NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Pukul 02:45 dini hari.

Izhar masih belum bisa memejamkan matanya, ia sama sekali tidak mengantuk, sejak tadi pikirannya melayang, memikirkan dimana kah keberadaan Ratih saat ini dan apakah Ratih tidak merasa bersalah karena telah meninggalkannya.

Itulah yang Izhar pikirkan.

Izhar menoleh ke arah samping, dimana sosok istri yang baru dinikahinya tadi siang sedang tidur sangat nyenyak, dengan posisi membelakangi.

Di tengah-tengah mereka terdapat sebuah bantal guling yang menjadi pembatas antara keduanya, Ina lah yang meletakkan bantal guling itu, dia tak mau kalau Izhar melakukan sesuatu yang tidak di inginkannya.

Ketika melihat Ina, Izhar jadi ingat kejadian tadi saat dirinya membantu membukakan resleting gaun Ina. Izhar hampir tergoda untuk menyentuh gadis itu, padahal dia sendiri tak menyukai Ina, walaupun Ina kini adalah istrinya, hati Izhar masih terpaut pada Ratih.

Ina terlihat bangun dari tidurnya, seketika Izhar menutup matanya dan berpura-pura tidur.

Ina menoleh ke arah Izhar, melihat Izhar yang seperti orang tidur, Ina turun dari ranjangnya dan pergi keluar kamar.

Ina masuk ke kamar mandi untuk buang air, Izhar juga membuka matanya kembali setelah Ina tak ada di dalam kamar.

'Seperti inikah menikahi gadis yang masih sekolah?

Aku bahkan gak bisa menyentuhnya ataupun meminta hak ku, aku harus menunggu dia sampai dia lulus. Ya Allah... Kalau istri sekecil itu usianya, mau ikhlas pun sulit,' Izhar bergumam dalam hati.

Niat hati menikah adalah untuk melampiaskan syahwat kepada wanita yang halal untuknya, tetapi karena takdir membuatnya harus menikah dengan gadis beli yang masih sekolah, Izhar harus bersabar untuk mendapatkan hak nya. Belum lagi, Izhar dan Ina tidak saling mencintai, bagaimana mungkin itu dapat terjadi diantara mereka.

Semalam sempat terjadi obrolan yang berupa kesepakatan antara Ina dan Izhar sebelum tidur.

Ina meminta agar Izhar membiarkannya untuk tetap bersekolah hingga lulus, dan Ina juga ingin agar Izhar tidak meminta hak nya sebelum Ina lulus sekolah.

Karena Izhar merasa tak memiliki rasa apapun pada Ina, jadi dia menyetujuinya dan dengan percaya diri Izhar berkata, "NGGAK USAH KEPEDEAN, LAGIAN SAYA GAK NAFSU SAMA KAMU," ucap Izhar pada Ina dengan ekspresi dinginnya.

Tapi kenyataannya, Izhar bahkan menyesal telah mengatakan itu, karena dengan berkata seperti itu, Ina akan merasa sangat bebas dari tuntutan melayani Izhar soal nafkah batin.

Izhar menghela nafas berat jika ingat ucapan-ucapannya, terlalu ceroboh.

Ketika pintu kamar terbuka lagi, Izhar kembali berpura-pura tidur, Ina masuk ke kamar.

Ina melihat Izhar yang tidur tanpa selimut, sejak naik ke atas ranjang Izhar memang tidak memakai selimut. Ina pun mendekat ke arah Izhar dan berdiri di sampingnya.

"Dia kok gak pakai selimut ya? Padahal malam ini dingin, emangnya dia gak kedinginan? Oh iya gue lupa, dia 'kan manusia kulkas dua pintu, mana mungkin kedinginan!" Ina berbicara sendiri, niat hati ingin menyelimuti Izhar, tetapi batal karena menurutnya Izhar yang bersifat dingin itu tidak membutuhkan selimut, cocok dengan sifatnya.

Ina melengos menjauh dari Izhar dan naik kembali ke tempat tidurnya, lalu memejamkan mata.

Izhar membuka mata, menoleh perlahan ke arah Ina, gadis itu membelakanginya lagi.

'Omongannya itu memang gak pakai filter, sifatku memang dingin, tapi kalau soal tubuh ya beda lagi. Dasar gadis bar-bar, ibadah sedikit kek sama suami, selimutin gitu!' Izhar bersungut dalam hati pada istrinya.

