Baik dok!" balas para perawat.
Operasi dimulai terlihat dari lampu berwarna merah yang menyala di ruangan tempat dimana Rick berada. Tepat setelah Rick tak sadarkan diri, Miranda langsung menelepon telepon darurat dan tak sampai sepuluh menit mobil polisi dan ambulance datang.
Miranda duduk dengan gelisah. Air matanya masih mengalir dan tangannya yang berlumuran darah Rick sudah mulai mengering.
"Miranda!" teriak Nat yang berlari menghampirinya.
Miranda berdiri dan berhamburan memeluk Nat. "Nat! Rick!" tangisannya semakin menjadi
Nat mengusap punggung Miranda. "Tenanglah, dia pasti selamat!"
Nat membawa Miranda duduk kembali sambil terus mengusap punggungnya.
"Pencuri itu masuk dan... aku dan Rick keluar dari kamar. Rick menyerang mereka tapi akhirnya pencuri itu.. dan Rick..." Miranda terbata-bata menjelaskan dengan keadaannya yang masih shock.
"Sudahlah. Tenangkan dirimu dulu. Polisi sudah memeriksa CCTV di rumah Rick. Mereka akan segera menemukan para pelakunya," kata Nat.
Satu jam kemudian operasi selesai dan Rick sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Untungnya luka tusuknya tidak sampai ke organ dalamnya. Hanya saja Rick sudah mengeluarkan banyak darah, itu yang membuat kondisinya sempat kritis.
Nat dan Miranda sudah ada di ruangan dengan Rick yang terbaring dan selang di sana-sini.
"Miranda, bersihkan dirimu dulu. Aku membawakanmu baju," Nat menyodorkan tas karton yang di bawanya dari mobil.
Miranda menuruti apa kata Nat. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri dari darah Rick yang mengering. Hari ini sungguh melelahkan baginya. Satu hal yang dia sadari, dia tidak ingin kehilangan Rick.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Miranda membalut lehernya dengan perban dan keluar dari kamar mandi. Hari sudah pagi dan matahari sudah bersinar terang. Miranda duduk di kursi di samping Rick terbaring.
Nat berdiri. "Aku harus pergi ke stadion untuk mengabarkan ini pada para atlet. Hari ini mereka tetap harus latihan,"
"Baiklah. Aku akan di sini," kata Miranda.
"Hm.. nanti sore aku akan kembali. Telepon aku jika sesuatu terjadi," akhirnya lalu menghilang di balik pintu.
Miranda kembali memperhatikan Rick yang masih tak sadarkan diri. Perlahan dia meraih telapak tangan Rick dan memegangnya. Sesaat dia membandingkan telapak tangan yang lebih besar dari telapak tangannya, lalu dia menggenggam tangan itu. Hangat.
Apakah aku mencintaimu? Rick? Bolehkah? Ucapnya dalam hati.
Rasa kantuknya mulai muncul setelah semalaman dia tidak tidur sama sekali. Miranda menempelkan kepalanya di atas ranjang di samping tubuh Rick. Dia tertidur dengan tangan yang masih bertautan.
Entah berapa jam tak sadarkan diri, kini Rick membuka matanya perlahan. Nyeri di punggungnya masih dia rasakan tapi saat dia ingin meraba bahunya, tangannya terkunci oleh tangan Miranda. Jari jemari mereka saling bertautan. Rick tak melepaskan genggaman itu.
Rick menoleh dan menatap puncak kepala Miranda yang tertidur di sampingnya. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya hingga sampai di dadanya. Dia merasakan kehangatan yang tak biasa.
Kemudian dia teringat akan mimpinya bertemu Rachel yang mengingkannya untuk bahagia dan hidup bersama seseorang yang akan menemani selamanya.
Bolehkah aku mencintaimu? Miranda?
Ucapnya dalam hati.
Miranda bergerak dan Rick langsung mengalihkan pandangannya ke langit-langit. Miranda bangun dan melihat Rick yang telah sadarkan diri.
"Rick? Kau sudah bangun?" tanya Miranda dengan perasaan bahagia.
