Talak Di Atas Pelaminan

Ruang depan di rumah Pak Yongki terasa pengap meski pintu dan jendela terbuka. Udara di desa yang biasanya hangat justru seakan menekan dada semua orang yang berkumpul di sana. Suara napas tertahan bercampur bisik-bisik tipis memenuhi ruangan. Tidak ada satu pun yang berani bergerak kecuali Yumna yang berdiri dengan wajah tegang, tangannya bergetar di sisi tubuhnya.

“Tapi ....” Yumna menoleh perlahan ke arah Arundaru. Tatapannya ragu, seperti meminta penegasan.

“Mas Arun akan menuntut kamu,” lanjut Yumna akhirnya, suaranya terdengar pelan tapi tetap menusuk.

Seketika wajah Zakia berubah pucat seperti tembok yang warna putih pucat. Bibirnya bergetar, tubuhnya goyah seakan kedua kakinya tak lagi mampu menopang berat tubuh dan rasa takutnya sendiri.

Arundaru menyeringai kecil, senyum tipis yang tidak ramah. Ia mengangguk mantap, pandangan matanya seperti bilah pisau yang sudah siap menusuk.

“Tentu saja. Mana mungkin aku melepaskan orang yang sudah merusak hidupku dan hidup Yumna,” ucap pria itu dengan tegas.

Meski Arundaru tidak terkena hujan hujatan orang-orang seperti Yumna, dia tahu betul risiko besar yang bisa terjadi. Video itu bisa digunakan kapan saja untuk menjatuhkan reputasinya di masa depan. Dan Arundaru bukan tipe orang yang akan membiarkan hal itu menjadi bom waktu dan bisa meledak menghancurkan dirinya.

“Aku akan menuntut kamu dengan pasal berlapis,” lanjut Arundaru.

Zakia seperti kehilangan nyawa untuk beberapa detik. Mata cokelatnya membesar, tangannya mencari pegangan di udara, tubuhnya limbung. Kata “pasal berlapis” seperti cambuk yang langsung merobek sisa-sisa keberaniannya.

Suasana dalam rumah berubah sunyi. Semua mata tertuju pada Zakia. Ada yang memandang dengan marah, ada yang iba, dan ada yang justru menikmati kehancurannya.

“Makanya sebelum berbuat sesuatu, harus memikirkan segala konsekuensinya,” celetuk salah satu kerabat yang masih remaja, sejak tadi duduk di samping pintu.

Yang lain ikut menimpali, memecah keheningan.

“Kalau aku jadi dia, mending kawin lari aja. Toh, dia udah nggak punya orang tua. Masalah adat, biarin saja. Yang penting sah di mata Tuhan,” ucap sepupu lainnya sambil mengangkat bahu.

“Iya, lagian mereka udah melakukan itu ya, sejak zaman sekolah.” Sepupu lain berbisik sembari menahan tawa mengejek.

Generasi muda dan generasi tua jelas berbeda dari segi pemikiran. Para sepupu hanya melihat masalah dari sudut pandang praktis, sedangkan para tetua memandang semuanya dari kacamata adat. Bagi mereka, menikah sesama kerabat adalah pantangan besar. Pamali. Lebih baik bermusuhan dengan anak daripada melanggar aturan leluhur.

Yugi menundukkan kepala. Wajahnya yang biasanya tegar tampak rapuh. Matanya merah, seperti menahan sesak bertahun-tahun yang akhirnya pecah hari ini.

Zakia juga sudah mengajak Yugi untuk menikah dan pergi jauh dari keluarga mereka. Namun, Yugi berat meninggalkan kedua orang tuanya. Apalagi, Yumna sudah pergi jauh merantau. Selain itu, usahanya juga ada di kampung ini.

“Kenapa kalian tidak jujur sejak awal?” tanya Bu Yuniar, suara bergetar keras. Air mata mulai memenuhi matanya meski ia berusaha keras tidak menangis di depan orang banyak.

Yugi mengangkat wajah, tatapannya luka. “Aku sudah pernah bertanya pada Ayah dan Ibu dulu. Apakah kalian akan memberikan restu jika aku menikah dengan kerabat sendiri.” Suaranya pecah. “Apa jawaban kalian?”

Pak Yongki dan istrinya menunduk. Mereka tidak tahu pertanyaan dulu itu maksudnya tentang Yugi dan Zakia.

“Kalian bilang, sampai kapan pun keluarga kita tidak boleh menikah dengan kerabat sendiri. Pamali! Harus cari pasangan yang tidak memiliki darah yang sama.” Yugi meninggikan suara. Suasana ruangan kembali panas.

“Dan kalau sampai terjadi, kalian bilang akan mengasingkan dan membuang jauh salah satu dari pasangan itu!”

Semua orang terdiam.

Zakia dan Yugi tidak mau berpisah. Makanya lebih memilih menutupi hubungan mereka dari semua orang. 

Zakia menangis tersedu, wajahnya dipenuhi air mata. Yugi menunduk, meremas rambutnya sendiri, tubuh besar itu bergetar. Mereka telah jatuh terlalu dalam, dalam hubungan terlarang, dan mereka tahu sejak awal tidak akan pernah mendapatkan restu.

