Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Izin mendekati
Mario tidak bisa berlama-lama di Bali. Ada panggilan pekerjaan dadakan yang mengharuskan dia balik ke kota J malam ini juga. Ia juga sudah memesan tiket malam agar besok pagi-pagi sekali dia bisa segera datang bekerja, dan sekarang sedang mencari adiknya untuk membicarakan hal ini.
Setelah berkeliling mencari adiknya, ia menemukan Aqeela. Cepat-cepat langkahnya mendekati mereka, namun samar-samar dia mendengar adiknya meminta pertanggungjawaban.
Emangnya mau tanggung jawab, saya akan bertanggungjawab. Itulah perkataan dua sejoli yang dia dengar.
Sebagai kakak kaget, ia mempercepat langkahnya ingin tahu maksudnya apa, ia takut adiknya di apa-apain.
"Tanggungjawab apa?" perkataan Mario penuh penekanan, sorot matanya sangat tajam menatap Vaughan.
"Bang Mario!" Aqeela terbelalak langsung berdiri menghampiri kakaknya. Dia meraih tangan Mario. "Bang ini tidak seperti yang Abang pikirkan Kok."
Dengan santai Vaughan berdiri di depan Mario. "Aqeela bilang gimana kalau dia jatuh cinta sama saya, tentu saya jawab 'saya akan bertanggungjawab' dengan artian saya akan mempertanggungjawabkan perasaan itu karena mungkin saja saya sudah tertarik sama adikmu."
Jawaban Vaughan membuat Aqeela terdiam, gadis itu menatap lekat laki-laki di depan kakaknya menuntut maksud dari perkataan dia.
Tatapan Aqeela dibalas lembut oleh Vaughan. "Jika kamu mengizinkan, saya izin mendekati Aqeela, bukan sebagai teman, sahabat, tapi sebagai seseorang yang serius ingin menjadikan Aqeela masa depan saya."
Deg.
"Kamu lamar aku?" seru Aqeela syok, ia menutup mulutnya dengan tangan tidak percaya laki-laki itu bicara seperti itu di depan kakaknya.
Lalu mata Vaughan beralih pada Mario. "Tapi jika kamu tidak mengizinkan saya dekati Aqeela, saya tidak akan memaksa, biarkan semuanya berjalan mengalir seperti air. Soal perasaan kita tidak pernah tahu, namun saya akui jika saya tertarik sama adikmu AQEELA NABILA SHAKI."
Mario masih belum menjawab, dia hanya memperhatikan cara bicara Vaughan terdengar tegas, serius, dan matanya menunjukan kejujuran. Wajah Vaughan malah mengingatnya pada seseorang, bedanya orang itu bertubuh gemuk dan berkacamata namun tidak dengan Vaughan.
"Kita bicarakan ini nanti, untuk sekarang gue harus bicara sama Aqeela, ada hal penting yang harus gue bahas bareng adik gue." Dia akan lebih dalam membahas hal itu nanti, untuk sekarang Aqeela lebih dulu.
"Saya paham. Jika kamu ingin bertemu dengan saya bisa datang ke ruangan yang .." lalu Vaughan menyebutkan tempat dimana dia bekerja, alias ruangan kerjanya.
"Baik."
Sejenak Vaughan melirik Aqeela, kemudian pergi dari sana meninggal keduanya.
"Bang. Ini seriusan gue di lamar orang?" Setelah Vaughan menjauh, ia baru buka suara. Duduk di kursi masih syok dengan yang terjadi barusan.
Mario menghela nafas, ia pun ikut duduk disampingnya Aqeela.
"Itu urusan nanti, Qeel. Sekarang lo harus tahu malam ini juga gue harus balik ke kota J."
"Loh, kenapa?" Aqeela mengernyit kaget. Setahunya sang kakak sedang mencari pekerjaan setelah lulus kuliah.
"Gue dipindahkan kerja Qeel, ke kantor pusat, dan gue di suruh datang besok pagi-pagi sekali jadi malam ini juga gue harus balik, tapi gue bingung dengan lo. Gue gak bisa ninggalin elo sendirian disini, lo balik ikut gue ya?" Ini yang sedang Mario pikirkan, dia tidak akan meninggalkan adiknya tanpa pengawasan dia.
"Terus soal tadi?" Aqeela mendadak kecewa, padahal ada rasa senang mengetahui sosok laki-laki begitu lantang meminta izin pada kakaknya untuk mendekati, ia merasa terharu seakan diperjuangkan dan seakan merasa dicintai.