Dia kesal karena Ina menyamakan fisiknya dengan sifatnya.

Kekuatan dari menggerutu itu berhasil membuat Izhar mengantuk, perlahan lelaki yang berprofesi sebagai Dokter itu tertidur juga.

Adzan subuh berkumandang dengan merdunya, Bu Aminah terbangun lebih dulu.

Ponsel Izhar berdering, alarm yang sudah di set nya berbunyi untuk membangunkan. Izhar yang selalu taat dalam beribadah, tak pernah mau kelewat shalat barang sekali pun, dia akan selalu menyempatkan dirinya untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam.

Mata Izhar terbuka, sangat berat karena tidurnya hanya sebentar. Namun, Izhar tetap bangun, berjalan dengan mata yang sedikit teler keluar dari kamar dan masuk kamar mandi.

Hanya beberapa menit saja, Izhar sudah keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk.

Izhar melaksanakan shalat subuhnya sendirian di kamar, sedangkan Ina masih nyenyak.

Setelah shalat, Izhar geleng-geleng kepala saat melihat istrinya yang masih saja nyenyak, "Dia kayaknya agak sulit kalau di ajak beribadah, tugas berat ini mah," ucap Izhar pelan.

Izhar sangat tahu kewajiban sebagai seorang suami, yang harus bisa membimbing istrinya dalam beribadah. Karena kalau gagal, maka suami lah yang akan mendapat hukuman dari Tuhan.

Izhar mendekat pada Ina, tangannya menyentuh bahu Ina, "Hei, bangun," ucap Izhar datar.

Ina yang memang sangat sulit di bangunkan sejak dulu oleh Ibunya, tidak bereaksi sama sekali ketika di bangunkan oleh Izhar, dia tetap terlelap dalam tidurnya.

Hal itu membuat Izhar kesal, Izhar lalu mencapit hidung Ina agar gadis itu merasa sulit bernafas.

Perlahan, kening Ina mengkerut, tidurnya terganggu, Izhar terus mencapit hidungnya tanpa mau melepaskan.

Ina sungguh terganggu, mulutnya terbuka, karena hidungnya tidak dapat menghirup nafas, tangan Ina berusaha melepaskan tangan jahil Izhar dari hidungnya, tetapi Izhar malah semakin menekankan capitannya.

"Hmmm... Gue gak bisa nafas!" umpat Ina dengan mata terpejam, tangannya memukuli tangan Izhar.

Mata Ina pun terbuka lebar kemudian, barulah dia melihat siapa yang berani mengganggu tidurnya itu.

Ekspresi datar dari suaminya itu menambah kesal Ina, dia pun menepis tangan Izhar dari hidungnya.

"Om kurang kerjaan banget! Ngapain ganggu orang yang lagi tidur?!" Ina bangun dan mengomel.

"Gimana gak gangguin kamu, subuh sudah hampir berlalu, sedangkan kamu masih tidur nyenyak, ya jelas saya ganggu." Jawab Izhar datar.

"Tapi gak harus tutup hidung aku juga kali Om, kalau aku mati gimana?!"

"Ya di kubur, masa iya di lempar ke laut."

Ekspresi Izhar tetap datar, dia tidak menunjukkan ekspresi candaan atau semacamnya.

"Nggak lucu!" bentak Ina.

"Gak ngelucu juga."

Izhar berlalu dari hadapan Ina tanpa rasa bersalah sama sekali, dia bahkan tak meminta maaf pada Ina.

"Hish! Dasar manusia kulkas!" umpat Ina pada Izhar.

Walaupun Izhar mendengar umpatan Ina, namun dia tak peduli, dia pura-pura tuli dan keluar dari kamar.

Ina keluar dari kamarnya dengan terus bersungut-sungut, menyesal karena telah menikah dengan lelaki kaku seperti Izhar.

Izhar pergi ke dapur untuk mengambil air minum, disana telah ada Bu Aminah yang tengah menyiapkan ikan-ikan yang akan di jualnya ke pasar hari ini.

"Eh, Nak Iz, ada perlu apa?" tanya Bu Aminah.

"Ah, nggak, saya cuma haus pengen minum," jawab Izhar.

"Oh, itu ada di atas meja air minumnya, ambil saja."

