Membawa Lari Benih Sang Mafia

Membawa Lari Benih Sang Mafia

Chapter 1

"Aku tidak akan menikah dengan pria pilihan kalian!"

Suara Elise menggema di ruang makan megah keluarga Van Der Holt, sebuah keluarga bangsawan kaya raya yang namanya harum di kalangan elit Belanda.

Gelas-gelas kristal di atas meja bergetar, bukan karena gempa bumi, melainkan karena amarah Tuan William Van Der Holt, sang ayah, yang membanting meja dengan kepalan tangannya.

"Elise!" bentak Tuan William, suaranya menggelegar memenuhi ruangan. "Kau adalah pewaris keluarga ini. Apa kau pikir harta, kedudukan, dan nama besar bisa jatuh ke tanganmu begitu saja tanpa kewajiban?"

Elise, dalam balutan gaun sederhana berwarna putih gading, mengangkat dagunya menantang sang ayah. Mata birunya berkilat, bukan dengan air mata, melainkan dengan tekad yang membara.

"Aku tidak ingin hidupku dikendalikan hanya karena warisan. Jika kalian menginginkan seorang cucu, aku akan memberikannya. Tapi bukan dengan cara menikahi pria asing yang bahkan tidak kucintai."

Ibunya, Madame Cecile, dengan anggun meletakkan sendok peraknya di atas piring porselen.

"Anakku, kau tahu betul syarat yang tertera dalam wasiat itu. Seorang pewaris harus melahirkan keturunan yang sah. Tanpa suami, tanpa pernikahan, tidak ada hak waris bagimu. Apa kau benar-benar ingin dilengserkan? Kau akan kehilangan segalanya."

"Aku tidak peduli dengan harta, Ibu!" Elise menegakkan punggungnya, bahunya yang ramping tampak tegar. "Yang aku butuhkan hanyalah seorang anak. Itu sudah cukup untukku."

Keheningan mencengkam ruang makan. Kata-kata Elise terdengar seperti sebuah kegilaan di telinga mereka yang terbiasa dengan aturan-aturan aristokrat yang kaku. Tuan William tertawa hambar, sinis.

"Bagaimana kau akan melahirkan seorang anak tanpa seorang suami? Apakah kau ingin mempermalukan keluarga ini di hadapan seluruh Eropa?"

"Ada cara lain. Dunia sudah berubah. Ada teknologi. Aku bisa melahirkan seorang anak tanpa harus menyerahkan diriku pada seorang suami yang dipaksakan," potong Elise menatap lurus ke arah ayahnya, matanya memancarkan keberanian yang tak tergoyahkan.

Tuan William membeku di tempatnya. Rahangnya mengeras, urat-urat di lehernya menegang.

Sementara Madame Cecile menatap putrinya dengan ekspresi terkejut sekaligus marah.

"Elise, jangan berbicara omong kosong. Ini memalukan. Apa yang akan dikatakan orang?"

Namun Elise tidak bergeming. "Aku akan melakukannya. Dengan atau tanpa restu kalian."

Malam itu, Elise Dengan tergesa-gesa, ia memasukkan pakaian ke dalam sebuah koper besar, tangannya gemetar tak terkendali.

Jantungnya berdebar kencang di dalam dadanya, bukan karena ketakutan, melainkan karena ia tahu bahwa langkah yang akan diambilnya ini tidak akan bisa ditarik kembali.

Ia menatap sekali lagi foto mendiang neneknya yang selalu berpesan kepadanya.

"Jadilah dirimu sendiri, Elise. Jangan pernah menjadi boneka yang dikendalikan oleh orang lain."

"Elise..." bisiknya pada pantulan dirinya di cermin. "Aku akan memilih jalanku sendiri. Jika melahirkan seorang anak adalah harga yang harus aku bayar untuk kebebasanku, maka aku akan melakukannya dengan caraku sendiri."

Tanpa mengucapkan selamat tinggal, ia meninggalkan rumah bangsawan itu, meninggalkan kemewahan dan tradisi yang selama ini mengikatnya.

***

Bandara Schiphol, Amsterdam.

Suasana pagi yang sibuk dan riuh memenuhi bandara. Elise berdiri tegak dengan mantel krem panjang yang menutupi tubuhnya, sebuah koper besar di tangannya.