"Laki-laki itu?" Aqeela mengangguk.
"Siapa namanya?"
"Gue juga gak tahu," jawab Aqeela lesu.
"Gimana sih lo, masa sering ketemu, sering gombalin dia gak tahu nama dia, aneh lo." Mario menggelengkan kepalanya, heran nengan cara kerja otak Aqeela.
"Hehehe, lupa."
"Intinya lo mau ikut gue balik atau enggak? Gue maunya lo ikutan balik karena gue gak mau lo lihat Alvaro sama Zira berduaan terus, gue takut lo makin sakit hati dan gue khawatir meninggalkan elo sendirian disini. Untuk sekarang gue gak percaya sama Alvaro dan Zira."
"Tapi ..." ada keraguan dalam hatinya, entahlah, Aqeela merasa berat meninggalkan Bali setelah mendengar tujuan Vaughan.
"Lo merasa berat ninggalin tempat ini karena laki-laki tadi?" tebak Mario menatap serius adiknya.
Aqeela mengangguk lesu.
Mario tersenyum, ia mengusap rambut Aqeela. "Itu tandanya hati lo udah terpaut sama dia, makanya lo merasa berat jauh darinya."
"Masa sih?"
"Qeel, dengerin Abang, gue gak akan melarang elo jatuh cinta sama siapapun itu, mau perjaka ataupun duda gue gak masalah asalkan jangan suami orang aja. Kalau hati lo udah suka sama dia dari awal bertemu mungkin itu cara Tuhan agar lo cepat move on. Gue akan memastikan sesuatu dulu tentang dia, dan jika kalian berdua ditakdirkan berjodoh dimanapun kalian berada, sejauh apapun jarak memisahkan pasti akan dipertemukan kembali. Sekarang lo ikut balik bareng gue ya?"
Aqeela mencerna setiap perkataan Mario, dia merenung sejenak, mungkin ada benarnya juga yang dikatakan Mario.
"Baiklah, gue ikut pulang bareng elo."
*********
Ruang kerja
"Lo ngusir gue lagi dari sini, Ghan?" tanya Dava heran.
"Ini ruangan gue, ruangan elo disebelah gue, sana ke ruangan lo!" usirnya seraya duduk di kursi kebanggaan.
"Gini banget jadi asisten lo, setiap dibutuhkan mendadak berubah profesi."
"Ngeluh? Mau gue potong gaji lo?"
"Eh enggak dong, gue gak ngeluh cuman mengutarakan perasaan aja." Dava membereskan beberapa dokumen penting tentang perhotelan.
"Ok, gue terima keluhanmu. Hmmm sepertinya gue akan balik ke kota J lagi, mengurus yang disana."
"Lo serius?" Dava langsung menyimpan dokumennya dan langsung berdiri di depan Vaughan.
"Kapan gue gak serius?"
"Ok, Bos. Maaf." Dava berdiri tegak memberi hormat, jabatannya bakalan naik. "Tapi gaji gue naik juga kan, Bos?"
Vaughan mencebik kesal. "Kerja dulu, Dava!!"
"Iya, iya." Balas Dava ngacir keluar ruangan.
Dan di luar Dava bertemu dengan Mario.
"Maaf."
"Iya, Mario?" tanya Dava. Sebelumnya Vaughan susah cerita soal Mario, seperti ini laki-laki yang dimaksud.
"Iya, saya, apa ada orangnya di dalam? Saya di suruh masuk ke ruangan ini." Mario belum tahu namanya, dia hanya di suruh menemui di ruangan itu.
"Pak Bos ada, silahkan saja masuk."
'Pak Bos?'
Selepas itu, meski ada pertanyaan dibenaknya, Mario pun masuk ke dalam ruangan.
Tepat dia membuka pintu, Mario masuk seraya memperhatikan sekelilingnya, matanya terpaku disuguhi pemandangan mengejutkan. Dimana tulisan nama Direktur utama Vaughan Alexander terpampang di meja kerja.
"Di-direktur utama?" Ia tak percaya akan bertemu secara langsung dengan orang yang nantinya akan menjadi atasan dia di kota J.
Vaughan keluar dari kamar mandi.
"Kamu sudah sampai?" ujar Vaughan berjalan menuju meja kerjanya.
"Kamu .. ka-kamu direktur?"