Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang dulunya selalu diabaikan suaminya bereinkarnasi kembali kemasalalu untuk mengubah nasibnya agar tidak berakhir tragis. jika ingin tau kelanjutannya ikuti cerita nya,,!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon clara_yang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Angin sore menyapu rambut Keyla ketika mobil meninggalkan taman itu. Ia bersandar di kursi, memandangi pemandangan kota yang bergerak perlahan di balik kaca. Rasanya aneh… tetapi menyenangkan. Berbeda dari kehidupan sebelumnya, di mana setiap detik bersama Kenny terasa seperti diam di dalam ruangan dingin tanpa cahaya.
Sekarang… ada sesuatu yang baru.
Bukan cinta. Belum. Tapi ada tanda-tanda kecil yang nyaris tidak terlihat — seperti percikan api di malam gelap yang diam-diam mencoba menyala.
Kenny tampak berkonsentrasi pada jalanan, namun Keyla bisa melihat gerakan halus dari jemarinya yang mengetuk setir. Kebiasaan itu muncul ketika pria itu sedang memikirkan sesuatu dengan serius. Keyla tersenyum samar.
“Apa?” tanya Kenny tiba-tiba tanpa menoleh.
“Apa, apa?”
“Kamu tersenyum.”
Keyla mengangkat bahu. “Boleh, kan?”
Kenny tidak menjawab, tapi ada kilatan aneh di matanya saat ia melirik singkat ke arah Keyla. Seolah melihat Keyla tersenyum adalah sesuatu yang… jarang terjadi.
Dan memang begitu.
**
Setibanya di depan rumah keyla, Kenny menghentikan mobil dengan halus. Keyla membuka sabuk pengaman, tapi sebelum ia sempat turun, Kenny berbicara lagi.
“Keyla.”
“Hm?”
“Besok… makan siang. Jangan lupa.”
Keyla menahan tawa kecil. “Kamu sangat tidak ingin aku bilang tidak, ya?”
Kenny menggenggam setir. “Aku hanya ingin memastikan.”
Keyla membuka pintu mobil sambil tersenyum kecil. “Lihat nanti.”
Kenny tidak membalas. Tapi ketika Keyla melangkah turun dan menutup pintu, ia melihat pantulan kaca jendela — Kenny tersenyum tipis, nyaris tidak terlihat.
Itu cukup.
Keyla masuk ke rumahnya dengan hati yang sedikit lebih ringan.
**
Pagi berikutnya, matahari baru saja mengintip dari balik jendela kamar. Keyla sudah bangun sejak subuh. Ia duduk di depan meja rias, menatap bayangan dirinya di cermin.
Di kehidupan sebelumnya, ia selalu mencoba tampil sempurna untuk Kenny, berpikir bahwa semakin ia berusaha, semakin besar peluang cintanya dibalas. Namun di kehidupan kedua ini… ia tidak lagi melakukannya demi Kenny.
Ia melakukannya untuk dirinya sendiri.
sing hari,,,,
Keyla merapikan rambut, mengenakan blouse lembut berwarna biru langit, dan celana putih yang sederhana. Tampilan yang sedikit kasual tetapi tetap rapi. Anggun tanpa berlebihan.
Saat ia turun ke ruang makan, ibunya menghentikan aktivitasnya memasak.
“Keyla, kamu rapi sekali hari ini.”
Keyla tersenyum. “Ada janji.”
Ibunya mengangguk, ekspresi penuh harapan khas seorang ibu yang anaknya sedang beranjak dewasa. “Dengan Kenny?”
“Hm.”
Ibunya tersenyum lebih lebar, tapi Keyla tidak menjelaskan apa pun. Ia tidak ingin ada yang terlalu berharap. Masa lalunya mengajarkan bahwa harapan tanpa arah hanya membuat seseorang jatuh lebih keras.
Ponselnya bergetar.
Kenny: Aku sudah di depan rumah.
Keyla terbelalak kecil. “Hah? Cepat sekali.”
Ia mengambil tas dan bergegas keluar.
Begitu pintu rumah terbuka, ia melihat Kenny berdiri di samping mobil hitamnya. Ia tidak bersandar atau memainkan ponsel — ia benar-benar menunggu. Dengan tangan di saku dan wajah dinginnya yang khas.
Namun ada sesuatu yang berbeda. Entah apa.
“Kamu cepat sekali,” ujar Keyla sambil menghampirinya.
“Aku tidak suka terlambat,” jawab Kenny.
“Sama. Tapi kamu datang terlalu awal,” balas Keyla.
“Aku ingin memastikan.”
Keyla memutar bola mata. “Kamu suka memastikan banyak hal, ya.”
Kenny membuka pintu mobil untuknya. Lagi.
“Masuk.”
Keyla masuk, tetapi sebelum pintu ditutup, ia berkata pelan, “Kamu akan membuatku terbiasa kalau begini terus.”
Kenny terdiam sejenak. Tatapannya berubah… sedikit lebih lembut.
