Setelah bertahun-tahun hidup sendiri membesarkan putrinya, Raisa Andriana seorang janda beranak satu, akhirnya menemukan kembali arti cinta pada Kevin Wibisono duda beranak dua yang terlihat bijaksana dan penuh kasih. Pernikahan mereka seharusnya menjadi awal kebahagiaan baru tapi ternyata justru membuka pintu menuju badai yang tak pernah Raisa sangka
Kedua anak sambung Raisa, menolak kehadirannya mentah-mentah, mereka melihatnya sebagai perebut kasih sayang ayah nya dan ancaman bagi ibu kandung mereka, di sisi lain, Amanda Putri kandung Raisa, juga tidak setuju ibunya menikah lagi, karena Amanda yakin bahwa Kevin hanya akan melukai hati ibunya saja
Ketegangan rumah tangga makin memuncak ketika desi mantan istri Kevin yang manipulatif, selalu muncul, menciptakan intrik, fitnah, dan permainan halus yang perlahan menghancurkan kepercayaan.
Di tengah konflik batin, kebencian anak-anak, dan godaan masa lalu, Raisa harus memilih: bertahan demi cinta yang diyakininya, atau melepas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_Fisya08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Kevin Merasa Bersalah
Dan dari balik pintu, Kevin muncul sambil tersenyum seperti biasanya, senyum hangat yang selalu berhasil meredakan suasana… kecuali malam ini..
. Raisa tercengang melihat sang suami datang menemuinya karena ia telah memberi tahu Kevin kalau ia akan pulang sendiri..
Radit langsung berseru sambil menepuk dadanya dramatis..
“Astaga, lu Vin! Gue kira siapa tadi!” ucap Radit
Audi menahan tawa melihat tingkah Radit bicara..
Kevin mendekat sambil mengangkat alis.
“Kayaknya serius banget nih… lagi ngomongin apaan?”
Radit menepuk bahunya sambil menjawab cepat..
“Ngomongin rahasia besar, Vin. Lu belum bisa tahu dulu, sorry.”
"Berani ya kalian main rahasia-rahasia dari gue?” Kevin pura-pura marah tapi terlihat penasaran banget.
Radit malah meledek lagi,
“Belum saatnya lu tahu bro, kalau lu penasaran ya derita lu bro"
Audi langsung memukul lengan Radit pelan.
Sementara Raisa hanya tersenyum kecil, mencoba terlihat biasa saja melihat Kevin..
Kevin melirik Raisa dan Audi, mencoba membaca situasi.
Ada yang janggal, ada ketegangan yang Kevin tidak mengerti..
Namun, sebelum ia sempat bertanya, Jessica dan para karyawan keluar dari area dapur sambil membawa tas masing-masing.
“Bu Raisa, kami pamit ya. Semua pesanan sudah selesai.” ucap Jesika mewakili yang lain..
Raisa mengangguk sambil tersenyum lembut.
“Hati-hati di jalan semuanya, dan terima kasih, ya.”
“Siap, Bu!” mereka menjawab serempak sebelum meninggalkan toko.
Radit dan Audi saling pandang, lalu mendekati Raisa.
“Kita juga berdua mau cabut dulu Ra, sudah malam banget,” ucap Audi.
Radit menambahkan pelan..
“Besok gue dan Audi balik lagi, Ra, lu kuat ya menghadapi sahabat gue yang satu itu" ucap Radit sambil melirik Kevin..
Raisa hanya tertawa kecil dengar ucapan Radit..
"Eeets.. jangan bisik-bisik sama bini gue,. jangan mulai jadi provokator deh" ucap Kevin sambil tersenyum
"Ya sudah gue pamit dulu, kalau meladeni lu, bisa sampai pagi gue" ucap Radit sambil menepuk bahu Kevin
Setelah Radit dan Audi pergi hanya tinggal Raisa dan Kevin, entah kenapa malam ini mereka berdua terasa sangat canggung..