Para tetua keluarga menatap tajam dan menahan marah pada pasangan itu. Mereka tidak akan pernah memberikan restu. Malah, bisa saja mereka melakukan sesuatu agar keduanya saling menjauh atau saling membenci.

Berawal dari rasa sayang sebagai saudara, perasaan Zakia dan Yugi berubah menjadi rasa ketertarikan satu sama lain dan berakhir jadi cinta buta. Zakia yang tinggal bersama di rumah mereka, tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar. Sementara Yugi, merupakan sosok pemuda yang selalu menjaga dan menjadi pembela paling depan bagi adik-adiknya. 

“Kenapa kalian memilih jalan ini?” tanya Pak Yongki lirih, nyaris tidak terdengar.

Tidak ada jawaban dari keduanya. Yang terdengar hanya napas tersenggal Zakia dan Yugi.

Terdengar suara sirine polisi di depan rumah Pak Yogi. Para tetangga pada ke luar rumah karena penasaran apa yang sedang terjadi.

Warga langsung keluar rumah. Suara-suara mulai menyeruak.

“Ada apa ini?”

“Kenapa ada polisi datang?”

“Jangan-jangan ada penjahat!”

“Masa ada penjahat di kampung kita?”

Warga berkerumun, memanjang hingga ke depan rumah Pak Yongki. Mereka mendongak penasaran ketika melihat dua polisi keluar dari mobil bersama seorang pria rapi yang memegang map dokumen, dia pengacara Arundaru.

Suasana dalam rumah mendadak menegang lagi. Semua mata membelalak.

“A—ada apa, Pak?” tanya Pak Yongki dengan suara bergetar. Tangannya gemetar hebat. Yang dia takuti akhirnya benar-benar datang.

Seorang polisi melangkah maju. “Kami datang untuk menangkap saudari Zakia atas tuduhan, pencemaran nama baik, pelanggaran UU ITE, dan pembuatan konten por'nografi.”

“TIDAK!!” teriak Zakia histeris. Sedetik tubuhnya langsung ambruk, jatuh limbung dan pingsan di lantai.

“Zakia!” Yugi berteriak panik, langsung memeluk tubuh kekasihnya yang lemas. “Zakia! Bangun!”

Bu Yuniar dan Pak Yongki terduduk, tangan mereka bergetar, wajah mereka penuh kesedihan dan rasa malu. Anak yang mereka besarkan dengan penuh kasih sayang, malah mencoreng muka mereka.

Yumna menutup mulutnya, air mata menetes tanpa ia sadari. Ini bukan kemenangan yang ia inginkan. Tapi, ini juga bukan saat untuk iba pada orang yang telah menghancurkan hidupnya.

Yugi menggosokan minyak angin di tengkuk, lubang hidung Zakia. Tak lama kemudian, wanita itu tersadar.

“Akhirnya kamu sadar,” ucap Yugi tersenyum tipis.

Arundaru memejamkan mata sejenak, lalu menarik napas panjang. Wajahnya tegas dan tatapan tajam tanpa keraguan sedikit pun.

“Bawa dia,” perintah Arundaru kepada polisi dengan suara rendah tapi penuh kuasa.

Polisi mengangguk, lalu dengan sigap mengangkat tubuh Zakia yang masih lemas.

Warga yang masih berkerumun di luar langsung heboh.

“Astaga! Benaran ada penangkapan!”

“Itu Zakia, ya?”

“Kenapa dia dibawa sama polisi?”

“Katanya Zakia yang membuat video panas Yumna, yang diputar saat pernikahan, dulu.”

“Apa?! Jahat sekali dia.”

“Kasihan, Zakia harus masuk penjara.”

“Kasihan? Dia nyebar video por'no! Mana korban keluarganya sendiri!”

Suara-suara itu terus berdengung, dari mulut warga di kampung itu.

Ketika mobil polisi mulai berjalan, sirinenya kecil, warga hanya bisa menatap dengan campuran penasaran dan iba.

Di dalam rumah, Yugi hanya bisa terduduk sambil memegang kepala. Tubuhnya gemetar. Dunianya runtuh dalam satu hari.

Yumna diam. Matanya berkaca-kaca, dan wajahnya memucat. Perasaan campur-aduk menghantamnya, ada perasaan lega, terkejut, sedih, marah, semuanya bersatu dalam dada yang sesak.

Arundaru mendekat pelan lalu menyentuh bahu Yumna. Sentuhan yang tidak keras, tetapi cukup untuk membuat Yumna tersadar.

“Kita sudah melakukan bagian kita,” ucap Arundaru lembut. “Sekarang saatnya kamu memulihkan nama baikmu.”

Yumna menelan ludah, suaranya hampir tak terdengar. “Terima kasih, Mas.”

Arundaru menatapnya lama dan lebih lembut dari biasanya. “Untuk kamu … aku akan melakukan apa pun.”

Yumna memalingkan wajah, pipinya memanas. Tapi di dalam dadanya, ia tahu ada sesuatu yang berubah hari ini. Bukan hanya nama baiknya yang kembali, hatinya juga mulai menemukan arah baru.