(Warning🌶️)
Amina, gadis cantik yang adopsi oleh keluar konglomerat dari sebuah panti asuhan, dan memiliki seorang Kakak angkat bernama Stevan.
Semasa mereka kecil, Stevan selalu memberi perhatian dan kasih sayang sebagai seorang Kakak, hingga dengan berjalannya waktu mereka pun tumbuh dewasa, dan kasih sayang yang diberikan oleh Stevan membuat orang-orang sekitar merasa tak nyaman.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam penuh arti.
...Kepala Kevin tertunduk, seolah beban berat telah lama bersemayam di sana. Rasa sakit mencabik hatinya, dan tanpa permisi, air mata mengalir seperti sungai kecil di pipinya....
"Kak..." Mata Amel penuh empati, menatap Kevin yang tampak begitu rapuh.
"Maafkan aku, Amel..." Suara Kevin parau, "Seharusnya air mata ini tidak keluar, tapi... ini terlalu perih..." Tenggorokannya terasa seperti tercekik oleh emosi yang meluap.
Melihat Kevin yang begitu terluka, Amel maju selangkah dan memeluknya, sebuah pelukan tanpa kata yang menyampaikan segalanya.
"Amel..." Kevin terkejut, matanya mencari makna di balik tindakan tiba-tiba itu.
"Maaf, Kak... aku hanya ingin menjadi tempat berlindung sementara untuk Kakak," bisik Amel tulus.
...Kevin membalas pelukan itu erat, dan tangisnya akhirnya tumpah, bagai bendungan yang jebol. Di hatinya, Amel adalah sosok adik yang selalu hadir di saat ia terpuruk....
...Namun, ada perasaan tersembunyi yang bergejolak di dalam diri Amel. Pelukan ini bukan sekadar ungkapan persaudaraan, melainkan deklarasi cinta yang belum terucap....
Kakak... aku akan membuatmu melupakan Amina, itu janjiku, batin Amel, menikmati kehangatan tubuh Kevin dalam pelukannya.
🌺
🌺
🌺
...(Di sisi lain)...
...Malam semakin larut, keheningan menyelimuti kamar Amina, namun Stevan tetap setia duduk di kursi di sisi ranjang, menjaganya. Tiba-tiba, hujan deras mengguyur Kota B, setiap tetesnya beradu dengan jendela, dan gemuruh petir menggelegar, membangunkan Amina dari tidur nyenyaknya....
"Kakak..." lirih Amina dengan suara bergetar, jemarinya mencengkeram erat tangan Stevan yang sejak tadi berada dalam genggamannya.
"Tenang, Sayang... Kakak di sini," jawab Stevan lembut, bangkit dari kursi dan duduk di tepi ranjang, merangkul bahu Amina dengan sayang.
DUAR!
...Suara petir kembali mengamuk, membelah langit malam, membuat tubuh Amina tersentak hebat. Tanpa sadar, ia memeluk erat Stevan, menyembunyikan wajahnya di dada bidang Stevan, mencari perlindungan dari suara yang membuatnya gemetar....
...Lagi-lagi, di tengah gemuruh petir yang memekakkan, Stevan dengan lembut mengusap kepala Amina, mencoba menenangkannya. Ketika suara bising itu mereda, Amina perlahan melepaskan pelukannya. Ia mendongak, menatap Stevan dengan mata sayu yang menyimpan ketakutan....
...Tatapan Stevan membalasnya, penuh dengan kehangatan dan kasih sayang. Tanpa disadarinya, kepalanya condong ke depan, sebuah dorongan kuat yang tak tertahankan membawanya hingga bibir mereka bersentuhan....
Amina terkesiap kaget dan spontan menarik diri. "Kakak..." ucapnya lirih.
Stevan menunduk, raut wajahnya penuh penyesalan. "Maafkan aku, Amina. Perasaanku padamu... aku tidak bisa lagi menyangkalnya. Aku menyukaimu."
"Tapi Kak, kita kan—" Amina mencoba menyuarakan keraguannya, namun Stevan dengan lembut menghentikannya. Jari telunjuknya menyentuh bibir Amina, membungkam kata-katanya.
"Aku tahu," bisik Stevan, tatapannya lekat pada mata Amina. "Tapi kita bukan saudara kandung. Apa salahnya jika aku mencintaimu, Amina?" Ia kembali mendekatkan wajahnya, napasnya terasa hangat di wajah Amina.
...Amina terdiam, jantungnya berdebar kencang. Ketika bibir Stevan menyentuh bibirnya lagi, ia membeku sejenak. Namun, kelembutan sentuhan itu perlahan meluluhkan pertahanannya. Ia memejamkan mata, hanyut dalam ciuman yang semakin dalam dan memabukkan. Di bawah derasnya hujan yang mengguyur, mereka menyatukan diri, melampaui batas-batas yang selama ini mereka jaga....
...(Keesokan paginya)...
...Stevan terbangun lebih dulu. Senyum lembut menghiasi wajahnya saat menatap Amina yang masih tertidur lelap dalam dekapannya, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh mereka. Matanya kemudian tertuju pada tanda-tanda keintiman yang tertinggal di kulit Amina, kenangan indah dari malam yang baru saja mereka lalui....
"Aku mencintaimu, sayang," bisik Stevan penuh kasih, mengecup lembut kening Amina. Perlahan, ia bangkit dari ranjang, mengumpulkan pakaian mereka yang berserakan di lantai dengan hati-hati.
...Tak lama setelah Stevan meninggalkan kamar, Amina membuka matanya. Ia terduduk di tepi ranjang, tatapannya kosong dan penuh kebingungan....
"Apakah semua itu hanya mimpi?" gumamnya lirih, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi.
... Jantung Amina berdegup kencang saat ia menarik selimut. Kenyataan telanjang di hadapannya membuatnya terperanjat. Rasa dingin menjalari tubuhnya, bukan karena suhu ruangan, melainkan karena kesadarannya. Air mata mengalir tanpa suara, membasahi pipinya....
"Tidak... ini tidak mungkin," gumamnya pilu. "Kenapa aku membiarkan ini terjadi? Aku sangat bodoh..." Ia terisak, menangkup wajahnya dengan kedua tangan, seolah ingin menyembunyikan rasa malu yang membakar. Kepalanya terasa berdenyut sakit, seiring dengan penyesalan yang menghantamnya.
...Dengan langkah lemah, Amina turun dari ranjang, membungkus tubuhnya rapat-rapat dengan selimut. Ia berjalan tertatih menuju kamar mandi, mencari tempat untuk menyembunyikan diri dari kenyataan yang begitu menyakitkan....
Ceklek.
...Suara klik pintu memecah kesunyian. Stevan muncul di ambang pintu kamar Amina, membawa nampan sarapan dengan senyum yang belum pudar sejak ia terbangun....
"Amina," panggilnya pelan, meletakkan sarapan di meja.
...Ia menoleh ke arah tempat tidur. Dahinya berkerut ketika melihat kasur yang kosong. ...
"Amina?" panggilnya lagi, kali ini dengan nada sedikit khawatir. Ia hendak keluar dari kamar.
Namun, sayup-sayup suara air mengalir dari dalam kamar mandi membuatnya berhenti. Stevan menarik napas dalam-dalam, merasa lega.
"Sedang mandi rupanya," gumamnya.
...Ia kemudian bergegas menuju kasur, dengan cekatan membersihkan dan mengganti seprai yang terdapat bercak darah, bukti keintiman mereka semalam....
(Bersambung)
... ...
... ...