Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Aaron melihat situasi aneh antara Nero dan Roland yang saling berhadapan dengan ekspresi bermusuhan.
"Nero?" ia bertanya, lalu ganti memandang kepada Roland.
"Anak ini menantangku berkelahi satu lawan satu, Bang. Alangkah sombongnya," jelas Roland.
"Benar begitu?" selidik Aaron menoleh pada Nero.
"Benar!" jawab Nero percaya diri, ia tidak perlu berbasa basi lagi, matanya berkilat penuh keinginan.
"Nero!" Nadia berteriak, "jangan bodoh, kamu tidak perlu meladeninya," Nadia nampak khawatir. Bagaimanapun Roland adalah praktisi beladiri sekolah yang dari klub karate.
"Oh menarik, Nadia. Jika mereka memang ingin melakukannya, tidak ada salahnya," kata Aaron antusias, "di aula boleh menantang seseorang untuk menunjukkan bakatnya. Tidak penting dari klub mana pun, selama mereka memiliki potensi beladiri, mereka akan difasilitasi."
"Aku tahu!" ketus Nadia. "Tapi bagaimana mungkin!" Nadia sangat tidak puas. Nero bukanlah saah satu anggota dari klub beladiri manapun di sekolah, dibandingkan dengan Igor, jelas Roland lebih kuat.
"Jadi bagaimana?" Aaron memandang kedua laki laki muda yang mau berduel itu.
"Dengan satu syarat. " Roland membuka suara. "Jika kau mau berkelahi satu lawan satu, aku akan menghadapimu," tantang Nero. Ia ingat nama anak itu adalah Roland, di awal sekolah dulu pernah berkenalan dengannya, ciri khas rambutnya mudah untuk diingat.
"Oh ya? Hahaha... Betapa sombongnya," Roland tertawa, kedua temannya ikut terbahak.
"Kamu tidak tahu siapa aku? Aku adalah anggota klub karate, kepercayaan apa yang kamu miliki untuk mengatakan kau berani duel denganku?"
"Kenapa kau tidak mencoba?" tantang Nero lebih lanjut.
"Sudahlah, Nero, mereka hanya ingin
mem-bully-mu. Lebih baik jangan ladeni mereka." Nadia terlihat mulai khawatir, ia menarik baju nero.
"Tidak apa-apa, Nadia. Aku juga ingin melihat, apa mulut mereka sesuai dengan kemampuannya," Nero makin memprovokasi, yang dilakukannya sebenarnya adalah ingin menguji dirinya sendiri dengan berkelahi satu lawan satu. Ia ingin tahu bagaimana kemampuan bertarungnya saat ini.
Tiba-tiba dari jauh seseorang memanggil. Semua orang menoleh, dan melihat seorang laki-laki muda tampan mendekat.
"Aaron?" Igor nyaris berteriak, Roland juga terlihat pucat. Jika Aaron ikut terlibat dan memihak Nero, maka habislah mereka.
"Nadia, ayo ke aula, yang lain sudah menunggu," ajaknya kepada Nadia.
Namun Aaron melihat situasi aneh antara Nero dan Roland yang saling berhadapan dengan ekspresi bermusuhan.
"Nero?" ia bertanya, lalu ganti memandang kepada Roland.
"Anak ini menantangku berkelahi satu lawan satu, Bang. Alangkah sombongnya," jelas Roland.
"Benar begitu?" selidik Aaron menoleh pada Nero.
"Benar!" jawab Nero percaya diri, ia tidak perlu berbasa basi lagi, matanya berkilat penuh keinginan.
"Nero!" Nadia berteriak, "jangan bodoh, kamu tidak perlu meladeninya," Nadia nampak khawatir. Bagaimanapun Roland adalah praktisi beladiri sekolah yang dari klub karate.
"Oh menarik, Nadia. Jika mereka memang ingin melakukannya, tidak ada salahnya," kata Aaron antusias, "di aula boleh menantang seseorang untuk menunjukkan bakatnya. Tidak penting dari klub mana pun, selama mereka memiliki potensi beladiri, mereka akan difasilitasi."
