Setelah bertahun-tahun hidup sendiri membesarkan putrinya, Raisa Andriana seorang janda beranak satu, akhirnya menemukan kembali arti cinta pada Kevin Wibisono duda beranak dua yang terlihat bijaksana dan penuh kasih. Pernikahan mereka seharusnya menjadi awal kebahagiaan baru tapi ternyata justru membuka pintu menuju badai yang tak pernah Raisa sangka
Kedua anak sambung Raisa, menolak kehadirannya mentah-mentah, mereka melihatnya sebagai perebut kasih sayang ayah nya dan ancaman bagi ibu kandung mereka, di sisi lain, Amanda Putri kandung Raisa, juga tidak setuju ibunya menikah lagi, karena Amanda yakin bahwa Kevin hanya akan melukai hati ibunya saja
Ketegangan rumah tangga makin memuncak ketika desi mantan istri Kevin yang manipulatif, selalu muncul, menciptakan intrik, fitnah, dan permainan halus yang perlahan menghancurkan kepercayaan.
Di tengah konflik batin, kebencian anak-anak, dan godaan masa lalu, Raisa harus memilih: bertahan demi cinta yang diyakininya, atau melepas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_Fisya08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 POV kevin
Aku selalu percaya bahwa hidup berjalan dalam garis lurus: sekolah, bekerja, menikah, punya anak, dan menjalani hari-hari dengan cara yang sama seperti kebanyakan orang melakukannya....
Aku tidak pernah membayangkan bahwa pertemuan pertama ku dengan seorang perempuan bernama Desi seorang guru muda yang manis dan lembut akan berubah menjadi badai paling besar dalam hidupku...
Pertama kali aku mengenalnya adalah saat kegiatan sosial yang diadakan oleh kantorku di sebuah sekolah...
Saat itu, aku seorang staff bisnis di perusahaan swasta, aku datang untuk memberikan seminar motivasi kecil, sementara Desi adalah guru wali kelas yang menyambut kami...
Senyumnya… polos. Sederhana, membuat hari yang berantakan sekalipun terlihat lebih ringan...
“Pak Kevin, terima kasih sudah mau datang ke sekolah kami,” katanya dengan suara lembut.
Dan di momen itu, aku tersenyum tanpa sadar, tidak ada firasat buruk, tidak ada bayangan tentang masa depan, hanya rasa hangat yang pelan-pelan tumbuh tanpa aku sadari...
Perkenalan itu berlanjut, pesan singkat, telepon singkat, lalu pertemuan demi pertemuan...
Aku tahu Desi mempunyai masa lalu dengan mantan pacarnya yang bernama Andre, tetapi dia bilang semuanya sudah selesai bertahun-tahun lalu, Desi bilang dia ingin memulai hidup baru dan aku percaya bahkan terlalu percaya...
Hubungan kami tidak berlangsung lama sebelum aku memberanikan diri untuk melamar, aku pikir, jika seseorang membuatmu merasa damai, maka jangan tunda terlalu lama untuk mengikatnya....
Orang tuaku pun menyetujui, Desi diterima sebagai menantu dengan cukup baik karena sifatnya yang terlihat sangat halus...
Setahun menikah, kami dikaruniai putri pertama, Laras, empat tahun kemudian menyusul Dewi, kehadiran kedua bidadari kecil itu membuatku merasa menjadi laki-laki paling beruntung tapi keberuntungan itu rupanya tidak bertahan lama....!!
Desi berubah setelah Dewi lahir, ia sering pulang lebih malam dari jadwal mengajarnya, alasannya selalu sama: rapat, tugas tambahan, guru piket menggantikan teman, dan sebagainya....
Kadang ia terlihat gelisah saat menerima telepon, ada malam-malam ia tidur membelakangiku dengan alasan capek...
Awalnya aku tidak berpikir buruk, aku hanya mengira ia lelah menjadi ibu dua anak, walaupun setiap pagi kami menitipkan Laras dan Dewi di rumah ibu ku dan malam nya kami ambil bawa pulang...
