Salahkah jika aku menyukaimu Abang?
Kedekatan Dea dengan Abang tirinya menghadirkan sebuah perasaan yang tak seharusnya ada, sebisa mungkin dia mencoba membuangnya namun tanpa dia sadari ternyata Abangnya juga menyimpan perasaan yang sama untuknya.
Ada yang penasaran? yuk simak cerita mereka 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
“Dih Abang aduan, ya udah, ya udah Dea buang.” akhirnya aku melemparkan eskrim yang tinggal setengah itu ke tong sampah.
“Udah tuh, udah Dea buang eskrimnya.” ucapku dengan wajah mematut.
“Nah gitu dong, itu baru adeknya Abang.” kekeh Ran, dia langsung pergi untuk membeli eskrim dan tak lama kemudian dia pun kembali bahkan setengah berlari menghampiriku.
Satu keresek penuh eskrim dia sodorkan kearahku, “Ya Allah, Bang. Banyak amat.” aku terkejut melihat Ran memborong eskrim dengan berbagai rasa.
“Biar kamu bisa makan sampe puas.” dia tersenyum senang.
“Gak sekalian di beli sama freezer-nya.” Cibirku.
“Boleh juga tuh,” kekehnya, dia duduk di bangku besi yang ada di sudut pasar malam yang agak sepi, jam sudah menunjukkan pukul 21:00 tapi Ran tak jua mengajakku pulang.
Kami makan eskrim satu persatu dengan rasa yang berbeda, “Bang, semalam kan Abang demam gak boleh makan eskrim banyak-banyak," aku baru ingat kalau Ran belum pulih betul dari sakitnya.
“Ia gitu?” dia menempelkan punggung tangan di dahinya, “gak panas ko, coba kamu cek.” Ran meraih tanganku dan menempelkan di dahinya.
Deg... Jantungku tiba-tiba berdetak dengan kencang, sumpah ini jantung kenapa sih? Dia Abang elu woy, ia kali elu bereaksi sama dia.
“Gimana panas gak?” tanyanya polos, aku menggelengkan kepala dan langsung menarik tanganku kembali.
“Kalau gitu aku udah sembuh dong.” Ran kembali menikmati eskrimnya sambil melihat pemandangan orang yang berlalu lalang di sekitar.
“Nih.” Ran menyodorkan satu set ikat rambut karakter BT21 padaku.
“Hah, ini buat aku, Bang?!” Ran mengangguk tanpa menoleh. Sumpah aku ingin melompat ke pelukan Ran rasanya, seneng banget di beliin barang yang emang jadi favorit aku.
Ran mendengus senyum, “Seneng amat dapet begituan.”
“Abang tahu darimana aku suka karakter BT21?”
“Ada deh, gak usah kepo.”
“Makasih ya Bang, Dea seneng banget.” aku memeluk benda pemberian Ran tersebut penuh kasih sayang.
“Pake dong.” pinta Ran.
“Gak ah sayang, aku mau koleksi buat pajangan.” tolakku menatap sayang ikat rambut model Shooky dan kawan-kawannya.
“Gak ada! Gue beliin buat lu pake, malah di simpen.” Ran merampas bungkusan ikat rambut itu dan merobeknya.
“Dih Abang jangan di robek, sayang tahu.” aku cemberut menatap bungkusan plastik bening itu yang sudah terkoyak, bahkan isinya pun sudah tak berurutan.
“Entar gue beliin lagi, mau berapa banyak? Yang sekarang elu harus pake, titik. Gak ada penolakan.” Ran mengambil satu ikat rambut model Chimmy dan bersiap hendak mengikat rambutku.
“Ih, Dea bisa sendiri Bang, di iketin rambut sama orang gak pernah bener.” tolakku, dan langsung mengambil ikat rambut itu dari tangan Ran. Ran hanya terkekeh melihat reaksiku.
“Gimana, bagus gak?” aku minta pendapat setelah memakai ikat rambut itu.
Ran mengangkat dua jempolnya sebagai apresiasi. ‘Gue gak nyangka, Ran ini orangnya asik juga.’ aku belum bisa menghentikan senyumku setelah mendapat hadiah dari Ran.
”Balik yuk, udah malem.” Ran bangkit aku pun ikut bangkit, eskrim yang kami beli masih sisa banyak dan ada separuh yang mencair, nanti di rumah aku akan masukan ke kulkas buat stok hehe.
