Clara terpaksa menerima perjanjian nikah kontrak dengan Gery Rochstein, bosnya sendiri, demi membantu menyelamatkan perusahaan sang CEOyang terancam bangkrut. Semua itu berada dalam ancaman Gery yang mengetahui rahasia Clara yang divonis sulit memiliki anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon takiyaratayee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8 - Deal!
"Jangan, Tuan! Pak Arnold tidak salah apa-apa. Saya yang salah karena tidak belajar mengenai struktur organisasi di sini," kata Clara ketakutan. Saat itu, Clara hanya takut dipecat. Kalau tahu siapa itu Gery Rochstein, Clara tidak mungkin berani mencari dan meminta ganti rugi padanya. Mungkin Clara hanya berpura-pura kejadian semalam tidak ada.
"Bukankah saat pertama kamu masuk ke sini, rekan kerjamu lainnya harus menjelaskan tentang kinerja, SOP, dan struktur organisasi?" perkataan Gery Rochstein membuat Clara semakin terpojokkan. Meski dipisahkan hanya dengan satu meja, Clara bisa merasakan sikap dingin Gery padanya. Kali ini Clara tidak akan membiarkan harga dirinya diinjak-injak.
"Memang benar, tugas karyawan baru harusnya seperti itu. Tapi ini tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, Tuan. Saya hanya menagih janji Anda untuk menuntut ganti rugi karena telah melecehkan saya," kata Clara dengan nada bergetar. Gery semakin tertarik pada keberanian Clara. Tidak ada satu pun karyawan yang berani berbicara dengan Gery setegas ini.
"Jujur saya tidak menyangka bahwa seseorang yang membuat saya ketakutan di malam itu adalah bos saya sendiri. CEO di perusahaan tempat saya bekerja. Tapi, janji adalah janji. Mau tak mau, Anda harus menepatinya." kata Clara lagi. Clara bisa melihat bagaimana Gery menatapnya dengan teliti.
Dan benar, Gery memang melihat secara rinci bentuk bibir tipis, mata kecil yang lentik, hidung tidak terlalu mancung, serta bagian tubuh Clara lainnya yang menarik untuk ditelusurinya. Gery seperti melihat seorang wanita dengan gen campuran Eropa dan Asia yang sempurna itu.
"Tuan Rochstein? Apa anda mendengarkan saya?"
"Ya. Tentu saja. Tapi nona, aku minta maaf. Aku tidak berhak untuk mengganti rugi apa pun kepadamu karena aku tidak melakukannya. Kamu salah orang.”
“Nggak bisa! Aku bisa melaporkan ini ke pihak kepolisian karena Anda sudah melecehkan saya! Saya bisa membuktikannya dari CCTV supermarket itu!” ancam Clara sambil beranjak dari duduknya. Gery tampak lelah, dia muak untuk mengurusi hal-hal yang tidak penting seperti ini. Akhirnya, Gery mencari solusi lain yang bisa menyembuhkan kepalanya yang pening.
“Baiklah, baiklah. Begini, aku akan menepati janjiku itu. Sebutkan saja berapa banyak Noks yang harus aku ganti padamu," kata Gery memancing apakah wanita ini mata duitan atau tidak.
"Baiklah. Aku sebenarnya sudah memikirkan ini. Aku minta 5.000 Noks."
Gery cukup terkejut kala Clara menyebutkan angka yang cukup besar. Apa yang sudah dilakukan lelaki itu sampai Gery harus membayar ganti rugi pada gadis di depannya ini. "Apa? Banyak sekali? Bahkan gajimu kurang dari itu, 'kan?"
"Ya, saya tahu. Saya hanya berkata jujur," kata Clara puas dalam hati.
"300 Noks," kata Gery menawar.
"Hah? Sekelas bos seperti Anda hanya mengganti kerugian sebesar itu? Naikkan lagi," kata Clara yang akhirnya terjebak tawar menawar harga dengan CEO-nya sendiri.
