Sebelum lanjut membaca, boleh mampir di season 1 nya "Membawa Lari Benih Sang Mafia"
***
Malika, gadis polos berusia 19 tahun, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya dalam satu malam. Dijual oleh pamannya demi sejumlah uang, ia terpaksa memasuki kamar hotel milik mafia paling menakutkan di kota itu.
“Temukan gadis gila yang sudah berani menendang asetku!” perintah Alexander pada tangan kanannya.
Sejak malam itu, Alexander yang sudah memiliki tunangan justru terobsesi. Ia bersumpah akan mendapatkan Malika, meski harus menentang keluarganya dan bahkan seluruh dunia.
Akankah Alexander berhasil menemukan gadis itu ataukah justru gadis itu adalah kelemahan yang akan menghancurkan dirinya sendiri?
Dan sanggupkah Malika bertahan ketika ia menjadi incaran pria paling berbahaya di Milan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Perjalanan dari mansion ke kampus berlangsung cepat dan sunyi setelah perdebatan kecil yang lucu tadi.
Malika hanya bisa menatap keluar jendela, merasa sedikit bingung sekaligus hangat di dalam hati karena perhatian yang ditunjukkan Alex, meski disampaikannya dengan nada dingin.
Mobil sport Alex berhenti tepat di depan gerbang utama kampus Malika. Itu adalah titik pemberhentian paling mencolok di antara deretan mobil lain.
"Terima kasih banyak Tuan, sudah mengantar Lika," ujar Malika dengan senyum cerah. Ia langsung meraih tas ranselnya dan hendak membuka pintu mobil.
Namun, saat tangannya menyentuh gagang pintu, sebuah tangan lain yang dingin dan kuat melingkari pergelangan tangannya.
Alex menahan Malika.
Mafia muda yang biasanya terlihat dingin, kaku, dan mengontrol segalanya itu kini tampak seperti... orang bodoh yang kehilangan kata-kata.
Matanya menatap lurus ke depan, ke keramaian kampus, tetapi rahangnya mengeras dan ia terlihat sangat gelisah.
Malika menoleh, bingung melihat reaksi aneh Alex. Ini adalah Alex yang berbeda. Alex yang biasanya tidak pernah ragu atau bimbang.
"Tuan, kenapa? Tuan sakit? Wajah Tuan memerah," tanya Malika polos, tangannya yang satunya refleks terangkat, seolah ingin menyentuh dahi Alex untuk mengecek suhu tubuhnya. "Apa kita ke dokter saja? Lika antar dan—"
Belum sempat Malika menyelesaikan kalimatnya, ia dibuat terkejut. Alex tiba-tiba bergerak cepat.
Alex mencondongkan tubuhnya, menarik tengkuk Malika dengan gerakan tak terduga, dan mencium pipi Malika dengan cepat.
Bukan ciuman singkat, melainkan ciuman yang terasa agak lama, seolah Alex sedang mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya menarik diri kembali ke posisinya.
Saking tak tahannya berada di dekat gadis itu dan saking tak tertahankan rasanya ingin melakukan hal konyol itu, lagi-lagi Alex nyosor duluan tanpa berpikir panjang. Ia bertindak sepenuhnya berdasarkan insting.
Malika membeku, matanya membelalak, wajahnya langsung terasa panas, dan pipinya yang baru saja dicium terasa geli.
"T-Tuan kenapa cium Lika lagi?" tanyanya polos, benar-benar tidak mengerti arti dari tindakan mendadak itu. "Apa Lika melakukan kesalahan dan Tuan menghukum Lika? Tapi kenapa Tuan menghukumnya pakai ciuman? Lika jadi tidak tahu kalau ini hukuman atau bukan."
Alex, yang biasanya fasih berbicara dan penuh kendali, kini hanya bisa menelan ludah. Wajahnya yang memerah parah ia malingkan ke arah jendela mobil di sisi pengemudi.
Ia berusaha keras terlihat keren dan santai, padahal detak jantungnya sendiri sudah seperti genderang perang.
"Itu salam perpisahan," jawab Alex terbata-bata, suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya, menunjukkan kegugupan yang luar biasa. "Supaya saat belajar nanti kau jadi konsentrasi. Itu seperti... good luck kiss. Semua orang melakukannya."
Semua orang melakukannya? Sejak kapan Alex peduli dengan ritual
konyol seperti itu?
