Membina rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Banyak rintangan yang datang dan kita wajib bersabar, lapang dada, dan memiliki sifat kejujuran.
Menikah dengan anak SMA butuh banyak bimbingan. Hadirnya cinta masa kelam membuat retak cinta yang sedang dibina. Banyak intrik dan drama yang membuat diambang perceraian.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan penculikan membuat rumah tangga makin diunjung tanduk. Bukti perselingkuhanpun semakin menguatkan untuk menuju jalan perpisahan. Mungkin hanya kekuatan cinta yang bisa mengalahkan semua, namun menghadapinya harus penuh kasabaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Ingin Jadi Pacarku
Kaki mulai pegal menunggu. Taxi tak kunjung jua nampak. Kak Tika mulai memukul-mukul betis yang kelihatannya sudah tidak tahan lagi untuk berdiri. Untung saja aku memakai sepatu jadi masih aman. Disebabkan mau ketemuan sama kenalan, makanya kak Tika hari ini cukup berdandan menor dan memakai higheels.
"Duh, Mila. Kok lama banget ya taxi nya ngak lewat-lewat! Bisa mati sungguhan kita nanti, kalau ngak pulang secepatnya," Dia khawatir.
Kegelisahanpun sudah menghampiriku juga. Orangtua pasti marah besar sebab janjian hanya keluar sebentar, tapi ini malah kelewat jamnya.
"Duh, gimana ya, Kak! Kita tunggu sebentar lagi saja. Lagian ngak mungkin 'kan kita mau jalan kaki pulang."
"Iya, juga sih. Ya, sudah kalau gitu, kita tunggu sebentar lagi saja."
Mata sudah ke kanan kiri melihat ke arah jalan. Tak ingin terlena melewatkan satu kendaraanpun.
Tin ... tin. Sebuah mobil berwarna hitam berkali-kali membunyikan klaksonnya. Kami berduapun saling berpandangan karena kaget, siapakah gerangan yang sedang memanggil kami.
"Duh, siapa itu Mila. Kamu kenal pemilik mobil itu?"
"Enggak, Kak!" jawabku tegas.
"Duh, siapa 'lah. Apa mungkin orang jahat?" Kak Tika mulai panik.
"Bisa jadi, Kak. Karena kita berdua tidak kenal siapa pemiliknya. Lebih baik kita cepat menghindar saja. Jangan sampai ketangkap sama pemiliknya."
"Ayo ... ayo, kita pergi."
Mulai ancang-ancang untuk kabur. Nampak pemilik mobil itu benar-benar ingin membawa kami.
"Eh, kalian mau ke mana?" panggil pemilik mobil itu.
Kami berdua sudah menoleh ke arah sumber suara itu. Betapa terkejutnya kami berdua. Oh ternyata, orang yang tadi menolong. Dia mulai menghampiri kami yang tengah berdiri dalam keadaan ketakutan.
"Aku memanggil kalian dari tadi, kenapa ngak direspon sih!"
"Maaf, Kak. Kami pikir tadi orang jahat, ma-m-makanya!" gagapnya menjawab.
"Makanya mau kabur, gitu! Aku bukan orang jahat kali. Masih waras dan mana doyan sama bocil kayak kalian," ketusnya dia berkata.
"Cihh, sombong amat nih orang. Kayak dia suci aja."
"Kamu ngomong apa barusan? Sombong?."
Kak Tika langsung menyenggol lenganku menggunakan sikutnya.
"Eeh enggak kok, Kak. Hehe, mungkin salah dengar saja aku ngomong tadi."
"Ok 'lah. Tapi pendengaranku masih baik-baik saja ini."
Duh, rasanya ngak enak banget ngatain dia barusan, tapi salah dia sendiri sih, kenapa mancing perkara jadinya 'kan keceplosan.
"Sekarang kalian naik 'lah mobil," suruhnya lagi.
"Tapi-? Ngerepotin ngak ini, Kak?" tanya kak Tika.
"Aman. Kalau ngak aman, kenapa juga harus menawari kalian. Ngak ada yang direpotkan disini. Sekarang cepetan naik, sebelum kalian hilang sebab diculik pria dewasa," Dia mencoba menakuti.
Kami berdua ragu, tapi kalau dipikir ada benarnya. Apa lagi sudah malam, pasti banyak orang dewasa yang ingin berbuat jahat.
"Ayo, tunggu apa lagi. Tidak usah banyak berpikir."
"Hm, baiklah kalau begitu," jawabku ramah.
Kami berdua duduk dibelakang. Sesekali dia melirik dibalik kaca spion. Aku pura-pura tak menyadari dengan menengok ke arah kaca. Sepertinya dia mengagumiku karena cara dia menatap sungguh berbeda sejak diawal kafe. Muka memang cantik, sekali orang menatap pasti ingin memiliki.
Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai. Ternyata sikapnya tidak sejahat mukanya yang banyak diam dan menakutkan. Tanpa basa-basi membukakan pintu mobil. Rasanya kami jadi tak enak hati.
"Terima kasih, Kak!" ucapku malu-malu.
"Iya, sama-sama."
"Kalau begitu kami permisi dulu. Hati-hati dijalan," Segera ingin melenggang pergi.
"Eeh, tunggu."
Baru beberapa langkah kami undur diri, mulai membalikkan badan lagi untuk menyambut baik panggilannya.
"Iya, ada apa? Apakah Kakak perlu bantuan kami?"
