Ketukan palu dari hakim ketua, mengakhiri biduk rumah tangga Nirma bersama Yasir Huda.
Jalinan kasih yang dimulai dengan cara tidak benar itu, akhirnya kandas juga ... setelah Nirma dikhianati saat dirinya tengah berbadan dua.
Nirma memutuskan untuk berjuang seorang diri, demi masa depannya bersama sang buah hati yang terlahir tidak sempurna.
Wanita pendosa itu berusaha memantaskan diri agar bisa segera kembali ke kampung halaman berkumpul bersama Ibu serta kakaknya.
Namun, cobaan datang silih berganti, berhasil memporak-porandakan kehidupannya, membuatnya terombang-ambing dalam lautan kebimbangan.
Sampai di mana sosok Juragan Byakta Nugraha, berulangkali menawarkan pernikahan Simbiosis Mutualisme, agar dirinya bisa merasakan menjadi seorang Ayah, ia divonis sulit memiliki keturunan.
Mana yang akan menang? Keteguhan pendirian Nirma, atau ambisi tersembunyi Juragan Byakta Nugraha ...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 02
Lembaran foto itu jatuh berserakan di lantai beralaskan semen, tangan Nirma yang bergetar hebat tak lagi mampu memegang semuanya, buliran bening meluncur begitu saja manakala netranya menatap sendu mantan suaminya mencium kening sang wanita, istri barunya.
Nirma memicingkan mata guna memperjelas penglihatan di sudut kertas foto yang masih tertinggal satu dalam genggaman.
Deg.
Jantungnya bertalu layaknya suara tabuh gendang. ‘Ini kan dua minggu yang lalu, berarti saat menikahi lagi, dia masih berstatus suamiku?’
Tanggal, bulan dan tahun yang tertulis, menjadi bukti tak terbantahkan kapan pernikahan itu dilaksanakan.
“Yasir telah menikah lagi?” tanya wak Sarmi, dirinya memungut satu lembar potret di lantai, sedangkan Kamal sudah dibaringkan pada ayunan kain sarung ber per dua.
Nirma enggan menjawab, ia memungut asal lembaran foto berserak, lalu melangkah cepat memasuki kamar sederhana dan bergegas mengunci pintunya.
“Mengapa masih terasa sakit, ya Rabb? Sekeras apapun hamba berusaha melupakannya, tetap saja kenangan masa lalu terus menghantui,” adunya pilu, dirinya berbaring miring di tempat tidur ber tilam tak seberapa tebal, menangis seraya menatap sosok yang telah menorehkan luka begitu dalam.
“Bohong bila hamba mengatakan tak ada lagi rasa yang tersisa, nyatanya masih ada sejumput tertinggal dihati ini. Tolong ajari bagaimana caranya menghilangkan tanpa meninggalkan bekas ya Rabb,” Nirma terus meracau lirih, dadanya terasa semakin sesak, buliran bening mengalir membasahi bantal.
Melupakan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Yasir Huda, laki-laki pertama dalam kehidupan Nirma.
Pria yang berhasil bertahta di hatinya, sampai ia rela memberikan mahkotanya secara cuma-cuma tanpa adanya ikatan pernikahan terlebih dahulu.
Sekeras apapun mencoba membenci, kenyataannya di lubuk hati terdalam, masih ada nama sang mantan. Nirma belum sepenuhnya bisa melepaskan Yasir, ayah biologis dari Kamal.
Kenangan manis dan pahit itu saling tumpang tindih berlomba-lomba muncul dipermukaan memori Nirma, sampai kepalanya terasa begitu sakit, berakhir dirinya memilih memejamkan mata, tak lama kemudian tertidur, sesekali tarikan napasnya terdengar sedu sedan.
***
Malam hari selepas sholat maghrib.
“Kau tak makan, Nirma? Sedih boleh, tapi harus tetap ingat bila dirimu tak lagi sendiri! Ada Kamal yang perlu diperhatikan!” tegur wak Sarmi.
Nirma berhenti mengaduk-aduk nasi campur sayur beningan kol, kentang dan wortel, serta daun seledri, lauknya ada ikan asin goreng, tak ketinggalan sambal krengseng (tomat).
Wak Sarmi menghela napas panjang, menatap iba pada wajah sembab Nirma yang menangis sambil menelan makanannya. “Apa yang kau tangisi? Dia menikah lagi disaat kalian belum resmi bercerai, atau tentang Kamal yang memiliki ibu tiri?”
Nirma meletakkan sendok di atas piring, lalu menjauhkan letak alat makan itu, agar kakinya bisa menekuk menyamping, saat ini ia duduk di atas tikar ruang tamu sekaligus tempat bersantai, rumah kontrakannya berukuran kecil dan begitu sederhana, meja makan saja tidak punya.
“Jujur, aku bingung Wak. Entah mengapa hati ini masih merasakan sakit kala melihatnya bersanding dengan wanita lain,” akunya jujur, ia sudah menganggap sosok sebaya mamaknya itu seperti ibunya sendiri.
“Nirma, maaf bila apa yang hendak Uwak katakan ini sedikit kasar, mungkin jua menyinggung perasaan mu.” Wak Sarmi meraih tangan wanita berpakaian daster selutut, lalu menggenggamnya.
“Mungkin sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa, membuat skenario nyaris sama seperti yang dialami oleh kakak kandungmu, saat dirinya kau khianati, kalian tikam hatinya menggunakan belati.”