Aku tahu pekerjaannya sebagai guru cukup menguras tenaga, begitu juga tugasku di perusahaan, sampai aku bilang ke Desi untuk berhenti bekerja, fokus untuk mengurus anak-anak di rumah saja akan tetapi Desi menolak dengan alasan ingin membantu ku padahal semuanya sudah terpenuhi...!!
Sampai suatu hari, aku menemukan sesuatu yang tidak seharusnya kulihat, sebuah pesan masuk ke ponsel Desi saat ia sedang mandi:...
"Aku tunggu di tempat biasa. Jangan bilang ke suamimu.” bunyi pesannya..
Aku ingat saat itu jantungku serasa berhenti berdetak seketika
Aku tunggu Desi keluar dari kamar mandi, aku tidak marah, hanya bilang....
“Kita harus bicara.” Namun ia hanya menatapku sebentar, lalu berpura-pura tak tahu...
"Pesan dari siapa?" tanyaku dengan nada masih tenang....
"Kamu curiga padaku, Vin? Masa sih setelah semua ini kau masih tidak percaya?" jawabnya terbata, tapi matanya tidak menatap mataku, malam nya aku tidak tidur....
Keesokan harinya, aku mengikuti Desi diam-diam dan apa yang kutakutkan akhirnya terjadi...
Di sebuah kafe kecil di pinggir kota, Desi bertemu dengan seorang pria, yang kemudian kutahu adalah mantan pacarnya, yang bernama Andre, mereka duduk berhadapan, tertawa, saling menggenggam tangan, seakan dunia runtuh seketika...
Sakit itu… tidak bisa digambarkan dengan kata-kata....
Saat aku menghampiri mereka dan menanyakan apa yang sedang terjadi, Desi hanya menunduk, sementara pria itu berdiri dengan tatap angkuh...
"Desi sudah tidak bahagia sama kamu," ucap Andre datar, dan Desi… diam seribu bahasa....
Tidak membela, tidak menyangkal dan tidak menolak...
Diamnya adalah pengakuan paling menyakitkan yang pernah ku terima....!!
Aku Terpuruk, setelah kejadian itu, hidupku berubah drastis, di kantor, aku tak fokus, beberapa proyek besar kacau karena pikiranku tidak bisa bekerja dengan normal, sampai akhirnya manajemen memutuskan untuk memecat aku..
Hari itu juga aku menerima surat pemecatan dan aku pulang menemukan rumah sudah kosong...
Desi pergi dan yang lebih kejam lagi Desi membawa sertifikat tanah yang selama ini aku kumpulkan dari hasil kerja keras ku selama bertahun-tahun dan menjual nya untuk kepentingan dirinya sendiri
Sertifikat itu disimpannya saat aku masih mempercayainya sepenuhnya, ia pergi bersama Andre dan mengirim pesan ia yang akan mengurus perceraian kami sendiri agar lebih cepat...
Ia meninggalkan aku bersama dua putri kecil kami yang bahkan masih belum mengerti apa itu perpisahan dan aku membawa kedua putri ku kerumah kedua orang tua ku...
Aku tidak tahu bagaimana aku melewati hari-hari itu, aku sempat tidak makan, tidak keluar rumah, menangis di tengah malam saat Laras dan Dewi tidur. Aku pernah merasa gagal sebagai suami, sebagai ayah, sebagai lelaki....
Aku kehilangan segalanya dalam satu waktu: istri, pekerjaan, harta, kepercayaan...
Tapi aku tidak boleh berhenti karena dua gadis kecil itu memanggilku Ayah
Pelan-pelan aku bangkit, aku mulai bekerja serabutan, proyek kecil-kecilan. Mengurus anak sambil berusaha mengembalikan hidupku yang hancur...
Orang tuaku membantu semampunya, tapi aku tidak ingin terlalu bergantung...
Butuh waktu lama… sangat lama… sebelum aku benar-benar bisa berdiri lagi tanpa terguncang setiap mengingat nama Desi...
Aku mulai kembali bekerja di bidang bisnis, namun sebagai konsultan lepas, lama-lama usahaku berkembang, aku mulai dikenal proyek mulai berdatangan, tuhan ternyata tidak tidur...
Dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah menjadi seseorang yang jauh lebih sukses daripada ketika aku hidup bersama Desi dulu...
Namun tetap… ada ruang dalam hatiku yang sepi, ruang yang tidak pernah bisa tertutup...
Hingga suatu hari setelah tujuh tahun berpisah Desi datang menemui ku lagi dan meminta maaf atas semua perbuatannya dulu kepada ku dan ia berkali-kali meminta ku untuk rujuk kembal...
Ia pun mulai mendekati kedua putri ku, Laras yang masih mengenalinya memintaku untuk rujuk kembali dengan mama nya begitu juga dengan Dewi, mereka ingin memiliki keluarga yang utuh kembali...
Pada waktu itu sebuah hal yang tidak aku duga terjadi, sahabatku, Radit, yang tahu betul tentang masa laluku, tiba-tiba mengajakku bertemu...
"Vin, aku dan Audi mau kenalin kamu sama seseorang,” katanya..
Awalnya aku menolak, hatiku belum sepenuhnya percaya pada ikatan apa pun yang bernama pernikahan, tapi Radit memaksaku datang ke pertemuan itu...
Di sebuah kafe tenang, aku diperkenalkan kepada Raisa seorang janda yang ditinggal mati suaminya...
Sejenak aku merasa kikuk, tapi pandangannya… lembut, tidak ada kepura-puraan, tidak ada penilaian....
Kami berbicara lama tentang pekerjaan, tentang hobi, tentang hidup, rasanya seperti berbicara dengan seseorang yang sudah lama kukenal...
Tidak ada drama, tidak ada kepalsuan, hanya ketenangan dan aku merindukan ketenangan itu.
Setelah beberapa kali pertemuan, aku tahu satu hal: Raisa berbeda, bukan pengganti Desi, tapi seseorang yang hadir untuk lembaran hidupku yang baru..
Aku tidak ingin menunda-nunda, aku tidak ingin kehilangan kesempatan yang mungkin Allah beri setelah segala luka yang pernah ku telan..
"Aku ingin menikahinya,” kataku pada orang tuaku..
Mereka tersenyum, menepuk bahuku, dan berkata mereka mendukung penuh keputusan itu tapi aku harus merahasiakan hal ini dari kedua putri ku...
Ini mungkin keputusan paling berat dalam hidupku, tapi aku tidak punya pilihan...
Aku tahu kedua putriku akan menentang ku terutama Laras yang masih menginginkan aku untuk rujuk kembali dengan Desi semenjak Desi hadir kembali dalam kehidupan kami...
aku tidak ingin kedua putri ku terluka jadi aku memutuskan untuk merahasiakan dulu pernikahan ini… setidaknya sampai mereka siap...
Raka, adikku, setuju untuk menjaga kedua keponakannya saat aku melangsungkan akad nikah...
“Mas, kalau ini bisa bikin mas bahagia lagi, aku dukung,” katanya.
Aku mengangguk, memeluk adikku—jarang sekali aku mengungkapkan perasaan, tapi malam itu aku nyaris menangis di pundaknya.
Aku mengingat hari itu dengan jelas, dress putih Raisa, senyumnya yang gugup tapi yakin, suaraku yang bergetar saat mengucapkan ijab kabul, bukan karena ragu, tapi karena aku menyadari perjalanan panjang yang membawaku pada titik ini...
Perjalanan penuh luka… tapi akhirnya menemukan rumah baru dan sebuah harapan baru...
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, Yang aku tahu hanyalah satu, aku ingin membangun hidup yang damai, untuk diriku sendiri, untuk Raisa...
Dan terutama, untuk kedua putriku, yang menjadi alasan aku bertahan dulu saat semua orang meninggalkan ku...
Dan kini… saat Desi kembali muncul dalam hidup kami setelah tujuh tahun menghilang, mengacaukan apa yang sudah kubangun…
Aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi, yang jelas, aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan keluarga kecilku lagi, tidak untuk kedua kalinya...