Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa
Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.
Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.
Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sampai di Kota Caocao
Sha Nuo menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Setelah keterkejutannya mereda, ia menoleh lagi ke arah Boqin Changing dengan sorot mata yang kali ini jauh lebih serius.
“Kalau begitu…” katanya pelan. “Bagaimana kalau kita menguji artefak itu sekarang saja? Kita bisa langsung sampai ke tujuan kita.”
Boqin Changing akhirnya menoleh. Tatapannya singkat, tenang, namun cukup untuk membuat Sha Nuo menutup mulutnya sendiri.
“Tidak,” jawabnya datar. “Artefak itu memiliki jeda pemakaian. Jika kita menggunakannya sekarang, kita baru bisa menggunakannya kembali sebulan kemudian.”
Sha Nuo terdiam sejenak, lalu matanya menyipit. Detik berikutnya, ia mengangguk pelan.
“Ah… jadi begitu maksudmu,” gumamnya. “Disimpan untuk saat yang benar-benar penting.”
Ia tidak melanjutkan topik itu lagi. Bukan karena kehabisan rasa ingin tahu, melainkan karena ia paham, jika Boqin Changing sudah mengambil keputusan, membahasnya lebih jauh hanya akan membuang napas.
Keduanya pun melanjutkan perjalanan, terbang lurus meninggalkan wilayah Kashgar, menuju arah ke Kota Caocao. Kota yang sedari awal memang menjadi tujuan utama mereka.
Beberapa hari berlalu di udara terbuka. Mereka terbang melintasi pegunungan, sungai besar, dan wilayah-wilayah lain tanpa banyak bicara. Hari ini, siluet tembok raksasa akhirnya tampak di kejauhan. Kota Caocao.
Kota itu jauh lebih besar dibanding Kashgar. Dindingnya menjulang tinggi. Namun karena hari sudah larut, Boqin Changing tidak berniat melewati gerbang pemeriksaan.
Ia memperlambat laju terbangnya.
“Kita masuk dari atas,” katanya singkat.
Sha Nuo mengangguk. Keduanya terbang tinggi di atas kota dengan sangat hati-hati, menahan aura mereka serendah mungkin agar tidak menarik perhatian orang-orang. Dari atas, Kota Caocao tampak seperti lautan cahaya, lentera-lentera merah, jalan utama yang ramai, dan bangunan-bangunan tinggi.
Mereka akhirnya mendarat di sebuah sudut kota yang sepi, di antara deretan bangunan gudang tua yang sudah lama ditinggalkan. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar, keduanya berjalan kaki menuju sebuah toko besar yang masih menyala terang meski malam hampir larut. Paviliun Teratai Naga.
Di depan toko, dua orang penjaga berdiri tegap. Aura mereka tidak lemah, jelas bukan penjaga biasa.
Sha Nuo melirik ke arah Boqin Changing sambil menyeringai kecil dalam hati.
"Sepertinya akan ada drama lagi…" pikirnya santai.
Namun dugaan itu langsung buyar. Begitu Boqin Changing melangkah mendekat, kedua penjaga itu terkejut. Mata mereka membelalak, lalu tanpa ragu mereka langsung membungkuk dalam-dalam.
“Salam, Tuan Muda.”
“Kami tidak menyangka Anda akan datang kembali.”
Mereka segera menyingkir ke samping dan mempersilakan masuk tanpa menanyakan apa pun lagi.
Sha Nuo berkedip sekali. Lalu sekali lagi.
“…Hah?”
Ia menoleh ke arah Boqin Changing dengan ekspresi heran, namun pemuda itu berjalan lurus tanpa menjelaskan apa pun.
Di dalam toko, mereka dipersilakan duduk di ruang tunggu khusus. Seorang pelayan segera pergi memanggil kepala toko.
Sambil menunggu, Sha Nuo menyandarkan punggungnya dan berbisik pelan.
“Katamu nama kepala toko di sini… Zhen Yu, ya?” katanya. “Aneh. Mirip dengan nama Tetua Yu yang kita temui beberapa hari lalu.”
Boqin Changing menjawab tanpa ekspresi.
“Aku tidak tahu. Ada banyak orang di dunia ini. Nama yang mirip bukan hal aneh.”
Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan, “Lagipula dia bukan keluarga Tetua Yu.”
Sha Nuo mengangkat bahu.
“Kalau kau bilang begitu, baiklah.”