"Hah? Salam perpisahan? Tapi kenapa harus di pipi? Bukannya kalau salam perpisahan cukup dengan melambaikan tangan?" Malika semakin melongo, kebingungannya membuat Alex hampir kehilangan akal sehatnya.
"Sudahlah! Jangan banyak tanya! Cepat masuk sana!" usir Alex, berusaha mengakhiri interaksi yang terasa memalukan itu. Ia ingin segera tancap gas dan kabur dari lokasi.
Malika, yang terlalu polos untuk menyadari bahwa Alex sedang sangat malu dan berusaha mengendalikan diri, akhirnya mengangguk.
"Baik, Tuan Muda. Terima kasih banyak untuk kiss kiss nya!" Ia membuka pintu mobil, keluar, dan berdiri di trotoar.
Alex, tanpa menoleh sedikit pun, langsung menginjak gas. Mobil sport hitam itu melesat cepat, meninggalkan kepulan asap tipis.
Malika tersenyum geli. Alex memang aneh, tetapi entah kenapa, keanehannya membuat hatinya senang. Ia melambaikan tangan kecil ke arah mobil Alex hingga mobil itu benar-benar hilang dari pandangan.
Bertepatan dengan itu, sebuah mobil sedan mewah berwarna putih berhenti perlahan beberapa meter dari tempat Malika berdiri.
Seorang gadis cantik dengan pakaian branded dan riasan sempurna turun dari mobil itu dengan langkah yang tergesa-gesa dan penuh amarah.
Gadis itu adalah Kaylin tunangan resmi Alex.
Kaylin baru saja tiba di kampus untuk bertemu dosen trkait kepindahannya, tetapi matanya yang tajam menangkap mobil Alex yang melaju cepat dan, yang lebih buruk, ia melihat sosok Malika melambaikan tangan dengan wajah berseri-seri.
Kaylin mengenali gadis itu, dia adalah gadis pelayan yang entah bagaimana bisa berada di rumah Alex. Orang kepercayaan Kaylin sudah memberitahu semuanya.
Melihat Malika berdiri sendirian di sana, tepat setelah mobil tunangannya pergi, kemarahan Kaylin langsung memuncak. Matanya menyala-nyala karena cemburu dan harga diri yang terinjak.
Kaylin berjalan cepat menghampiri Malika. Malika yang baru saja hendak membalikkan badan, tiba-tiba merasakan kehadiran yang dingin dan mencekam.
Plak!
Malika merasakan pipinya panas luar biasa, terasa perih dan berdenyut-denyut. Tepat di bekas ciuman Alex, di sanalah telapak tangan Kaylin mendarat dengan kekuatan penuh.
Malika terhuyung mundur selangkah, tangannya langsung terangkat memegangi pipi yang terasa kebas itu. Ia menatap Kaylin dengan mata berkaca-kaca, terkejut dan terluka.
"A-apa salah Lika? Kenapa kakak menampar Lika?" tanya Malika, suaranya bergetar, mencerminkan kepolosannya yang tidak tahu-menahu.
Kaylin mendekat, menjulurkan jari telunjuknya ke wajah Malika, matanya penuh penghinaan.
"Kau tanya apa salahmu, gadis miskin? Salahmu adalah berani-beraninya naik mobil tunanganku! Salahmu adalah berdiri di sini, melambaikan tangan seperti seorang kekasih, seolah kau pantas mendapatkan perhatiannya!" desis Kaylin, menahan amarah yang membakar hatinya.
"Dengar baik-baik, gadis sampah. Alex itu milikku. Dan kalau sampai aku melihatmu mendekatinya lagi, bukan hanya pipimu yang akan kurusak, tapi masa depanmu di kampus ini!" ancam Kaylin.
Malika hanya bisa terdiam, air matanya mulai menetes karena rasa sakit fisik dan kebingungan batinnya. Ia tidak mengerti apa itu tunangan. Ia hanya mengerti bahwa ia baru saja dihukum tanpa tahu kesalahannya.
Sementara itu, Alex, yang sudah berjarak tiga kilometer, tiba-tiba merasa sangat tidak nyaman. Jantungnya berdebar kencang, dan entah mengapa, firasat buruk menyergapnya.
"Ada apa denganku?" gumamnya gelisah.
malika dan Leon cm korban😄🤣