Rio seorang master chef yang menyukai seorang wanita penyuka sesama jenis
bagaimana perjuangan Rio akankah berhasil mengejar wanita yang Rio cintai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayunda nadhifa akmal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 26
POV REY
Rasa sakit itu datang bergelombang, semakin rapat, semakin kuat.
Tubuhku bergetar saat kontraksi berikutnya menghantam tanpa ampun. Tanganku mencengkeram seprai ranjang rumah sakit, napasku terengah-engah.
“Tarik napas pelan, Rey… ikuti saya,” suara bidan terdengar berusaha menenangkanku.
Aku mengangguk lemah.
Mataku mencari sosok ibu Rio. Ia berdiri di dekat kepalaku, menggenggam tanganku erat.
“Kamu tidak sendiri, Nak,” ucapnya lembut. “Aku di sini.”
Air mataku mengalir.
Entah kenapa, kehadiran wanita itu membuatku sedikit lebih kuat.
“Bu… kalau aku kenapa-kenapa…” suaraku bergetar.
“Jangan bicara seperti itu,” potongnya cepat. “Kamu dan bayi-bayimu akan baik-baik saja.”
Kontraksi kembali datang. Kali ini lebih menyakitkan.
“Aaaaah…” jeritku pecah.
“Pembukaan sudah lengkap,” ujar dokter. “Kita mulai, ya.”
Aku mengangguk.
Aku harus kuat.
“Anak-anak… dengar ibu,” bisikku di sela napas yang kacau. “Sebentar lagi kita bertemu.”
Dorongan itu datang. Aku mengerahkan seluruh tenaga yang kupunya.
“Dorong, Rey! Sekarang!” seru dokter.
Aku berteriak, seluruh tubuhku seolah terbelah dua.
Detik terasa seperti jam.
Lalu—
Tangisan nyaring memenuhi ruangan.
“Alhamdulillah… bayi pertama lahir. Perempuan.”
Aku terisak.
Air mata bahagia bercampur kelelahan mengalir di pipiku.
“Anakku…” bisikku lirih.
Namun rasa sakit belum berakhir.
“Masih ada satu lagi, Rey,” ujar dokter dengan suara tegas.
Aku mengangguk. Nafasku sudah hampir habis, tapi aku tak boleh menyerah.
“Sedikit lagi, Nak,” ibu Rio mengusap rambutku. “Kamu hebat.”
Aku mengumpulkan sisa tenagaku.
“DORONG!”
Jeritanku kembali menggema.
Dan akhirnya—
Tangisan kedua terdengar, lebih pelan tapi nyata.
“Bayi kedua lahir. Laki-laki.”
Aku terpejam.
Tangisku pecah bukan karena sakit, tapi karena lega.
Dua nyawa kecil itu selamat.
“Terima kasih, Tuhan…” bisikku berulang-ulang.
Beberapa saat kemudian, kedua bayiku diletakkan di dadaku.
Tubuh mereka kecil, hangat, dan rapuh.
Aku menangis sambil tersenyum.
“Halo… Nak,” bisikku. “Ibu di sini.”
Pintu ruang bersalin tiba-tiba terbuka.
Aku melihat sosok yang sangat kukenal berdiri terpaku di ambang pintu.
Rio.
Wajahnya pucat, matanya merah, napasnya terengah seolah baru saja berlari sangat jauh.
Pandangan kami bertemu.
Matanya langsung berkaca-kaca saat melihat dua bayi di dadaku.
Ia melangkah pelan, sangat pelan, seolah takut semua ini hanya mimpi.
“Rey…” suaranya parau.
Aku memalingkan wajah.
Hatiku bergetar, tapi aku tak boleh goyah.
“Terima kasih sudah datang,” ucapku lirih tanpa menatapnya.
Rio berlutut di samping ranjangku.
“Aku terlambat… maafkan aku,” katanya dengan suara pecah. “Aku bodoh… aku jahat.”
Ia menangis.
Tangis pria yang penuh penyesalan.
“Aku tidak minta kamu memaafkanku,” lanjutnya. “Aku hanya ingin kamu tahu… aku akan bertanggung jawab. Apa pun keputusanmu.”
Aku menatap kedua bayiku.
Lalu menatap Rio.
“Aku tidak tahu masa depan seperti apa yang menunggu kita,” kataku pelan. “Tapi hari ini… mereka lahir bukan untuk melihat orang tuanya saling menyakiti.”
Rio mengangguk, air matanya jatuh ke lantai.