"Aku tahu!" ketus Nadia. "Tapi bagaimana mungkin!" Nadia sangat tidak puas. Nero bukanlah saah satu anggota dari klub beladiri manapun di sekolah, dibandingkan dengan Igor, jelas Roland lebih kuat.
"Jadi bagaimana?" Aaron memandang kedua laki laki muda yang mau berduel itu.
"Dengan satu syarat. " Roland membuka suara. "Jika kau kalah, kau akan berlari sekeliling sekolah membawa spanduk yang bertuliskan -AKU BODOH-"
"Kalau aku menang?" Nero balik bertanya.
"Hahaha... Bisakah kau menang?" ejek Roland. Ia merasa geli dan terbahak diikuti ketiga temannya. Igor di belakang mereka terlihat sangat senang, ia membayangkan Nero babak belur dihajar Roland tanpa perlu menghadapi sangsi sekolah, karena pertandingan itu pertandingan yang legal.
"Kau takut?" Nero bertanya mengompori.
"Takut? Hanya dengan dirimu? Hahaha." Ia terbahak lagi. "Baiklah, aku akan memberimu 10 juta jika kau bahkan bertahan dalam 3 gerakanku."
"Setuju!" jawab Nero tanpa ragu. Kau berikan 10 juta kepada Aaron, biar dia yang pegang.
Nadia pucat, hal ini telah terjadi, dan tidak mungkin ditarik kembali. Dengan perasaan marah ia pergi dan lari menjauh.
Nero berjalan ketengah aula bersama Aaron, Aaron menyuruh Nero untuk menunggu karena ia akan menemui master aula untuk mendaftarkan duel mereka, tidak jauh di belakang Nero, Rolland dan kelompoknya mengikuti. Tidak lama kemudian Aaron memberi isyarat untuk mendekat.
"Mereka?" tanya orang yang duduk dibelakang meja. Ia memakai baju putih beladiri dengan sabuk hitam. Orang itu adalah master aula yang mengurusi daftar pertandingan yang diselenggarakan. Aaron mengangguk lalu menunjuk Roland dan Nero disampingnya.
"Jadi bagaimana kalian akan bertarung?" ia bertanya, memandang Nero dan Roland bergantian.
Nero mengernyitkan kening, tidak mengerti maksud pertanyaan orang itu.
"Tarung bebas," Aaron yang menjawab.
Master aula mencatat di berkasnya, lalu berkata, "Ini adalah pertarungan latihan, tidak dibenarkan dengan sengaja melakukan serangan kebagian berbahaya dari tubuh lawan, jika ada yang melakukan, akan dianggap kalah."
"Silahkan ganti pakaian kalian, pertandingan akan dilakukan paling akhir setelah semua pertandingan utama selesai, " tambahnya lagi.
Nero bingung, ia bahkan tidak memiliki baju untuk bertanding, namun nampaknya Aaron memahami kebingungannya,
"Ada baju yang bisa dipakai diruang ganti, kamu hanya perlu menyewanya 20 ribu sekali pakai," kata Aaron, ia lalu mengajak Nero ke ruangan ganti.
Nero yang masih tidak mengerti bertanya dibelakang Aaron, "Apa itu tarung bebas?" Ia mempercepat langkahnya hingga berdampingan dengan Aaron.
"Sesuai namanya itu adalah petarungan bebas. Kalian boleh menggunakan teknik dan skill apa pun selama tidak menyerang bagian vital musuh, bagian belakang tubuh lawan, leher dan lain-lain yang tidak terlindungi pelindung," jelas Aaron.
"Hanya seperti itu?" tanya Nero lagi.
"Ya, hanya seperti itu. Kalian akan diberi 3 ronde masing masing 3 menit, jika seri akan ditambahkan 1 ronde lagi untuk penentuan," tambah Aaron.
"Oh, aku mengerti," jawab Nero.
Aaron memandangnya agak heran, bahkan anak ini belum tahu aturannya, tapi berani menantang orang lain duel, ia geleng-geleng kepala.
Mereka sampai di konter penyewaan seragam di.
samping pintu masuk ruang ganti. Nero melihat ada meja panjang setinggi dada dan di balik meja itu ada rak yang berisi pakaian untuk disewakan, seorang siswi terlihat menjaga konter tersebut.