Tubuh Nirma langsung menegang dengan tatapan mata terbelalak, bibirnya bergetar hebat. 'Maaf Mbak. Karena aku, dirimu pernah begitu menderita.'
“Namun, setiap manusia memiliki kesempatan untuk menjadi pribadi lebih baik, dan Tuhan itu Maha membolak-balikkan hati hamba-Nya. Jadi, dibalik cobaan yang sedang menerpa mu ini, banyak hikmahnya, Nirma!” Wak Sarmi menepuk lembut lengan ibunya Kamal.
“Uwak benar. Lucu rasanya bila aku merasa paling tersakiti, padahal apa yang terjadi tak lain dan tak bukan adalah buah dari perbuatan ku sendiri di masa lalu,” Nirma terkekeh sumbang, netranya kembali berkaca-kaca.
“Terima kasih Uwak, selalu mengingatkan kala hatiku kembali meragu, tekad ku mengendur, dan diri ini mulai kehilangan arah.” Didekap nya sosok wanita paruh baya berbusana baju kurung serta kain jarik itu.
“Kau pantas mendapatkan kesempatan kedua. Sejatinya dirimu pribadi yang baik, hanya saja mudah diperdaya berakhir berbuat dosa.” Wak Sarmi mengelus punggung Nirma, kemudian melerai pelukan mereka. “Macam mana dengan lamaran juragan Byakta tempo hari? Apa kau tolak lagi?”
“Ya. Tadi pun dia menanyakannya lagi, tapi langsung ku tolak halus, Wak. Aku sama sekali tak punya rasa terhadapnya, dan juga bila menerimanya, itu sama saja dengan memutus garis keturunan, Wak. Belum lagi ada hal lebih besar yang menjadi penghalangnya," ucapnya apa adanya.
Walaupun tidak ada cinta diantara dirinya dan juragan Byakta, dan tujuan pernikahan itu semata hanya demi mengeruk keuntungan masing-masing. Tetap saja, bila ia sudah dipersunting, maka tak akan ada jalan perpisahan.
Menghabiskan waktu seumur hidup bersama sosok pria yang sulit memiliki keturunan, bukanlah hal mudah bagi Nirma, sedangkan wanita itu menginginkan setidaknya sepasang anak. Belum lagi mereka memiliki masa lalu nyaris sama dan saling terhubung.
“Tapi, apa tak tambah runyam bila Kamal beranjak besar, dan mulai mengerti arti orang tua. Dia pasti akan bertanya siapa sebenarnya juragan Byakta, serta dimana ayah kandungnya. Apa kau telah memiliki jawaban untuk semua pertanyaan yang pasti akan terlontar dari bibir putramu itu, Nirma?”
Wanita berumur 23 tahun itu menggeleng lemah, pertanda dia belum memiliki jawaban menyakinkan.
“Aku kira begitu menjadi janda, semua masalah hilang seketika, tapi nyatanya bertambah banyak saja,” gerutunya dengan senyum masam.
“Namanya juga orang hidup, ya sudah pasti dihampiri berbagai cobaan, semua itu sebagai bentuk pendewasaan, serta pendekatan diri agar kau selalu ingat siapa pencipta mu.” Wak Sarmi mulai beranjak, membawa piring kotor mereka ke dalam kamar mandi, hendak di cuci.
“Biar aku saja, Wak. Sekalian mau berwudhu.” Nirma mengambil alih tumpukan alat makan.
***
Sementara di lain tempat, tidak jauh dari rumah kontrakan Nirma. Sosok dewasa tengah mengisap cerutunya seraya menatap kolam kecil berisi ikan hias.
“Juragan ….” Kiron atau yang disapa Ron, mendekati sang tuan.
Tanpa menoleh, juragan Byakta mengangguk mempersilahkan salah satu orang kepercayaannya memberikan informasi terkini.
“Mereka sudah tidur, Juragan. Saya pun telah menjalankan rencana selanjutnya,” beritahu nya dengan kepala sedikit menunduk, ia telah lama ditugaskan mengawasi sekaligus menjaga incaran sang tuan.
“Kerja bagus, Ron. Jika masih gagal jua dan Nirma tetap enggan menerima lamaran ku, mari kita berikan tekanan lebih besar dari ini!" Juragan Byakta tersenyum culas seraya mengepulkan asap tembakau.
Ron mengangguk setuju, ia saksi hidup bagaimana sang juragan begitu terobsesi ingin menikahi ibu beranak satu itu, dan dirinya jelas tahu dibalik keinginan menggebu-gebu itu, bukan hanya karena perihal Kamal saja, tapi lebih dari itu.
.
.
Keesokan harinya.
“Assalamualaikum Nirma.” Seseorang mengetuk pintu kontrakan paling ujung.
“Walaikumsalam. Ada apa Bu?” tanyanya kala mendapati pemilik kontrakan yang berdiri di depan pintu.
“Cuma ingin memberitahukan, kalau awal bulan depan, uang sewa kontrakan di naikan!”
“Mengapa begitu mendadak, Bu ...?”
.
.
Bersambung.
restu dah dikantongi tinggal gasssss polllll resepsi yeeeeeeeee
Gak tahu aja mereka, kalau juragan Byakta dan Aji sudah mepersiapkan seminggu sebekum hari H.nya.