Ia baru saja membeli tiket penerbangan ke Italia—sebuah negeri yang terkenal dengan laboratorium fertilisasi terkemuka dan teknologi medis mutakhir nya.

Saat pesawat lepas landas, Elise menatap keluar jendela, menyaksikan kota Amsterdam yang perlahan mengecil dari ketinggian.

"Aku akan memulai hidupku sendiri," bisiknya lirih. "Hidup yang aku pilih sendiri."

 

***

Langkah kaki Elise menggema di koridor putih sebuah laboratorium modern di Naples. Bau antiseptik yang menyengat menusuk hidungnya, membuat jantungnya berdebar semakin kencang. Ia ditemani oleh seorang dokter berjas putih, Dr. Morelli, yang menjelaskan prosedur yang akan dijalaninya dengan singkat.

"Signora Elise, prosesnya cukup sederhana," kata Dr. Morelli dengan senyum profesional.

"Kami memiliki banyak sekali donor sperma yang sudah terverifikasi. Anda hanya perlu memilih tipe karakteristik yang anda inginkan. Tinggi badan, warna mata, latar belakang pendidikan, dan lain sebagainy. Kami akan memastikan semuanya aman dan sesuai dengan harapan anda."

Elise mengangguk pelan, tangannya terasa dingin dan sedikit berkeringat.

"Aku hanya menginginkan seorang anak yang sehat," jawabnya dengan suara yang sedikit bergetar. "Itu saja."

"Tenanglah, Signora. Anda akan baik-baik saja," Dr. Morelli mencoba menenangkan Elise dengan senyumnya yang ramah.

Elise dibawa masuk ke sebuah ruangan steril yang tampak seperti sebuah kapsul futuristik. Ia memejamkan matanya, mencoba menenangkan diri dan mengusir semua keraguan yang menghantuinya.

"Ini adalah jalan hidupku. Bukan pernikahan yang diatur, bukan suami yang dipaksakan. Hanya aku dan anakku kelak." batinnya dengan tekad yang membara.

***

 

Villa Moretti, Naples.

Cahaya lampu gantung kristal menerangi ruang pertemuan megah yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan klasik dan perabotan mewah.

Di kursi utama, duduk Diego Frederick seorang pria yang dikenal sebagai mafia paling ditakuti di seluruh Italia. Wajahnya keras dan tanpa ekspresi, sorot matanya gelap dan mengintimidasi.

Dia baru saja menyelesaikan perhitungan dengan seorang pengkhianat yang berani mengkhianatinya, dan kini seorang asistennya berlari terburu-buru menghampirinya dengan wajah pucat pasi.

"Signore... ada masalah," lapor sang asisten dengan suara gemetar.

Diego menoleh perlahan, tatapannya setajam pisau. "Masalah?" tanyanya dengan suara berat yang membuat bulu kuduk merinding.

"Benih biologis milik anda, yang disimpan di laboratorium fertilisasi, telah hilang."

Suasana di dalam ruangan mendadak membeku. Semua mata tertuju pada Diego, menunggu reaksinya.

Diego meletakkan gelas anggur merah yang sedang ia pegang di atas meja dengan gerakan yang sangat pelan.

"Hilang?" tanyanya lagi, suaranya tenang, namun menyimpan ancaman yang mematikan.

Asisten itu menelan ludah dengan susah payah. "Lebih tepatnya... bukan hilang, Signore. Disalahgunakan. Benih anda telah dimasukkan ke dalam rahim seorang wanita yang mendaftar untuk program bayi tabung hari ini."

Gelas anggur di tangan Diego retak dan hancur berkeping-keping. Matanya menyipit, tajam bagai pedang yang baru diasah.

"Cari dia. Temukan wanita itu. Aku tidak peduli siapa dia. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang berhak menyentuh apa yang menjadi milikku!"

Terpopuler

Comments

@pry😛

@pry😛

menarik...jgn di hpus... jgn pjg jg

2025-10-05

1

partini

partini

😭😭😭 ga dapat notif

2025-10-05

1

Arbaati

Arbaati

mampir Thor...semoga menarik

2025-10-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!