Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Paksu
Kringgg ... Kringgg ... Kringgg ...
Bel istirahat akhirnya berbunyi nyaring, menggema hingga ke seluruh penjuru sekolah. Seperti sebuah aba-aba tak tertulis, semua murid langsung bersorak dan berhamburan keluar dari kelas masing-masing, menyerbu kantin layaknya prajurit kelaparan yang menemukan medan pertempuran baru.
Alvyna, yang sedari tadi tampak lelah mengikuti pelajaran, menghela napas lega sambil mulai memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Perutnya sudah mulai bernyanyi tak sabar, dan kini waktu yang dinantikan pun tiba saatnya isi tenaga.
Namun sebelum benar-benar beranjak, Alvyna melirik sebentar ke arah bangku kosong di dekat jendela. Tempat yang semestinya diisi oleh sosok yang menyebalkan sekaligus entah, bikin kesal tapi juga bikin pikirannya tidak tenang. El, ya lelaki itu benar-benar menghilang sejak pagi dan belum juga muncul.
"Dasar bolosan gak bertanggung jawab," gerutu Alvyna dalam hati.
Tapi rasa kesalnya muncul kembali, terutama setelah mengingat kejadian pagi tadi yang sukses membuatnya naik darah. Bahkan detik ini pun ia rasanya ingin menonjok wajah tengil El tanpa pikir panjang.
“Ck, kenapa malah keinget dia sih!” decaknya pelan, lalu melangkah keluar dari kelas tanpa menoleh lagi.
Begitu tubuhnya menjejak koridor luar kelas, berbagai suara celetukan dari murid laki-laki langsung menyambutnya.
"Hai Alvyna..."
"Kiw kiw, cakep-cakep sendiri aja jalan."
"Jadi pacar abang yuk Dek!"
"Ke kantin bareng yuk abang traktir!"
Namun Alvyna tetap tenang. Tak ada satu pun celetukan yang dia tanggapi, bahkan untuk sekadar melirik pun tidak. Ia memang dikenal dingin dan kalau ada yang menyebutnya sombong, mungkin itu karena mereka belum tahu Alvyna hanya menjaga dirinya. Lebih memilih diam dari pada menyia-nyiakan energi untuk hal-hal yang tak penting.
Semua masih berjalan normal, hingga sebuah benturan cukup keras menghantam bahunya dari belakang.
Brukk!
"Shit! Anjir!" maki Alvyna spontan, wajahnya meringis menahan sakit. Bahunya terasa seperti ditabrak dengan sengaja. Dan saat ia berbalik, ia menemukan penyebabnya berdiri santai dengan senyum menyebalkan. Lyra.
"Halo kakak ups, kakak tiri maksudnya," ucap Lyra santai, nada suaranya menyimpan ejekan.
Alvyna menatap tajam dengan sorot mata menusuk. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Napasnya tertahan wajah Lyra benar-benar memicu semua amarah yang selama ini ditahan. Tapi alih-alih marah, Alvyna justru tersenyum menyeringai.
"Heh dunia sempit banget ya. Harus banget gue satu sekolah sama lo lagi?" ucapnya dengan nada sinis sambil menyilangkan tangan.
Lyra mendengus, lalu mendekat dengan ekspresi jijik. "Ngaca deh. Kok bisa sih orang miskin kayak lo sekolah di sini? Jual diri ke om-om ya?"
Alih-alih tersinggung, Alvyna malah tertawa kecil. "Heh, ngomongin diri lo sendiri ya? Atau maksudnya nyokap lo? Jual diri ke suami orang demi hidupin lo. Ck patut dicontoh."
Lyra tampak murka. Tangannya terangkat, hendak menampar. Namun Alvyna lebih dulu menangkap pergelangan tangan itu, mencengkeramnya dengan kuat Lyra meringis.
“Cuihh, lo maling paling hebat yang pernah gue liat. Gak cukup nyolong orang, bahkan nama keluarga juga lo sikat. Bagus juga ajaran emak lo,” ucap Alvyna menyeringai.
"Lepas anjing!"
Tapi Alvyna tak menggubris. Sambil tetap mencengkeram, ia memerhatikan name tag di seragam Lyra. "Lyra Maelis Damaris, ck lengkap banget nyolongnya."
Lyra memberontak. “Gue gak akan puas sebelum lo bener-bener hancur! Tiga tahun ini semuanya lancar karena lo gak ada. Sekarang lo balik dan mau hancurin semuanya? Mimpi!"
Alvyna mendengus. "Tenang aja. Gue gak akan rebut apapun. Tapi hukum alam berlaku. Yang nyakitin pasti akan tersakiti."
"Lo..."
“Termasuk ketenaran lo... dan..." Alvyna mendekatkan wajahnya ke telinga Lyra, membisik “dan El.”
Lyra melotot Alvyna mencibir. "Oh dan karena bahu gue sakit banget, ini balasan kecil sebelum gue cabut."
Sett! Gyutt!
"Aaakkhh!! Shit!!" Lyra menjerit saat kakinya diinjak keras oleh Alvyna.
Tanpa rasa bersalah, Alvyna terkekeh dan melepas cekalannya. Ia langsung lari menjauh sebelum keadaan semakin ricuh.
Langkah Alvyna bergegas menuju rooftop. Ia tau suaminya, meski menyebalkan, sedang menunggunya di sana. Dari pesan yang masuk tadi, dia tidak mau ambil risiko bikin El marah.
Paksu: Ke rooftop Ra, udah istirahat kan? GPL!
Alvyna: Ngapain? Mau ke kantin laper.
Paksu: Banyak makanan di sini. 5 menit gak sampai gue unboxing lo nanti malem!
Alvyna sampai melotot membaca itu. Nama kontaknya “Paksu” dengan emotikon pula. Padahal dia belum pernah simpan nomor El!
Sambil bergumam kesal, Alvyna naik ke rooftop. Di depan pintu, ia berhenti sejenak, menempelkan telinga. Sepi, dia menarik napas lalu membuka pintu.
Ceklek...
"Telat dua menit. Bagusnya dikasih hukuman apa nih?" suara santai itu menyambutnya.
"Ngapain lo nyuruh gue ke sini?!" bentaknya, tetap berdiri di ambang pintu.
"Kunci dulu pintunya sini," El menyahut santai sambil merokok.
Alvyna menghela napas. “Kasih tau dulu ngapain.”
“Mau bikin anak,” jawab El sambil nyengir, membuat Alvyna nyaris berteriak. Tapi aroma makanan mengalihkan perhatiannya. Akhirnya, ia mengunci pintu dan mendekat.
El menarik tangannya hingga duduk di sampingnya. Bahu Alvyna terkena lengan El dan dia meringis.
“Kenapa Ra?”
“Bahu gue sakit...”
“Si Lyra?”
Alvyna hanya diam. Tak sengaja bocor dari mulutnya.
"Yang sebelah mana?" tanya El, wajahnya serius.
"Sshhh... Jangan ditekan!" ringis Alvyna.
"Nabraknya gimana sampe sakit begitu?"
Alvyna mendengus. "Pake bahu lah, pake apaan lagi!"
“Ck, di...”
Tok... Tok... Tok...
Mereka terdiam.
Brakk... Brakk... Brakk...
"EL! KAMU DI DALAM KAN?!"
Alvyna dan El saling pandang.