Suasana yang hening itu membuat Kevin langsung membuka suara..
“Sayang… kenapa nggak bilang kalau hari ini lembur?” nada suaranya lembut, tapi ada sedikit keluhan manja.
"Mas sampai bosan loh nunggu kamu di rumah sendirian. Jadi ya… mas punya inisiatif untuk jemput kamu. Walaupun mas tahu kamu tidak menyukai itu.” lanjut Kevin
Kevin mendekat, mencoba menatap wajah Raisa.
"Mas minta maaf untuk itu" ucap Kevin tulus
Raisa menunduk sambil membereskan meja, ia hanya mengangguk kecil..
Kevin tahu, Raisa masih marah kepada nya atas kejadian di rumah mama nya kemarin karena fitnahan Desi dan kedua putri nya yang selalu memojokkan Raisa..
"Sayang…” Kevin menyentuh bahu Raisa pelan
"Apa kamu masih marah sama mas?” tanya Kevin
Raisa menggeleng, sangat pelan, tapi kali ini ia menghentikan pekerjaannya dan menatap Kevin..
"Untuk apa aku marah mas, yang sekarang ini aku hanya ingin menghadapi siapa pun yang akan menginjak harga diriku, tanpa kecuali kedua putri mu mas" ucap Raisa dengan tatapan menusuk..
Kevin menarik napas panjang, menahan rasa sesaknya sendiri...
"Mari mas, kita pulang, aku sudah sangat lelah sekali" ucap Raisa
Tanpa banyak bicara Kevin berjalan di samping Raisa..
Kevin membuka pintu untuk Raisa, menuntunnya keluar dari toko yang mulai gelap..
Namun di balik kesunyian itu Kevin berjanji di dalam hati kecilnya..
Ia akan melindungi istri nya apa pun caranya, dan ia tidak akan membiarkan siapapun menyakiti nya..
***
Telpon Jesika sebenarnya sudah berdering, sejak mereka masih berada di toko roti, entah sudah berapa kali ponsel itu bergetar, membuatnya gelisah meski ia sudah mengganti nada dering nya menjadi senyap..
Namun begitu sampai di kontrakan bersama Naila, ponsel nya kembali bergetar keras, seakan memaksa nya untuk di jawab..
Jesika menatap layar ponselnya ketakutan..
"Siapa sih yang telpon, mana nomor nggak dikenal, malas aku, jangan-jangan orang jahat,” gumamnya sambil memeluk tasnya..
Baru saja ia mau duduk, Naila sudah memanggil dari dalam kontrakan..
“Hai Jes! Malah bengong, kenapa diam aja? Ayo masuk dalam, lah. Udah malam nih, gue takut ah!” seru Naila sambil celingak-celinguk..
Jesika langsung mengikuti Naila masuk, begitu pintu tertutup, Naila menatap Jesika heran..
"Lu tuh kesambet dimana, sih Jes? Yang biasanya bawel, kok jadi pendiem begini, lu beneran Jesika kan? Bukan hantu?” ujar Naila sambil menjauh setengah langkah..
Jesika memutar bola mata...
“Emang lu pikir gue ini setan apa? Sembarangan lu, Nails kalau ngomong" balas Jesika sewot
“Ya terus kenapa lu diem? Cerita dong, biasanya mulut lu tuh kayak radio rusak, tahu gak sih lu, eh ini tiba-tiba bengong" sahut Naila
Jesika menghembuskan napas..
“Gue heran, Naila, Ini nomor kok dari tadi telpon terus ya, gue takut itu orang jahat atau apa.” ucap Jesika
Naila memandang ponsel Jesika yang kembali bergetar.
Tuh bunyi lagi, coba deh lu angkat, biar tau maunya apa itu orang, atau mungkin salah sambung, kalo lu nggak angkat, gimana mau tau itu nomor siapa?” ucap Naila kasih saran..