Nero memilih satu set pakaian lalu membayarnya, kemudian ia masuk kedalam ruang ganti bersama Aaron.
Nero melangkah keluar dari ruang ganti dan memilih satu tempat duduk di bangku penonton. Ada banyak penonton lain yang duduk berkelompok. Ia melihat beberapa wajah yang dikenalnya, namun tidak ada yang begitu akrab, matanya terus mengamati sekeliling ketika pandangannya tertumbuk pada Igor dan kawan-kawannya, ia melihat Rizka dan Stella ada di antara mereka.
Beberapa orang keluar dari ruang ganti wanita, Nero melihat ada Nadia diantara mereka. Nadia terlihat mengamati sekeliling seperti mencari-cari seseorang, namun ketika ia menemukan Nero dan mata mereka berpapasan, Nadia memalingkan wajahnya.
Nero tertawa, sepertinya Nadia masih marah, pikirnya.
Pertandingan pertama segera dimulai, antara club wing chun melawan karate, Nero mengamati dengan penuh perhatian, mulai dari cara mereka membuat kuda-kuda, cara memukul dan menendang, sangat menarik baginya ketika melihat petarung wing chun menggunakan kecepatan tangan dan pukulan bertubi-tubi kearah lawannya. Sepertinya seni bela diri itu mengandalkan kecepatan, namun powernya kurang terhadap lawannya. Dibandingkan dengan lawannya yang dari club karate, petarung karate itu terlihat lebih lambat, namun pukulan dan tendangannya lebih terasa lebih kuat dan bertenaga.
Pertandingan pertama dimenangkan oleh club karate, pertandingan itu sendiri cukup mudah dalam aturan. Dalam tiga ronde sudut mana yang memenangkan ronde lebih banyak, maka ia adalah pemenangnya.
Pertandingan berikutnya club taekwondo melawan club boxing, Nero sangat menantikan ini, karena sebelumnya ia mempraktekan gerakan taekwondo di ruang dimensi, alasan ia memilih taekwondo sebelumnya adalah karena Nadia sering bercerita tentang seni bela diri ini.
"Bukankah itu Erland? Wah... aku selalu menantikan melihat dia bertanding." Seseorang terdengar berbicara kepada temannya di samping Nero.
"Benar itu Erland, tendangannya sangat brutal, dipertandingan minggu kemaren lawannya sampai dirawat dirumah sakit." temannya dengan bersemangat menambahkan.
"Ya bagaimanapun ini pertarungan, meskipun telah memakai pelindung, tetap saja kecelakaan bisa terjadi,"
"Sebenarnya bukan kecelakaan, tendangan Erland mengenai pelindung kepala lawannya kok, tapi entah bagaimana tetap saja lawannya cedera, aku pikir karena tendangannya benar-benar sangat kuat."
Nero menyimak percakapan mereka, lalu matanya teralihkan oleh sebuah suara dikelompok Igor.
"Kakak kalahkan lawanmu, kalahkan dengan satu tendangan!" Roland berdiri memberi semangat, lalu matanya dengan sengaja melirik ke arah Nero, dengan tatapan meremehkan ia menunjuk Nero, lalu mengacungkan tanda jempol kebawah, teman teman di sekelilingnya tertawa sambil mengejek.
Nero mengabaikan mereka, ia lebih tertarik dengan Erland ini, lalu memperhatikan dengan seksama.
Hanya selepas wasit memberikan aba-aba tanda dimulai, kedua patarung memasang kuda-kuda, kemudian beberapa saat setelahnya Erland langsung membuat gerakan, mengambil ancang-ancang lalu melompat.
Tubuhnya berputar beberapa kali di udara, di momentum yang tepat kakinya langsung menendang dan mengenai telak kepala lawannya, bahkan lawannya telah menangkis tendangan itu, namun ia tetap saja roboh, ia jatuh terlentang di kanvas arena.
Nero tercengang, begitu kuat? Cepat sekali! Mau tidak mau ia mengagumi cara Erland menjatuhkan lawannya, Tanpa sadar ia ikut berdiri dan bertepuk tangan ketika di sekitarnya semua orang bersorak sorai.