"350 Noks."
"Naikkan lagi, Tuan.
"500 Noks," tawar Gery lagi.
"Itu masih tidak sebanding."
“850 Noks.”
“Anda tahu jika biaya pajak saat ini naik setelah ganti presiden?”
"1.000 Noks."
"Deal," kata Clara tanpa interupsi apa pun dan mendapatkan harga yang lumayan untuk hidupnya. Clara takut Gery Rochstein akan terus mengurangi tawarannya. Daripada tidak mendapatkan sama sekali, sebaiknya Clara membatasi dirinya mendapatkan uang 800 Noks untuk biaya hidupnya selama sebulan ini.
Sementara Gery menaikkan alisnya, menandakan bahwa ia merespon aneh wanita itu. “Wanita ini benar-benar menawarnya?" batin Gery. Padahal, Gery sama sekali tidak berniat memberikannya sepersen pun. Meski serendah apa pun angkanya. Tawar menawar itu sangat singkat. Gery menduga wanita ini tidak berniat mengambil uangnya, melainkan eksposure dari publik jika dia pernah menjadi korban pelecehan Gery.
"Yakin, Tuan." kata Clara. Wanita ini berpikiran, sebelum dia mendapat ancaman-ancaman lain. Sebaiknya mendapatkan uang secukupnya ketimbang ada hal-hal yang harus Clara lalui.
"Oke. Saya sudah menawarkan, ini kesempatan terakhirmu dan kamu mengatakan 'ya'. Saya akan membayar ganti rugi itu segera," ujar Gery dengan tegas tanpa senyum. Clara melihat pria di depannya seperti pribadi yang berbeda dengan sebelumnya saat ia bertemu.
"Tulis nomor rekeningmu di sini, aku transfer detik ini juga." kata Gery sambil menunjuk kertas yang ada di samping mejanya.
Clara pun menunduk dan menulis, dia tampak kesulitan saat rambutnya ikut turun seiring dengan kepalanya yang menunduk. Clara tidak tahu jika Gery memperhatikannya dengan penuh ketertarikan. Seperti, ada percikan api yang layak ditonton di sana.
"Ini, Tuan." Tulisan tangan Clara yang rapi itu dibaca lirih oleh Gery.
"Colliana Clara... Baiklah. Aku akan membayarnya sekarang. Tapi,” Gery menegakkan punggungnya. Sementara Clara menunggu kalimat selanjutnya dari sang bos.
“Kalau sampai kamu menemukan pelaku aslinya, maka kamu harus mengganti uang ini 3 kali lipat dan membuat pernyataan di depan publik bahwa aku bukan pelakunya.”
“Oke, tidak masalah. Saya sangat yakin hal itu nggak akan terjadi karena memang Anda orangnya.” Kata Clara kemudian. Ia menerima uang dari Gery dan pergi meninggalkan ruangan itu. Clara lega bukan main. Akhirnya ia mendapatkan uang kompensasi yang hampir separuh gajinya bulan ini.
Saat ia hendak pergi dari ruangan sang CEO, pandangan Clara tiba-tiba hilang. Tubuh Clara mendadak jatuh di depan pintu yang masih tertutup itu.
Gubrak!
Gery agak terkejut, wanita menyebalkan itu mendadak jatuh pingsan di ruangannya! Seketika Gery menelpon asistennya untuk masuk ke dalam ruangan.
"Walt, bereskan semua ini. Ada orang pingsan di depan pintu ruanganku." Tak lama kemudian, Walt sang asisten muncul dan terkejut karena seorang wanita cantik tergeletak di ambang pintu.
"Tuan? Wanita itu... Seperti pendarahan," kata Walt memeriksa Clara yang tak sadarkan diri. Gery mendelik, agak terkejut dengan penjelasan sang asisten.
"Pendarahan?"
"Iya, roknya ada bercaknya," ujar Walt menunjuk ke bagian belakang tubuh Clara.