"Enggak ada sih, cuma mau tahu nama kamu aja sih."
Kak Tika menyenggol pelan lenganku. Tak cukup keberanian sekedar menatap wajahnya. Malu-malu kucing tengah menghampiri.
"Hello, siapa nama kamu?"
"Nn-namaku Mila." Gugup sambil gemetaran.
Kutarik tangan kak Tika dan kami berlarian kecil menghindarinya. Takut jika ditanya hal lain lagi. Menoleh sebentar kebelakang untuk memastikan, ternyata dia sedang tersenyum.
Hari demi hari kulewati dengan bahagia. Bayangan wajah pria itu terus saja menghantui. Hanya orang buta yang mungkin tidak akan tertarik padanya. Jangankan wanita dewasa, akupun yang masih bocil ikut mengagumi ketampanannya. Senyuman itu cukup membuat leleh tiap wanita yang menatap.
"Aah, gila kamu, Mila. Kenapa sih selalu terbayang-wajah wajahnya," guman hati kesal.
"Mana mungkin dia mau sama kamu yang masih bocil. Dia itu pria yang terlalu perfeck, jadi mimpi saja bisa mendapatkannya suatu hari nanti."
Sambil mengayuh sepeda sepulang sekolah, pikiran terus saja terbayang-bayang akan dirinya.
Tin ... tin, sebuah bunyi klakson mobil mulai mendekati posisiku. Seketika menekan rem dan berhenti. Kaget saja sih dipanggil pemilik mobil itu. Masih hafal warna dan plat nomornya.
"Astaga, tak pikir dia bakalan lupa. Kenapa sekarang memanggilku?" risau hati tak percaya.
Dia melambaikan tangan supaya bisa mendekati posisinya. Tanpa ragu lagi langsung saja mengiyakan.
"Eeh, Kak. Kita bertemu lagi. Ada apa? Apa ada hal yang penting sehingga kamu ingin menemuiku?" Kepolosan bertanya.
"Sebenarnya ada sih. Bisakah kita bicara sebentar dikafe itu?" Tunjukknya disamping kami.
"Duh, gimana yah? Ini waktu pulang sekolah. Kalau tidak tepat waktu, takut nanti kena marah," Keraguan menjawab.
"Gampang itu, nanti aku yang tanggung jawab." Tangan langsung ditarik untuk mengikuti langkahnya.
"Eeh, tapi Kak."
"Ngak usah tapi-tapian. Ada hal penting yang perlu kita omongin." Dia terus memaksa.
Sudah berpikiran aneh terhadapnya. Hal penting apa yang perlu kita bicarakan bersama, sedangkan sama-sama tidak kenal.
"Duduklah dan pesan makanan yang kamu inginkan," Dia mempersilahkan sesudah mengeserkan kursi untukku.
"Iya, terima kasih."
Dia begitu tenang dan belum memulai obrolan. Rasanya begitu canggung diantara kami.
"Kalau boleh tahu kamu sudah punya pacar?" tanyanya langsung.
"Belum," Menundukkan kepala sambil mengunyah makanan.
"Baguslah kalau gitu. Berarti aku ada kesempatan untuk menjadi kekasihmu."
Uhuk ... uhuuk, tiba-tiba kesedak makanan.
"Lah, ayo minum ... minum ini," Dia menyodorkan segelas jus jeruk miliknya.
"Uhuk, terima kasih."
Menyeruputnya sampai setengah. Rasa kaget akibat ditembak, membuatku semakin kepanasan dan haus. Tangan mengipas-ngipaskan diwajah.
"Gimana tawaranku tadi?"
"Em, aku ngak tahu, Kak."
"Kok bisa ngak tahu."
"Jujur saja bingung sih. Aku masih kecil, apa kata orang nanti jika Kakak mau pacaran sama aku. Usia kita terpaut jauh, takutnya malah bikin malu kamu."
"Kalau aku sih, ngak masalah. Yang terpenting sekarang ada di kamunya. Menurutku cinta itu tidak mengenal usia, yang penting sama-sama suka dan mau menjalin hubungan dengan baik."
"Iya juga sih. Kalau ngak serius pacaran buat apa jadian. Cinta itu harus tulus dari dalam hati biar nanti tidak sakit hati."
"Nah, tahu 'pun. Lalu bagaimana, apa kau mau jadi kekasihku?" tanyanya kembali.
Dia menatapku dengan tajam dan serius. Semakin dibuat memerah saja pipi ini.
"Apa kau ada syarat lain?"
"Enggak ada sih, Kak. Cuma-?" Masih saja ragu.
"Diam dan keraguanmu itu menjawab iya. Lihat, muka kamu aja bisa aku tebak. Terlalu merah kayak udang, hehe."
"Aah, masak sih, Kak. Mana ada iih." Pipi kuraba dengan tangan biar kesemuannya cepat hilang.
"Jadi benar 'kan. Sekarang kau resmi jadi pacarku, setuju."
Hanya menunjukkan wajah malu-malu kucing. Karena kaget tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Mimpi jadi kenyataan. Tidak menyangka jika dia super cool itu bisa menembakku, wanita yang biasa aja tapi wajah cukup membuat terpesona. Banyak hal yang mulai kami obrolkan. Ternyata dia asyik juga walau kadang wajahnya menunjukkan kejutekkan. Bagiku tidak masalah, asal angan-angan bisa jadi nyata sekarang ini.
enaknya kalau ketahuan bukan hnya dihajar tp bakalan kena karma