Jesika langsung menyodorkan ponselnya.
“Nih lu tolong gue, lu aja yang angkat ya Naila teman ku yang paling baik hati" pinta Jesika dengan mengedipkan kedua matanya meminta bantuan
Naila mendengus kesal..
“Yah sudah sini, biar gue saja yang angkat" ucap Naila sambil mengambil ponsel Jesika
Naila menarik nafas dalam-dalam lalu menekan tombol hijau..
“Assalamualaikum, apakah benar ini nomornya Jesika?” suara seorang lelaki terdengar, suaranya dalam, dewasa, dan sangat tenang..
Naila refleks memperbesar volume agar Jesika bisa mendengar nya juga..
“Ya dengan saya sendiri, maaf, ini dari siapa ya? Dan ada perlu apa menelpon saya terus-menerus?” kata Naila, memasang suara paling lembut yang ia punya..
“Saya Bryan Louis Raharja.” jelas Bryan dari sebrang telpon sana
Seketika, Naila dan Jesika membeku,..
Keduanya saling menatap dengan mata melebar, mulut sedikit terbuka, napas seperti tertahan...
Bryan...
.... Bryan Louis Raharja ....
Nama itu saja sudah cukup membuat siapa pun di kota itu terpaku..
Bryan seorang Konglomerat dengan kekayaan yang tidak ada habisnya, pemilik beberapa perusahaan raksasa, pewaris keluarga Raharja yang terkenal...
Sering muncul di berita, majalah bisnis, dan bahkan gosip selebriti karena ketampanan dan statusnya..
Jesika sampai menjatuhkan tasnya, Naila terhenyak, tapi masih memegang telepon dengan tangan yang mulai bergetar..
“Bry… Bryan… Louis Raharja?” ulang Naila lirih, seolah tidak percaya apa yang ia dengar.
Jesika menutup mulutnya sendiri, jantungnya serasa jatuh ke perut, ia tidak pernah merasa setegang ini dalam hidupnya..
Suara Bryan kembali terdengar, tenang dan teratur..
“Maaf sebelumnya kalau telepon saya mengganggu, saya hanya ingin memastikan, apakah benar yang bicara dengan saya ini Jesika?” tanya Bryan lagi
Naila perlahan menoleh ke Jesika.
“Jeeeeesss… lu… dicari… konglomerat…” bisiknya.
Jesika menampar keningnya sendiri pelan, tak percaya.
“Aduh mati gue… gue salah apa ya?!” Jesika panik..
Dalam kepanikan, Jesika memegang pundak Naila.
“Jangan bilang gue! Lu aja terusin dulu!” ucap Jesika
Tapi Naila menggeleng cepat.
“Gila lu! Ini Bryan! BRYAN! Gue bisa mati kalo ngomong salah!” ucap nya tegang
Telepon masih menyala. Bryan masih menunggu tanpa suara..
Jesika makin panik.
“Ya Allah… gue nggak pernah lupa bayar hutang… gue nggak pernah nipu orang… apa salah gue?!” ucap Jesika
“Gue tau.. jangan-jangan… dia nyari karyawan buat perusahaan dia!” Naila teriak dan menutup mulutnya sendiri
"Tidak mungkin" Jesika menggeleng keras.
“Atau…” ucap mereka serentak lalu mereka berdua terdiam, masing-masing menelan ludah..
“atau dia salah orang…” ucap Jesika lalu pelan-pelan, Jesika mengambil ponsel dari tangan Naila. Jari-jarinya gemetar.
"Ha.. Halo… saya… Jesika…” ucap nya gugup
Suara Bryan tiba-tiba berubah lebih hangat.
“Terima kasih sudah mau menjawab, saya ingin bicara baik-baik… tentang sesuatu yang sangat penting.” ucap Bryan
Jesika langsung terduduk dan Naila ikut duduk di sampingnya dengan wajah panik..
--- Bersambung ---.