Izhar mengambil gelas dan menuangkan air putih ke dalam gelas, lalu duduk di meja makan.

Izhar meneguk air minumnya sambil memperhatikan Bu Aminah yang tengah bersiap-siap.

"Ibu sedang apa?" Izhar memberanikan diri bertanya pada mertua dadakannya itu.

"Siapkan ikan untuk dijual di pasar," jawab Bu Aminah dengan senyum ramah.

"Ibu penjual ikan? Saya baru tahu."

"Benar, saya berjualan ikan sejak Ayahnya Ina meninggal, dengan uang tabungan yang dikumpulkan sedari Ayah Ina masih ada, saya berjualan untuk bisa terus menafkahi anak-anak saya."

"Anak-anak? Memangnya Ibu punya berapa anak?"

"Dua, dua-duanya anak perempuan. Hanya saja Kakaknya Ina sudah menikah dan tinggal di Medan bersama suaminya, saya hanya tinggal berdua bersama Ina saja sejak dia menikah."

Izhar mangut-mangut, dia memang tidak tahu latar belakang Ina, karena baru mengenalnya. Dia pikir Ina adalah anak tunggal, tapi rupanya Ina memiliki seorang kakak.

Dan Izhar pun baru tahu kalau Ibunya Ina adalah seorang penjual ikan di pasar, dia pikir kehidupan Ina tidak sesusah itu.

"Nak Iz," Bu Aminah mendekat.

Izhar menoleh, "Ya?" jawabnya.

"Saya minta maaf soal Ratih, demi Allah kami sebagai keluarganya tidak tahu menahu tentang apa yang si rencanakan Ratih. Malam hari sebelum dia kabur, dia tidak menunjukkan gelagat aneh, semua terlihat normal bahkan dia terlihat bahagia. Kami tidak menyangka kalau Ratih akan melakukan tindakan yang diluar dugaan kami dan kami pun tidak tahu kalau dia akan melarikan diri dari pernikahannya." Bu Aminah meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan oleh adiknya, dirinya merasa sangat malu atas kelakuan sang adik yang tak tahu diri itu.

Izhar tidak langsung menjawab, dia terdiam selama beberapa saat, ketika nama Ratih disebut, dia merasa ada sebuah pisau yang mengiris hatinya, terasa sakit.

"Saya gak mau membahas tentang dia lagi, Bu. Saya mungkin bisa melaporkan tindakannya kepada polisi dan menjebloskan dia ke penjara. Tetapi sayangnya, saya bukan orang yang bisa berbuat setega itu, saya memilih untuk ikhlas dan mencoba melupakan yang terjadi. Saya nggak mau menyiksa diri saya dengan terus mengingat orang yang gak pernah menginginkan saya." Tutur Izhar, luka hatinya akibat Ratih terlalu dalam, tetapi Izhar tidak mau menempuh jalur hukum demi orang tua Ratih yang sudah renta.

Bu Aminah merasa sangat malu, Izhar lelaki yang sangat baik, tetapi Ratih terlalu bodoh telah meninggalkan lelaki sebaik Izhar.

"Nak, saya minta maaf karena telah menunjuk Ina sebagai calon pengantin pengganti untuk Nak Iz. Saya tahu mungkin ini tidak seharusnya, karena seharusnya keluarga kami memberikan seorang wanita yang dewasa bukan anak kecil seperti Ina. Tapi, tolong bimbinglah Ina menjadi wanita yang dewasa, yang bisa menjadi istri yang baik untuk Nak Iz, saya yakin Ina itu bisa menjadi istri yang baik, walaupun Ina masih sangat labil."

Bu Aminah tahu Izhar kecewa karena telah diberikan calon istri seorang gadis belia yang belum mengerti apa-apa, tapi itu semua dilakukannya karena memang tak ada pilihan lain, hanya Ina yang dapat menggantikan Ratih.

"Sudahlah, Bu. Saya nggak mau membahas sesuatu yang gak perlu dibahas, saya ikhlas, semoga saja rumah tangga kami bisa berjalan dengan baik."

"Aamiiin."

Bu Aminah dan Izhar mengobrol banyak hal, Izhar bersikap normal pada Bu Aminah, tidak seperti pada Ina yang selalu bersikap sedingin kulkas.

