Aku Shella, seorang gadis yang masih duduk dibangku sekolah Menengah Atas.
Berawal dari penolakan ibu dan saudariku yang usianya terpaut sepuluh tahun lebih tua dariku, membuatku berubah menjadi gadis yang tidak memiliki hati dan pendendam.
Aku juga bertekad ingin merampas apa yang dimiliki oleh saudariku.
Aku bahkan tidak mengeluarkan air mataku saat ibuku dinyatakan meninggal dunia.
Hingga terungkapnya sebuah rahasia yang begitu mengguncang kewarasan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona yeppo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lolos Dari Maut
Maurice tidur dengan seorang pria yang sangat kuyakini adalah kekasihnya. Aku tak lagi dapat melanjutkan niatku. Hingga aku berhenti sejenak untuk menenangkan diriku.
Memang aku tahu jika Maurice selalu tinggal bersama dengan kekasihnya, namun tetap saja aku terkejut.
Selama ini aku selalu menyangkal apa yang ku ketahui, aku tidak mau menerima kenyataan sebelum aku menyaksikan nya sendiri dengan mata kepalaku.
MAURICE..!!!!
Tiada lagi rasa sopan didalam nadaku, melihat betapa hancurnya keluarga yang selama ini Ayahku lindungi.
Mataku memanas melihat tingkah pria itu, ia gelagapan mencari baju yang entah terlempar kemana.
Sesungguhnya aku sudah tidak ingin berada di tempat ini, namun rencana yang telah kususun dengan matang tidak boleh aku lewatkan begitu saja.
Dengan keberanian yang berhasil ku kumpulkan, aku mengusir pria itu sambil memegang sebuah vas bunga untuk memperkuat keyakinanku.
Seperti biasa, wajah Maurice tetap angkuh walaupun telah tertangkap basah tidur dengan laki-laki yang bukan suaminya.
Tak ingin berbasa-basi lagi, aku segera menanyakan apa yang ingin ku ketahui tentang ibu.
Paman, adik Ibu. Kau ada fotonya.? tanyaku.
Cih, kau datang jauh-jauh ke apartemen ku dengan membobol pintu ku hanya untuk menanyakan itu,?
Maurice tidak semudah yang kubayangkan. Dia yang bersalah pun tetap tidak akan merasa bersalah, apalagi malu.
Aku tidak ingin main-main, segera ku geledah lemari nya untuk menemukan sesuatu yang mungkin dapat membantuku menyelidiki pria yang menemuiku beberapa hari lalu.
Hei, ! Hentikan tindakan gilamu itu..!
Lagi-lagi Maurice menarik rambutku.
Haish, mengapa selalu rambutku yang menjadi sasaran mu,?
Kepalaku rasanya selalu panas karena tarikan tangannya yang lumayan kuat. Aku selalu bertanya-tanya apakah dia benar saudariku?
Kalau begitu jawab pertanyaanku, sebelum semua kegilaan mu ini aku ungkapkan pada bibi Anggie.!
Aku tidak tahu.!!
Matanya melotot hampir keluar dari tempatnya, tapi aku tidak puas dengan jawaban nya. Aku sudah jauh-jauh datang ketempat ini, seharusnya aku mendapatkan informasi yang bisa menjawab semua pertanyaanku.
Aku tertunduk dengan nafas yang terengah-engah, selalu saja kami adu fisik jika sudah bertemu.
Kau kenal paman kan,? tanya ku lagi mencoba dengan sabar.
Aku mengenalnya, tapi aku lupa.
Kau lupa kartumu ada ditanganku,,?
Aku mencoba menakut-nakuti, karena aku sangat hafal dengan sifatnya yang buruk. Ia tidak pernah sekalipun menerimaku sebagai anggota keluarga nya.
AKU BENAR-BENAR TIDAK TAHU SHELLA, !!!
Berhenti mengangguku, kau benar-benar benalu.!!
Hahaha, aku tertawa dalam sakitku. Dia sangat tahu cara menyakiti ku baik dengan ucapan maupun fisik.
Sekali saja kau mengungkapkan semua ini pada bibi Anggie, kau akan mati ditanganku..
Ia mengancam ku, padahal seharusnya aku lah pihak yang mengancam. Tetap saja aku selalu kalah darinya, sampai kapan pun aku akan tetap kalah.
Tidak cukup menjadi benalu didalam keluargaku, Rangga pun juga jatuh ke dalam perangkap mu.
Nadanya tenang, namun sangat menyakiti. Adik sendiri dianggap benalu, sungguh tidak tertolong lagi rasa benci yang mendarah daging didalam tubuhku.
Aku berjalan sambil air mataku berjatuhan, merutuki diri yang masih berharap jika wanita itu sedikit saja melihatku sebagai adiknya.
Kembali teringat diingatanku bagaimana paman Rangga menawarkan alat bantu dengar ini kepadaku.
Tentang bagaimana Ayah membawa luka-luka didalam tubuhnya, kupikir dengan aku bisa menggunakan pendengaran ku dengan baik, semua akan berjalan dengan mudah.
Namun nyatanya salah, Maurice dengan kesadaran penuh akan selalu menghancurkan hatiku.