Kami dalam perjalanan pulang saat ini, Ran yang mengemudikan motor dan aku duduk di belakang, angin malam terasa menusuk-nusuk di kulit, sweater yang aku kenakan tak mampu mengahalau tajamnya hembusan angin.
“Mulai besok gue yang....lo.” ucapan Ran terdengar samar karena hembusan angin dan helm yang aku kenakan.
“Abang ngomong apaan? Dea gak denger?” ucapku setengah berteriak.
Ran berdecak kesal, “MULAI BESOK GUE YANG ANTAR JEMPUT LO KE SEKOLAH.” ucapnya mengeraskan suara.
“Gak usah Bang, Dea naik angkot aja lagian Dea kan harus kerja dulu gak bisa langsung pulang.” tolakku halus.
“Elu gak ngerasa gitu Ibu sama Papah udah curiga sama lu, mana mungkin kerja kelompok sampe tiap hari?” aku terdiam seketika, benar aku memang sudah merasa kalau Ibu curiga padaku, kalau sampai ketahuan bisa-bisa aku akan di batasi dan gak bisa sembarangan keluar rumah selain pergi sekolah.
“Ya udah boleh deh.” akhirnya aku mengalah demi kebaikan.
Kami sampai di rumah sekitar pukul 23:00 malam, lampu rumah tampak menyala, tunggu bukannya di rumah gak ada orang kan? Harusnya lampunya mati. Aku lekas masuk, ternyata pintu gak di kunci, apa ada maling? Si*al apa yang harus aku lakukan, aku lekas kembali menghampiri Ran yang tengah memasukan motor ke garasi.
“Bang!” aku berbisik di telinga Ran, “ko lampu rumah nyala?”
“Terus kenapa?” Ran tampaknya belum menyadari keanehannya.
“Seharusnya mati kan? Kita pergi dari siang loh, dan di rumah gak ada siapa-siapa, pintunya juga gak di kunci, apa jangan-jangan ada maling?!” terkaku.
“Ah masa sih, kamu lupa kali gak ngunci pintu tadi.” wajah Ran tampak cemas, dia yang memimpin jalan dan membatasi langkahku tetap di belakangnya.
“Bang, Dea takut.” cicitku di balik punggungnya.
Ran menelan ludah, aku tahu dia juga merasa takut, “tenang, gue bakalan jagain lo ko, tapi kalau mati kita harus bareng-bareng, gue gak mau pergi ke akhirat sendirian.”
“Dih si Abang masih sempat-sempatnya bercanda di saat kaya gini.” Ran hanya membalas ucapanku dengan senyuman.
Langkah kami memasuki ruang tamu, disini tampak sepi, namun ruangan sudah sepenuhnya diterangi lampu-lampu, tak ada yang aneh dan semua masih seperti saat kami tinggalkan tadi siang.
Ran berhenti bergerak, “Semuanya baik-baik aja ko, malingnya mana?”
“Ran, Dea! Kalian dari mana?” suara bariton Ibuku terdengar dari arah dapur, ternyata mereka sudah pulang, mampus lu Dea. Aku menggigit bibir bawahku, baru kali ini aku pulang larut malam, Ibu pasti murka.
“Ran, Dea, kalian pergi kemana? Kenapa jam segini baru pulang?” Pak Bagas langsung mencecar kami dengan pertanyaan saat beliau baru keluar dari kamar.
“Kami–,”
“Tunggu! Kalian pergi bareng?!” Ibu dan Pak Bagas saling pandang satu sama lain.
“Berarti kalian udah akur dong?” Ibu menambahkan. Aku mengangguk sambil tersenyum sedang Ran hanya diam saja.
Pak Bagas tersenyum lebar, pun dengan Ibu beliau tampak bahagia melihat kami sudah akur, “Sumpah Ran, Papah seneng banget akhirnya kamu bisa nerima Dea dan Ibunya.” Pak Bagas memeluk Ran sekilas kemudian menepuk pelan bahu sang putra.