“Aku akan menunggu,” katanya. “Selama apa pun.”
Aku kembali memeluk bayi-bayiku.
Di dadaku, dua kehidupan baru bernafas.
Dan di hatiku, luka itu masih ada—
tapi untuk pertama kalinya, ada harapan yang ikut tumbuh bersamanya.
Beberapa hari kemudian aku memutuskan untuk kembali ke kontrakan di antar oleh Rio dan kedua orang tuanya.
"nak, pulanglah ke rumah ibu dulu"ujar ibu Rio dengan lembut.
"terima kasih Bu"ujarku sambil tersenyum.
Aku memandangi Rio yang sedang mengendong bayi laki laki,Rio tampak bahagia sekali.
"selama Rio Bekerja di luar kota, pulanglah ke rumah kami,agar bapak dan ibu lebih tenang"bujuk bapaknya Rio padaku.
"baik pak"ujarku
Bapak dan ibu Rio tampak tersenyum mendengarnya,sore itu aku di bawa ke rumah bapak dan ibu,aku menempati sebuah kamar yang dekat dengan kamar bapak dan ibu Rio.
Aku meletakkan bayi ku ke dalam boks,Rio memandangi wajah mereka.
Malam ini aku tidur sekamar dengan Rio,aku membelakangi tubuhnya,jujur saja aku merasa sangat tidak nyaman satu kamar dengan Rio.
"Rey,kamu tampak gelisah,kalau kamu tak nyaman aku bisa tidur di bawah"ujar Rio,aku berpura pura tidur,aku tak mau berdebat dengannya.
Saat pagi menjelang kedua bayi kembarku tak ada di dalam boks,saat aku keluar kamar Rio dan bapaknya sedang menjemur ke dua bayiku.
"nak,ayo makan dulu,sup ini baik untuk wanita yang baru melahirkan"ujar ibu Rio dengan lembut aku pun patuh dan menikmati sup hangat itu.
beberapa hari ini aku di temani rio mengurus ke dua bayi kembarku,kami tak banyak bicara
hingga hari itu Rio tampak rapi dan berpamitan padaku untuk kembali ke kedai,entah kenapa hatiku begitu sakit.
Rio mencium satu persatu bayi kembarku.
"Rey,aku pergi dulu untuk melihat kedai,aku akan cepat kembali ke sini"ucap Rio,ia mengecup keningku,saat bibirnya akan mengecup bibirku seketika itu aku menghindarinya.
Aku tak mengantarnya pergi,aku memandanginya dari jendela kamar,saat mobilnya menghilang air mataku menetes begitu saja.
POV RIO
Hari ini aku kembali ke kedai,jarak yang jauh dari tempat Rey tinggal,tapi aku begitu tenang Rey mau tinggal bersama orang tuaku.
Aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang, ponselku bergetar nama Alya muncul di sana,aku mengabaikannya aku ingin menebus rasa bersalah ku pada Rey, walaupun mungkin gadis itu tak akan pernah kembali lagi.
Sore hari aku tiba di mana kedai kopi milikku berada,saat aku membuka pintu mobil,aku melihat Alya sedang duduk di depan lobi apartemen.
"Rio,aku mencarimu beberapa hari ini"ujarnya panik.
"maaf Alya, kembali lah pada suami mu,aku akan menikahi Rey secepatnya"ujarku
Nafas Alya tampak lebih cepat,
"Rio,aku sudah berkorban untukmu,aku rela bercerai dengannya untukmu Rio"ujar Alya dengan sedikit berteriak.
"aku tak pernah memintamu untuk melakukan hal itu, hubungan antara kita suatu kesalahan"
Tiba-tiba saja ada tepukan tangan terdengar,aku menolehkan wajahku seketika tampak suami Alya berdiri di sana, tersenyum sinis melihatku.
"lihatlah pria yang kau sanjung ini,membuang mu begitu saja Alya,pria kaya yang kau sanjung di depan keluarga mu,aku memang miskin Alya"ejek pria itu
saat aku akan bergegas menuju kamar apartemen, langkahku terhenti saat mendengar Alya memanggilku dan memohon pada ku agar jangan pergi.
Tapi aku memilih mengabaikannya dan beranjak menuju lift,aku tak mau ikut campur urusan Alya dan suaminya.
Sesampainya di kamar aku mengirimkan pesan pada Rey.
(aku sudah sampai, bagaimana dengan anak kita,apa mereka rewel)
(ya,tidak)
Jawaban yang begitu singkat,aku tersenyum simpul, setidaknya Rey membalas pesan ku.