Maheswara merasakan sesuatu yang berdiri di bagian bawah tubuhnya ketika bersentuhan dengan wanita berhijab itu. Setelah delapan tahun dia tidak merasakan sensasi kelaki-laki-annya itu bangun. Maheswara pun mencari tahu sosok wanita berhijab pemilik senyum meneduhkan itu. Dan kenyataan yang Maheswara temukan ternyata di luar dugaannya. Membongkar sebuah masa lalu yang kalem. Menyembuhkan sekaligus membangkitkan luka baru yang lebih menganga.
Sebuah sajadah akan menjadi saksi pergulatan batin seorang dengan masa lalu kelam, melawan suara-suara dari kepalanya sendiri, melawan penghakiman sesama, dan memenangkan pertandingan batin itu dengan mendengar suara merdu dari Bali sajadahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caeli20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Tangan yang Gemetar
Minggu demi minggu berlalu sejak kecelakaan Khatan sekolah menjadi seperti sunyi. Banyak yang mengaitkan kecelakaan itu dengan hal mistis. Polisi tidak melanjutkan pemeriksaan karena itu adalah kecelakaan tunggal. Alasan klise yang akhirnya diterima sebagai sebuah kewajaran adalah rem motor Khatan blong.
Sementara orang tua Khatan lebih fokus pada pemulihan anaknya yang sedang koma di rumah sakit. Kepala bagian belakang Khatan membentur batu yang ada di pinggir jalan tepat ketika helmnya terlepas karena Khatan tidak mengaitkannya dengan benar.
Bagaimana dengan Acha? Perlahan Acha menerima peristiwa Khatan sebagai tanda dari semesta bahwa sudah saatnya dia berpisah dengan Khatan. Kesedihan Acha hanya bertahan beberapa hari setelah peristiwa kecelakaan Khatan itu. Selebihnya, Acha menjalani hari-harinya kembali normal.
**
Fadlan berlari kecil ke arah Hana.
"Ustadzah, ini ada oleh-oleh dari ibuku. Kain ulos dari kampung ibuku, Toba," Fadlan menyerahkan sebuah bingkisan, "Di dalam nya ada beberapa makanan khas Toba juga,"
Hana menatap bungkusan itu. Sejurus kemudian, dia melihat jauh di belakang Fadlan, Zahra berdiri memandang tajam ke arah mereka berdua.
"Ehm, Ustadz, maaf. Ini terlalu berlebihan sepertinya. Bagaimana kalau diberikan kepada Ibu Guru Zahra saja. Dia kan calon istri Ustadz," ujar Hana lembut.
"Calon istri? Siapa calon istri siapa, Ustadzah?," Fadlan mengernyitkan keningnya.
"Loh, bukannya Ibu Guru Zahra pacarnya Ustadz?,"
Fadlan terkekeh,
"Saya belum punya pacar, Ustadzah. Saya dan Zahra kebetulan bertetangga sejak kecil. Jadi keluarga kami sudah saling kenal. Banyak orang memang salah kaprah, mengira kami pacaran karena kami sering bersama,"
Hana terdiam sejenak.
"Tetap saya tidak bisa menerimanya. Maaf, Ustadz," Hana mendorong pelan bingkisan itu dengan kedua tangannya.
Fadlan mendorong kembali bingkisan itu.
"Terimalah, Ustadzah. Anggap pemberian ibuku pada Ustadzah,"
Hana menatap tangan Fadlan yang mendorong bingkisan itu. Secepat kilat pikiran masa lalu muncul di pikiran Hana. Membuat dia bergidik. Sekelebat bayangan itu sekonyong-konyong membawa pikiran Hana pada dimensi lain.
Hana menarik tangannya, menyembunyikan tangannya kembali di balik jubahnya.
Fadlan kembali mendorong bingkisan itu.
Tiba-tiba Hana merasakan tangannya gemetar. Dia berusaha menyembunyikan nya.
"Maaf, Ustadz, saya tidak bisa," Hana berlari menjauh dari Fadlan.
Fadlan diam membisu memegang bingkisan itu.
Ada apa dengannya. Ini kan hanya sebuah bingkisan. Kenapa dia terlihat ketakutan. (Fadlan).
Zahra tersenyum kecut.
**
"Siapa lagi yang Ayra mau undang?," tanya Ammar sedang menulis deretan nama undangan di kertas.
"Ehhm siapa lagi ya. Keira sudah. Azriel sudah," jarinya menelisik daftar nama yang sudah Ammar buat, "Ini sudah.. Sudah.. Ini juga sudah. Kayaknya sudah semua kakak," ucap Ayra dengan senyum memperlihatkan salah satu gigi atasnya yang bolong.
"Yakin ya? Ini kak Ammar sudah akan cetak. Soalnya sudah Minggu depan. Kamu kelamaan memikirkan jumlah undangannya sih," Ammar mencubit pipi Ayra.
"Bundaaa, kakak nakal. Ayra dicubitin," teriak Ayra.
"Idihh manjanya. Cuma pelan kok. Gak kena malah," Ammar kembali menyentuh pipi Ayra.
"Bundaaaa...kakak nihhh,"
Ratna Dewi muncul dengan memakai piyamanya. Dia baru saja selesai mandi dan memakai krim anti-aging. Dia ingin tetap terlihat muda di usia 55 tahun ini.
"Ada apa?," tanyanya begitu tiba di ruang keluarga.
"Kakak nih nakal," keluh Ayra sambil mengusap pipinya.
"Pelan loh, Bund. Cuma kayak gini aja," Ammar mempraktikkan cubitannya ke pipi bundanya.
Ratna menghembuskan napas pura-pura kesal.
"Awas loh kalian kalau gak berhenti. Bunda yang akan cubitin pipi kalian,"
"Ampun," teriak Ayra disertai tawa renyahnya.
"Bund, Kakak pulang kan pas ulang tahun Ayra?," tanya Ammar.
Raut wajah Ratna Dewi langsung berubah.
"Harusnya. Tapi lihat nanti saja,"
"Kak Hana datang? Ayra gak mau. Nanti Ayra kena marah terus Ayra diteriak-teriakin sama dia," Ayra cemberut.
"Ayra suka gangguin kak Hana, sih," ucap Ammar.
"Enggakk. Ayra cuma mau bilang kak ayo makan atau kak ayo nonton, Kakak udah makan belum, terus kak Hana langsung menatap Ayra lebar-lebar, " Ayra mempraktikkan cara Hana memandangnya.
Ammar terkekeh melihat Ayra. Sementara Ratna Dewi masam.
"Iiih, kenapa Kakak tertawa, ngeledek Ayra ya, mentang-mentang kak Hana gak pernah marahin kakak, ya," Ayra berkacak pinggang seperti ibu-ibu yang sedang memarahi anaknya. Amma semakin terkekeh.
psikologi mix religi💪