“Emang Ran pernah bilang gak mau nerima mereka? Enggak kan, Ran cuma bilang Ibu kandung Ran hanya Mamah Ran yang udah gak ada, tapi Ibu sambung juga Ibu nya Ran sekarang.” Ibu menyeka ujung matanya yang tampak berair, dia mendekat pada Ran dan memeluknya, luar biasanya Ran tak menolak sama sekali, mereka saling berpelukkan untuk beberapa saat.
“Terimakasih Nak, Ibu janji Ibu akan berusaha menjadi Ibu yang baik untuk kamu. Ibu juga gak berniat menggantikan posisi Mamah Lisna di hati kamu dan Papah.”
“Ibu kenal Mamah?” Ran terlihat terkejut mendengar kata-kata Ibuku, jangankan Ran aku pun ikut terkejut mendengar penuturannya.
“Ya, kami pernah bertemu beberapa kali, Lisna adalah orang yang baik dan hangat, cantik juga tentunya.” Ran tersenyum senang, tampaknya hatinya sedikit menghangat.
“Kayanya momen ini patut di rayain nih.” seru Pak Bagas.
“Jangan sekarang lah Pah, ini udah malem. Besok Dea harus sekolah, Ran juga harus kuliah kan.” sanggah Ibuku.
“Ya udah kita foto bareng aja, buat pajangan.” akhirnya kami berfoto bersama dalam keadaan suka cita.
***
Tok...Tok...Tok...
“Ya, bangun Ya!”
Arrghhh....
Aku menjerit dalam hati, kenapa sih pagi itu cepet datengnya, mata gue kan masih ngantuk, perasaan baru aja mata gue ini merem.
“Iya Bu, Dea udah bangun ko.” balasku malas.
“Buruan turun, kita sarapan bareng.” setelah itu Ibu pun pergi. Mau tak mau aku pun bangun, lalu pergi mandi terlebih dahulu.
Di meja makan sudah tampak Ran dan Pak Bagas, mereka tengah asik mengobrol, sedang Ibu menyiapkan sarapan di dapur. Wajahnya tampak sumeringah, aku tahu dia sangat bahagia setelah Ran bisa menerima kehadirannya dengan lapang.
“Dea, kenapa berdiri disana?” Pak Bagas menyadari kehadiranku. Aku tersenyum lalu duduk bergabung bersama Pak Bagas dan Devran.
“Pah, mulai sekarang Ran yang akan antar jemput Dea.” ucap Ran tiba-tiba, membuat aku dan Ibu sontak menoleh padanya.
“Bagus itu. Sebenarnya Papah sempet kepikiran mau bayar sopir buat antar jemput Dea, Papah sedikit khawatir kalau terus biarin Dea pulang pergi sendiri, apa lagi Dea suka pulang malem. Tapi sekarang ada kamu, kekhawatiran Papah jadi sedikit berkurang, gini ya rasanya punya anak gadis.” kekeh Pak Bagas.
Ibu tersenyum sambil menaruh sepiring roti bakar di hadapan kami, “Ibu juga jadi tenang karena punya anak cowok sekarang, mana ganteng lagi.” tambah Ibuku.
“Anak siapa dulu dong?!” sahut Pak Bagas. Kami tertawa bersama, ini adalah acara sarapan yang paling berkesan sepanjang hidupku, aku bahagia, sangat bahagia.
maknya menjauh...
❤❤❤❤😀😀😀😀
❤❤❤❤❤
rapi teenyata Dea masih malu2...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤
awal bertemu di rumah Ran ..
dia kan musuhin Dea..
apa.karena gak yeeima papanya nikah lagi...
😀😀❤❤😘😍😍😙
tapi Dea gak tau...
pantesan Ean betah jomblo..
laahhh...
wmang nungguin Dea...
❤❤❤❤❤
apa masalah flo dimas dan Ran..
❤❤❤❤❤
pasti Ran jujur jga klao suka ma Dea..
😀😀😀❤❤❤😍😙😗
ko bisa flashback Thor
❤❤❤❤
😀😀❤❤❤
akankah dea cemburu kalo tau flora sekampus ama Ran?
❤❤❤❤
bolrh banget malahhh..
halal kok..
😀😀😀❤❤❤❤
biar gak terlambat...
😀😀😀❤❤❤
bingung mau ngaku syka ama Dea...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤❤❤😍😙😙😙
yg ketahuan jadian....
❤❤❤❤❤
mkasi udah up banayakkkk...
❤❤❤❤❤