Tak lama kemudian, langkah kaki terdengar. Seorang pria paruh baya dengan pakaian rapi masuk ke ruang tunggu. Wajahnya tenang, namun matanya tajam dan penuh perhitungan.
“Tuan Muda,” katanya sambil membungkuk hormat. “Aku tidak menyangka kau kembali secepat ini. Aku sudah mendapat kabar tentang sepak terjangmu di ibukota.”
Boqin Changing mengangguk tipis. Zhen Yu tersenyum sopan.
“Kami akan menyiapkan penginapan terbaik di Kota Caocao untukmu.”
“Tidak perlu,” potong Boqin Changing. “Kami akan beristirahat di kediaman belakang paviliun saja.”
Zhen Yu sedikit terkejut, namun ia segera mengangguk.
“Tentu. Akan kami siapkan.”
Pandangan Zhen Yu kemudian beralih ke Sha Nuo.
“Dan ini…?”
Sha Nuo berdiri santai dan tersenyum tipis.
“Panggil saja aku Nuo. Aku pelayan Tuan Muda Boqin Changing.”
Zhen Yu menyapanya dengan ramah, lalu bertanya dengan nada ringan.
“Nuo apakah kau berasal dari kota ini juga?”
Sha Nuo menjawab tanpa ragu.
“Tidak. Aku ikut terbang bersama Tuan Muda dari ibukota.”
Ruangan itu langsung hening. Zhen Yu terdiam. Senyumnya membeku, matanya sedikit membesar. Untuk sesaat, ia seolah lupa bagaimana cara bernapas. Terbang? Itu menandakan bahwa Nuo pasti seorang pendekar hebat juga.
Boqin Changing berdehem pelan.
“Antarkan kami ke kamar.”
“Y-ya… tentu!” jawab Zhen Yu cepat, langsung menunduk dan berbalik.
Dengan gerakan sigap, ia sendiri yang mengantarkan keduanya ke area kediaman belakang paviliun. Dua kamar terpisah telah disiapkan, bersih, sunyi, dan rapi.
Sebelum berpisah, Boqin Changing berkata singkat.
“Besok pagi. Kita pergi ke kediaman Paman Mu.”
Zhen Yu menunduk lebih dalam.
“Kediaman rahasia untuk Keluarga Shang Mu sudah siap, sesuai instruksimu sebelumnya Tuan Muda.”
Boqin Changing mengangguk. Malam itu, pintu kamar tertutup perlahan. Di balik keheningan Kota Caocao, roda takdir mulai bergerak menuju tujuan berikutnya.
...******...
Hari pun berganti. Cahaya pagi menyusup perlahan melalui tirai-tirai paviliun, membasuh ruangan dengan warna hangat keemasan. Udara pagi Kota Caocao masih segar.
Boqin Changing pagi ini sudah duduk di meja makan, tatapannya tenang, menatap hidangan yang tersusun rapi di depannya. Di sisi lain, Sha Nuo duduk agak kaku, kedua tangannya menempel di pangkuan, sesekali matanya menoleh ke arah Boqin Changing seolah menunggu aba-aba.
Zhen Yu sempat hadir di awal untuk memastikan semuanya berjalan lancar, menyajikan teh panas dan sarapan yang cukup sederhana namun berkualitas. Namun setelah melihat suasana menjadi terlalu hening dan pribadi, ia mengundurkan diri dengan sopan.
“Aku tidak ingin mengganggu Tuan Muda dan Tuan Nuo,” ucapnya sambil menunduk sebelum meninggalkan ruangan. Suara langkah kakinya yang menjauh seolah menegaskan bahwa ruangan kini hanya milik Boqin Changing dan Sha Nuo.
Sha Nuo, yang biasanya tegas dan penuh energi, pagi itu tampak berbeda. Dengan kepala sedikit menunduk, ia menyapa Boqin Changing dengan hormat.
“Jadi apa yang akan kita lakukan pagi ini?” Suaranya rendah, tapi jelas, dipenuhi rasa hormat yang tulus. Nada suaranya yang lembut dan sedikit bergetar itu menandakan bahwa ia benar-benar memahami posisi pemuda di hadapannya.
Boqin Changing menatap Sha Nuo sejenak. Matanya yang tenang menilai, bukan menghakimi. Ia menarik napas pelan, lalu mulai menjelaskan tujuan mereka hari itu.