Setelah puas mengobrol dengan Bu Aminah, Izhar masuk ke kamarnya untuk tiduran, karena dia mengambil cuti seminggu dari pekerjaannya, maka dia akan memanfaatkan waktunya untuk tidur seharian itu.

Saat Izhar masuk ke dalam kamar, secara tak sengaja Izhar melihat Ina hanya mengenakan handuknya, sedang memakai lotion di depan meja rias.

'glek'

Lagi-lagi Ina membuat suaminya kesulitan menelan ludah, walaupun sebenarnya Ina tidak menyadari kalau Izhar tengah memperhatikannya.

Ketika Ina menoleh pada cermin, barulah dia sadar

kalau Izhar berdiri di pintu kamar sedang menatap dirinya.

"Aaaaaa....!!!" Jerit Ina sambil berlari ke arah ranjang, mengambil selimut dan menutupi tubuhnya.

Izhar terkejut mendengar jeritan dari Ina, takut disangka melakukan kejahatan oleh ibu mertuanya.

"Om cabul! Gak sopan!" Ina mengumpat pada Izhar.

"Cabul apanya? Saya nggak ngapa-ngapain kamu kok, kamunya aja yang sembarangan berpenampilan seperti itu, padahal tahu kalau kita sekamar!" jawab Izhar marah, tak suka dibilang cabul oleh istrinya.

"Ya harusnya Om ketuk pintu dulu kalau mau masuk, jangan asal nyelonong aja, itu namanya gak sopan!"

"Ngapain harus ketuk pintu? Saya berhak masuk kamar kamu setelah kamu saya beli dengan mas kawin!"

Izhar tak mau kalah bicara dari Ina, menurutnya Ina tak bisa terus dibiarkan berkata-kata yang tidak sopan padanya, mengingat statusnya saat ini adalah suami Ina yang harus di hormati.

"Om memang nyebelin!"

"Terserah, siapa suruh kamu mau nikah sama saya?"

"Aku juga gak mau nikah sama Om, aku terpaksa gantiin Tante Ratih, kalau dia gak kabur, mana mungkin aku mau!"

Izhar kesal sekali pada gadis itu, sehingga membuatnya naik ke tempat tidur dan tiduran dengan posisi telungkup, dengan sebuah bantal di letakkan di atas kepalanya, kedua sisi bantal ditutupkan ke telinga, agar tidak mendengar ocehan Ina lagi.

Ina yang sudah di cuekin suaminya, tak berbicara lagi, ocehannya sudah cukup untuk pagi itu. Ina lalu memakai seragam sekolahnya cepat, menyisir rambut dan keluar kamar membawa tas ransel miliknya.

"Na, kamu sebaiknya jangan sekolah dulu, kalau kamu sekolah, suami kamu gak ada teman di rumah," Bu Aminah meminta Ina agar tak masuk sekolah dahulu.

Ini adalah kali pertama Izhar berada di rumah mereka, tentunya Izhar membutuhkan teman selama Bu Aminah ke pasar.

"Biarin ah, males juga nemenin manusia kulkas kayak dia, Ina ngomong pun kayak gak di dengar sama sekali, buat apa nemenin dia kalau ujung-ujungnya cuma jadi radio butut!" Ina menolak menemani suaminya di rumah, lebih memilih untuk pergi sekolah saja.

"Tapi, kalau kita berdua pergi keluar, kasihan dia sendirian."

"Bodo amat ah, kalau dia gak betah 'kan dia bisa pulang ke rumahnya!"

"Ina!" bentak Bu Aminah, tak suka mendengar perkataan Ina yang tak sopan pada suaminya.

"Udah deh, Ina mau berangkat takut kesiangan." Ina meraih tangan Ibunya dan menciumnya takzim.

"Assalamu'alaikum." ucap Ina.

"Wa'alaikumsalam," jawab Bu Aminah.

Wanita itu geleng-geleng kepala saat melihat putrinya pergi sekolah dengan sepeda kesayangannya.

Bu Aminah juga pergi ke pasar dengan motornya.

Setelah keduanya pergi, tinggalah Izhar sendirian di rumah, pria yang dijuluki 'manusia kulkas' oleh istrinya itu terlelap dalam tidurnya, setelah sedikit ribut dengan Ina.

Izhar mendengkur, tidurnya sangat nyenyak, sehingga tak tahu kalau istri dan mertuanya pergi dari rumah.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!