Tidak ada yang bisa ku hubungi selain paman Rangga, pria yang selalu ada untuk ku. Alasan dibalik aku mencintainya adalah karena kebaikannya.
Kapanpun aku butuh, ia selalu datang bahkan ditengah pekerjaannya sekalipun. Aku merasa bahagia sekaligus sedih, karena terlalu lemah dan hanya bisa mengandalkan orang lain.
Ada apa,,?
Kaki pendek mu sudah sampai disini saja,
Seperti biasa ia akan selalu mengoceh, awalnya aku menganggap serius namun lama-lama aku sadar jika begitu lah caranya mengalihkan kesedihanku.
Paman, aku saja yang menikah denganmu. Jangan wanita iblis itu..
Kulihat ia hanya memandangiku dengan tatapan tajamnya. Namun aku tahu ia mengasihani diriku, aku sangat peka untuk hal-hal seperti itu.
Kau masih sangat kecil untuk ku,,
Ia hanya mengacak rambutku, sambil menatap gedung tinggi yang didalamnya penuh luka.
***
Sesungguhnya ada yang tidak Shella ketahui, Rangga tidak semudah itu untuk menerima semua permintaan ibunya tanpa memiliki rencana cadangan.
Ia juga tahu bagaimana liarnya seorang Maurice yang mungkin sedikit mirip dengannya. Namun tetap saja Rangga lah yang paling gila.
Maurice hanya bersama kekasihnya seorang, namun salahnya, ia tidak peduli akan kesusahan yang dihadapi oleh keluarganya pasca ditinggal sang Ibu.
Rangga masih ingat permintaan Julian, yaitu menjaga Shella seperti keponakan sendiri. Rangga juga tahu bagaimana kerasnya jalan yang harus ditempuh Shella hingga saat ini.
Ia mengalami kecelakaan hebat bersama Ibunya, sekaligus menjadi saksi atas kematian ibunya. Tak sampai disitu, ia juga kehilangan pendengarannya, serta mengalami trauma pada hujan. Karena kecelakaan itu terjadi pada saat hujan lebat.
Bisa dibilang ia lolos dari maut.
***
Kau mau apa,? Ice cream,,?
Aku tertawa hebat melihat wajah paman Rangga yang sangat kaku namun mencoba merayu. Ia sama sekali tidak cocok dengan wajah yang sperti itu.
Wajah itu sangat tidak cocok untukmu paman,,
Aku terhibur, tidak lagi menangis, melainkan tertawa. Paman Rangga selalu mampu membuatku lupa akan masalah yang menimpaku.
Tetap saja jangan menikahi Maurice,,,!
Aku kembali pada pendirian ku tentang Maurice, tidak akan pernah kubiarkan dia memiliki paman Rangga.
Mengapa,? kau cemburu,?
Paman Rangga sangat pintar membuatku terdiam, namun tetap saja aku tidak boleh kalah tentunya.
Dia punya kekasih, paman tidak kasihan dengan pria itu,,?
Aku tidak mampu menceritakan kenyataan yang sebenarnya, aku hanya mampu mengatakan kalau aku sangat benci Maurice, tidak lebih.
Walaupun Maurice selalu menjadi iblis jika bertemu denganku, aku tidak bisa membuatnya tampak lebih buruk dimata orang lain.
Sudahlah, kita pulang saja. Jangan lupa urusanku bukanlah urusanmu..
Lagi-lagi paman Rangga menetapkan jarak diantara kami. Jarak yang semakin memperjelas kalau aku tidak mungkin menjadi tuan putri didalam kehidupan seorang Rangga.
***
Sesampainya dirumah, aku mendapati bos Luo sudah ada dan menjalankan kedai seperti biasa. Aku sengaja mendekatinya sambil bertanya mengapa menghilang semalam.
Oh itu, pamanmu tidak cerita,?
Aku tahu yang dimaksud bos Luo adalah paman Rangga. Semua orang tahu jika aku memanggilnya paman dan itu pun karena instruksi dari Ayah.
Tidak...
Aku menaruh tanganku didalam dadaku seolah kesal karena bos Luo telah membohongi ku. Memang benar aku tidak mengetahui apapun.
Paman Rangga yang sok ketua-an itu selalu menganggapku anak kecil. Entah sampai kapan ia akan menganggapku begitu, aku tidak tahu.
Hm,, begini. Bibi Anggie tiba-tiba memintaku untuk menemaninya..
Kau tahu kan kalau kita adalah tetangga yang saling membantu.
Aku sebenarnya tak mempermasalahkan itu, aku hanya bercanda.. ucapku menenangkan bos Luo.
Bos, apakah bos mengenal paman adik dari Ibuku.?
Aku masih penasaran dengan rupa pamanku itu, karena pria yang kutemui beberapa hari lalu. Aku melakukan ini untuk berjaga-jaga, seandainya jika pria itu adalah musuh Ayahku.
Tidak... Bahkan kakakmu Maurice juga tidak mengenalnya.
Tidak ada yang mengenalnya. Ia hilang bagai ditelan bumi.
.
.
Next...
.
.
.
.