“Hari ini kita menuju kediaman Keluarga Shang Mu. Ada urusan mendadak yang membutuhkan bantuanku,” ucapnya, suaranya rendah namun tegas. “Selain itu, ada sesuatu yang ingin kucari di tujuan kita berikutnya, Kekaisaran Shang… tapi itu bukan untuk sekarang.” Tatapannya tetap fokus ke depan, menahan informasi lebih jauh yang mungkin membuat Sha Nuo penasaran.
Sha Nuo menundukkan kepala sejenak, kemudian mengangkat pandangannya.
“Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan ikut saja. Apa pun yang kau butuhkan, aku akan mendampingimu.” Kata-katanya sederhana, tetapi penuh ketulusan. Ada kilatan semangat dan rasa hormat yang sulit disembunyikan di matanya.
Sarapan berlangsung dalam keheningan yang nyaman. Hanya suara sendok yang bersentuhan dengan mangkuk dan aroma teh hangat yang memenuhi ruang. Boqin Changing makan dengan tenang, sesekali menatap Sha Nuo yang tampak masih kikuk di kursinya. Sha Nuo sendiri tampak sedikit canggung, tidak terbiasa duduk santai di meja makan seperti ini, apalagi berada dalam situasi di mana ia tidak sepenuhnya memegang kendali.
Setelah sarapan selesai, mereka bersiap untuk berangkat. Di luar paviliun, kereta kuda telah menunggu, dihias dengan kain lembut berwarna gelap, roda dan rangkanya berkilau di bawah cahaya matahari pagi. Boqin Changing membuka pintu kereta dan mempersilakan Sha Nuo masuk terlebih dahulu.
Di dalam kereta kuda, Sha Nuo tampak kikuk. Ia duduk agak tegang, kedua tangannya tergenggam di pangkuan, sesekali menatap ke luar jendela dengan tatapan campur antara kagum dan gugup.
“Ini… pertama kalinya aku naik kereta kuda,” katanya perlahan, suaranya sedikit bergetar. Ada nada kekaguman yang tulus di balik kata-katanya. Bukan hanya karena kendaraan itu, tetapi karena pengalaman sederhana yang sebelumnya tak pernah bisa ia nikmati karena kondisi tubuhnya.
Boqin Changing menoleh sebentar, matanya menyipit, menatap Sha Nuo dengan nada geli samar.
“Tubuhmu dulu memang tak memungkinkan hal semacam ini, bukan?” ucapnya sambil tertawa pelan, nada suaranya ringan namun penuh makna.
Sha Nuo tampak malu, menundukkan kepala sebentar. Namun kemudian ia mengangkat pandangannya, menatap ke luar jendela. Kota Caocao yang sibuk kini mulai terlihat jelas, jalan-jalan utama dipenuhi pedagang dan warga yang bergegas menjalani aktivitas pagi mereka. Lentera merah masih bergelantungan di beberapa jalan sempit, menciptakan pemandangan kontras antara hiruk-pikuk bawah dan ketenangan mereka di ketinggian.
Kereta kuda pun bergerak perlahan. Derap roda dan suara kuda yang menapak tanah terdengar ritmis, nyaris seperti irama yang menenangkan. Di dalam kereta, suasana hening, hanya suara angin yang masuk dari jendela sedikit terbuka.
Sha Nuo sesekali menoleh, memeriksa Boqin Changing, yang duduk tenang seperti tidak terpengaruh oleh segala hal di sekitarnya. Namun Sha Nuo tahu, di balik ketenangan itu, pikirannya terus bekerja, menimbang segala kemungkinan yang akan mereka hadapi saat perjalanan mereka nantinya.
Perjalanan itu sendiri terasa seperti jeda waktu. Di tengah kesibukan Kota Caocao, mereka berada dalam ruang kecil yang seolah mengisolasi mereka dari dunia luar. Setiap detik terasa panjang, memberi Sha Nuo waktu untuk merenung tentang posisinya sekarang. Mengikuti sosok yang begitu kuat, penuh rahasia, namun semuanya terasa mengesankan.
Di sisi lain, Boqin Changing sesekali menatap ke jendela, matanya tertuju pada jalan yang akan mereka tempuh. Pikiran dan fokusnya jelas, urusan mendesak menanti, tetapi ia tetap menikmati momen kecil ini, tenang, tanpa tekanan. Sementara Sha Nuo di sampingnya perlahan mulai menyesuaikan diri dengan dunia yang sebelumnya tak mungkin ia jelajahi.
Kereta kuda melaju, meninggalkan jejak roda di jalanan Kota Caocao, membawa mereka semakin dekat ke tempat rahasia Keluarga Shang.