Nero melihat Roland dengan bangga menunjukan kepada rekan-rekannya. Tapi Nero mengakui, itu cukup hebat. Pertarungan itu sendiri sangat singkat, hanya satu tendangan dan lawannya tidak sanggup lagi melanjutkan pertandingan. Itu adalah kemenangan untuk Erland, Nero melihat Erland dengan angkuh menepuk dada sebelum keluar arena, sementara lawannya dibopong keluar arena oleh temannya.
Gemuruh sorak-sorai mereda, dan akhirnya berhenti. Nero terus menonton pertandingan demi pertandingan, namun tidak ada lagi yang mengesankan seperti Erland sebelumnya.
Setelah sebuah pertandingan antara club boxing dan wing chun berakhir, dari speaker aula Nero mendengar pembawa acara pertandingan menyebut nama Nadia, lawannya adalah Luna dari club yang sama.
Nero melihat Nadia berdiri dari tempat duduknya, ia memakai seragam taekwondo putih dengan pelindung tubuh warna merah. Nadia melirik ke arah Nero sekilas, namun sebelum Nero melambaikan tangannya, Nadia telah mengalihkan pandangannya. Ia terus berjalan ketengah arena dan melakukan sedikit gerakan pemanasan.
Kemudian dari sudut lainnya terlihat seorang wanita juga berjalan ke dalam arena, dengan seragam yang sama seperti Nadia namun pelindung tubuhnya berwarna biru, keduanya sama-sama sabuk hitam. Pertandingan ini pasti akan menarik, gumam Nero.
Wasit memberikan aba-aba dimulai, kedua wanita itu bersiap dan memasang kuda-kuda. Nero melihat keduanya cukup hati-hati dan saling mencari titik memulai serangan.
Lawan Nadia sepertinya melihat kesempatan lalu meluncurkan tendangan keras yang kuat ke arah Nadia, namun Nadia dengan santai mengelak. Nadia membalas dan ditangkis oleh lawannya, mereka bertukar tendangan dengan berbagai teknik, sesekali wasit memisahkan ketika melihat ada kebuntuan.
Nero menilai Nadia sangat lincah dengan gerakan kakinya, ia takjub mengetahui sahabatnya itu sangat piawai dalam melakukan teknik-teknik tendangan, tinggi dan tegas, kadang melayang dan berputar diudara. Lalu pada satu kesempatan Nadia melakukan tendangan menyamping dengan kaki kanannya, lawannya menangkis, namun sepertinya itu gerakan tipuan, karena secepat kilat kaki kirinya naik tinggi menendang kearah kepala, tendangan itu sangat tiba tiba hingga lawannya terkejut dan terlambat melakukan gerakan pertahanan, tendangan Nadia masuk dengan telak.
Sepertinya serangan itu membuat lawannya kehilangan momentum, karena selanjutnya ia terlihat terpojok dan menjadi bulan-bulanan Nadia. lalu ketika pertandingan berakhir, wasit mengumumkan kemenangan untuk Nadia. Nero berdiri dan bertepuk tangan, sorak-sorai penonton dan cuitan terdengar dari sepenuh ruangan.
Pertarungan Nadia adalah yang terakhir, dan Nero tahu ini berarti sebentar lagi gilirannya, ia jadi canggung karena tidak menyangka kalau yang menonton sebanyak ini. Tetapi karena telah sampai di titik ini, tentu saja ia takkan mundur. Meski belum tau teknik-teknik yang kuat seperti Erland, ia yakin bisa mengalahkan Roland.
"Pertarungan selanjutnya adalah tarung bebas antara Roland dari Karate Dojo, melawan penantang Nero dari. .." suara pengumuman di speaker aula terhenti ketika pembawa acara pertandingan tidak melihat asal dojo Nero di kertasnya, ia bingung lalu bertanya kepada master aula.
"Maaf kami ulangi, pertarungan selanjutnya adalah Roland dari Karate Dojo melawan penantangnya Nero petarung bebas".
Para penonton jadi bertanya tanya, petarung bebas? Apa maksudnya? Namun setelah ada yang membisikkan bahwa petarung bebas artinya bukan dari dojo mana pun, mereka jadi tertarik.
...