"Hemm.." balasnya lemah.
Segera dia memanggil dokter dan dokter pun datang untuk memeriksa keadaan Rick. Rick sudah lebih baik. Hanya tinggal menunggu sampai dirinya pulih. Setelah selesai memeriksa dan memberikan kabar gembira pada Miranda, dokter itu pun pergi.
"Syukurlah," ucap Miranda.
Rick tersenyum singkat. "Bagaimana dengan lukamu?"
Miranda meraba lehernya. "Sudah lebih baik, pendarahannya sudah berhenti tapi masih sedikit agak perih,"
"Periksakanlah pada dokter," saran Rick.
"Tidak usah, nanti juga akan sembuh!" elak Miranda.
"Periksa sekarang!" tegas Rick.
"Iya!" Miranda segera keluar dari sana dan mencari perawat. Huh! Bahkan di saat seperti ini, dia masih saja setegas itu!
Rick merilekskan tubuhnya di ranjang dan wajahnya dihiasi senyuman yang indah. Dia terlihat lucu jika ketakutan seperti itu! Haha..
Nat datang setelah mendengar kabar Rick telah sadar dari Miranda. "Oh Rick! Kau membuatku khawatir!"
Rick menoleh pada Nat yang duduk di sampingnya. "Hem... Nat, aku ingin minta maaf padamu,"
"Maaf? Untuk apa?" Nat bingung.
"Apa yang kau katakan benar. Aku membutuhkan seseorang untuk mengurusku dan menemaniku di sisa hidupku," kata Rick dengan tatapan yang menerawang.
Nat tersenyum dan dia mengerti apa maksudnya. "Ya. Kau pantas bahagia. Rachel pasti senang melihatmu bahagia,"
Rick tersenyum. Kini hatinya merasa lega. Dia siap untuk menghadapi masa depan bahagianya kini.
***
Keesokan harinya peralatan medis yang menempel di tubuh Rick sudah terlepas. Hanya tersisa selang infus. Rick pun sudah bisa duduk di ranjangnya meski gerakannya masih perlahan. Miranda mengurusnya dengan baik.
Para atlet asuhan Rick mulai berdatangan untuk menjenguk. Termasuk Thony. Dia membawakan makanan untuk Miranda juga.
Bentuk perhatian Thony padanya dia terjemahkan sebagai bentuk kasih sayang kepada seorang teman. Berbeda dengan Thony yang memang menyukai Miranda sejak awal bertemu.
Rick yang melihat cara Thony memandang Miranda merasa kesal dan tidak suka. Thony memiliki hal yang tidak dia miliki untuk mendapatkan Miranda, yaitu usia muda. Rick sadar itu dan itulah yang membuatnya ragu.
Setelah para atlet berkunjung saling bergantian, kini Rick bisa kembali beristirahat. Miranda duduk sambil menulis di laptopnya. Meneruskan kembali chapter yang terhenti.
"Sudah sampai mana buku biografiku?" tanya Rick.
Miranda menoleh. "Aku baru saja selesai chapter dua. Tinggal satu chapter lagi,"
"Well, kau bekerja dengan baik,"
Apa itu barusan? Dia memujiku? Miranda tersenyum senang.
"Apa yang akan kau tulis di chapter terakhir?" tanya Rick.
"Aku ingin menuliskan tentang apa yang akan kau capai di masa mendatang selain memenangkan pertandingan final nanti," jawab Miranda.
"Hem.."
"Apa rencanamu setelah memenangkan pertandingan nanti?" tanya Miranda.
Rick mulai berpikir. "Aku.. aku ingin mendirikan sebuah sekolah olah raga untuk anak-anak. Lalu berlibur keliling dunia bersama seseorang,"
Miranda memincingkan matanya. "Seseorang?"
"Ya.. aku membutuhkan seseorang untuk menemaniku selamanya dalam penuh suka cita," jawab Rick dengan tatapan menerawang.
Apa maksudnya? Apa dia berencana untuk menikah lagi? Dengan siapa???
♤♤♤
Rick.
Miranda.