“Kalau itu membuatmu nyaman, tidak apa.”
Keyla langsung menunduk, menyembunyikan kejutan yang melompat di dadanya.
**
Perjalanan menuju restoran berlangsung dalam suasana hening, namun hening yang berbeda dari biasanya. Suara radio lembut, aroma kopi pagi dari kedai pinggir jalan, dan cahaya matahari yang masuk ke dalam mobil menciptakan suasana yang nyaman.
Kenny meliriknya beberapa kali sebelum akhirnya berkata,
“Kamu sering terlihat memikirkan sesuatu.”
Keyla menoleh. “Memangnya kamu bisa tahu?”
“Kamu menatap keluar jendela selama lebih dari tiga menit.”
Keyla tersenyum kecil. “Aku hanya… memikirkan hidup.”
Kenny mengernyit. “Ada masalah?”
Sungguh, ada banyak masalah.
Rahasia besar tentang kehidupannya yang diulang. Keinginan untuk menghindari kematian yang sama. Luka yang masih membekas dari masa lalunya. Tapi ia tidak bisa mengatakannya. Belum.
“Tidak,” jawab Keyla singkat.
Kenny menatapnya lama. “Kamu bohong.”
Keyla tersenyum. “Kamu tidak perlu tahu semuanya sekarang.”
Kenny diam. Tapi ekspresinya jelas terganggu oleh jawaban itu.
**
Mereka sampai di sebuah restoran kecil bernuansa hangat di pusat kota. Bukan restoran mewah tempat Kenny biasanya makan. Tempat ini lebih sederhana, dengan meja kayu cokelat dan aroma roti panggang yang memenuhi udara.
Keyla memandangnya heran. “Kenapa memilih tempat seperti ini?”
Kenny menarik kursi untuknya. “Kamu bilang suka tempat yang tenang.”
Kata-kata itu membuat dada Keyla bergetar pelan.
“You… remember?” gumam Keyla tak percaya.
Kenny duduk di depan. “Kamu yang bilang kemarin di taman. Aku tidak lupa.”
Keyla terdiam. Ia tidak menyangka Kenny memperhatikan. Tidak menyangka Kenny mendengarkan.
Pelayan menghampiri, mereka memesan makanan, lalu suasana hening kembali mengalun di antara mereka.
Namun kali ini, heningnya bukan jarak. Tapi ruang.
“Kenapa kamu berbeda?” tanya Kenny tiba-tiba.
Keyla tersentak. “Berbeda bagaimana?”
Kenny menatapnya lurus. “Dulu kamu mengikuti saja semua keinginan orang lain. Sekarang kamu… seperti punya dunia sendiri.”
Keyla menatap meja. “Mungkin karena aku sadar tidak ada gunanya berharap pada seseorang yang tidak pernah melihatku.”
Kenny terdiam. Sangat lama.
“Aku melihatmu sekarang,” ucapnya pelan.
Keyla tertegun.
“Bukan karena aku berubah,” lanjut Kenny. “Tapi karena kamu yang berubah.”
Keyla menelan ludah. “Kalau begitu, bagus.”
Kenny menggenggam tangannya. “Aku tidak ingin terlambat lagi.”
Jantung Keyla berdebar.
Untuk pertama kalinya, ia melihat sesuatu dalam mata Kenny — bukan ketertarikan, bukan cinta, tapi rasa takut yang sangat halus. Takut kehilangan sesuatu yang belum ia miliki sepenuhnya.
“Aku tidak berjanji apa-apa, Kenny,” ucap Keyla pelan.
“Aku tahu.” Kenny menatapnya dalam. “Tapi biarkan aku mencoba.”
Keyla menarik napas panjang, menatapnya, lalu berkata, “Baik. Kita mulai dari awal.”
Dan untuk pertama kalinya sejak hidupnya berulang… ia merasa keputusan itu benar.
**
Setelah makan siang, mereka berjalan keluar restoran. Angin siang berhembus pelan, membawa aroma roti dan bunga di depan toko kecil.
“Kemana sekarang?” tanya Kenny.
“Kamu punya waktu?”
“Untukmu, punya.”
Keyla tersenyum kecil. “Kalau begitu… jalan-jalan sebentar.”
Kenny mengangguk. Mereka berjalan berdampingan di trotoar, langkah perlahan, tanpa tujuan khusus.
Untuk pertama kalinya dalam dua kehidupan Keyla… Kenny benar-benar ada di sisinya.
Bukan sebagai tunangan yang berjalan lebih dulu tanpa menoleh.
Bukan sebagai pria dingin yang tidak pernah peduli.
Tapi sebagai seseorang yang mencoba.
Mungkin… ini awal dari sesuatu.
Sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan di kehidupan sebelumnya.
Sesuatu yang — jika ia berani mengakui — membuat hatinya sedikit takut, namun juga hangat.
Sebuah awal baru.
Sebuah jalan baru.
Dan mungkin… sebuah cinta baru yang perlahan tumbuh.