"Cepat bawa dia ke rumah sakit." Sesuai dengan perintah Gery, Walt dibantu dua ajudan membopong Clara keluar dari gedung Spark menuju rumah sakit.
*
Sebagai rekan kerja, Bara tampak khawatir karena Clara tak kunjung kembali bekerja setelah dipanggil oleh Gery Rochstein. Dua menit sekali Bara melirik jam tangannya. Pikirannya tidak fokus. Bara terbayang-bayang dengan sosok Clara yang cantik.
Karena tak tahan lagi, Bara beranjak dari duduknya dan menghampiri Vey. "Vey, udah ketemu Clara belum?"
"Belum. Bukannya tadi sama Tuan Rochstein, ya?"
"Nah itu masalahnya. Dari tadi dia belum balik. Apa jangan-jangan... Clara diapa-apain sama si bos?"
"Hush! Sembarangan kalo bicara!"
"Terus gimana ini? Dari tadi Clara nggak balik-balik. Apa kita samperin aja ke ruangan Tuan Rochstein?"
"Jangan, deh. Mending kita tunggu aja. Mungkin urusannya agak panjang." kata Vey kemudian menenangkan Bara yang terlihat paling gelisah.
Barra menarik napas panjang. Ia tak bisa diam saja. Saran Vey tak digubrisnya. Barra nekad pergi mencari Clara seorang diri ke ruangan CEO Spark.
Ruangan CEO Spark tampak sepi. Barra menghampiri ruangan tersebut, namun hasilnya nihil. Ajudan yang menjaga ruangan tersebut tidak menjawab pertanyaannya. Rasanya ajudan tersebut sengaja menyembunyikan sesuatu dari Barra.
Alhasil, Barra kembali dengan tangan kosong. Ia tak menemukan di mana Clara. Dengan langkah gontai, Barra kembali naik lift. Ia berada di satu lift dengan sesama pegawai. Dua pegawai wanita itu tampak sedang bergosip, sehingga membuat Barra tak sengaja ikut mendengar.
"... Aku takut sekali cewek itu habis diapa-apain sama si bos," kata satu di antara mereka.
"Iya. Mana ditutupi sama jaket pula badannya, apa jangan-jangan?" dua wanita itu saling berpandangan, dan tidak menggubris kehadiran Barra di sana. Akibat tidak sengaja mendengar, hati Barra tergugah. Ia memiliki firasat buruk akan hal itu.
"Maaf, teman-teman. Kalau boleh tahu cewek yang kalian maksud itu siapa ya?" celetuk Barra ikut nimbrung di percakapan dua wanita tersebut.
Kedua wanita itu sontak menoleh padanya bersamaan. "Eh, kamu Barra ya? Yang dari lantai 5?"
"Iya, betul."
"Kayaknya dia temannya cewek tadi deh, Sya," bisik teman perempuan satunya. Barra tersenyum singkat, ia tak peduli. Barra hanya ingin tahu sesegera mungkin siapa 'cewek' yang dimaksud dua rekannya tersebut.
"Kita nggak tahu siapa dia. Tapi yang jelas dia dibawa ke rumah sakit sama Pak Walt dan Tuan Rochstein. Kalau dari pegawai lain sih, katanya dia anak baru di Spark," jawab wanita berambut pendek sebahu tersebut.
Barra menelan ludah seketika. Clara dibawa ke rumah sakit?
"Kami dengar, ada anak baru di divisi pemasaran. Sepertinya dia cewek yang kami maksud tadi," timpal wanita satunya lagi. Mendengar hal itu, wajah Barra memucat.
"Baik, makasih informasinya."
Tak lama kemudian, Barra kembali ke lantai 5 untuk mengabari Vey jika Clara tiba-tiba di bawa ke rumah sakit oleh Gery Rochstein sendiri.
"Pingsan? Apa yang dia alami sampai pingsan?" kata Barra dalam hati. Setelah mendapat kabar itu, Barra segera memberi kabar pada Vey dan berencana menjenguk Clara.
*