menikah dengan laki-laki yang masih mengutamakan keluarganya dibandingkan istri membuat Karina menjadi menantu yang sering tertindas.
Namun Karina tak mau hanya diam saja ketika dirinya ditindas oleh keluarga dari suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9. dituduh selingkuh 2
Andrew buru-buru menyelesaikan pekerjaannya, tidak bisa tenang karena terus memikirkan tentang Aldo yang sedang bersama orang asing yang belum dikenalnya.
"CK... Mama ada-ada saja, membiarkan Aldo bersama dengan orang asing," gumam Andrew dengan nada yang kesal dan khawatir, disela-sela pekerjaannya. Ia tidak bisa memahami mengapa ibunya membiarkan Aldo bersama orang lain, apalagi yang belum dikenalnya. "Pakai bilang mirip sama Stevia, mana mungkin," tambah Andrew dengan nada yang skeptis.
Setelah beberapa saat, Andrew kembali fokus pada pekerjaannya, berusaha untuk menyelesaikannya secepat mungkin. Sekitar pukul 3 sore, Andrew memutuskan untuk pulang ke rumah, tidak sabar untuk melihat Aldo dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Mobil yang dikemudikan Andrew melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota yang sibuk dan padat. Hanya butuh waktu 30 menit, Andrew sudah sampai di rumah, dan ia tidak sabar untuk melihat Aldo dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
"Ma... Mama..." teriak Andrew dengan suara yang keras dan penuh kekhawatiran, begitu ia membuka pintu mobil dan melangkah keluar.
Lusi yang mendengar teriakkan Andrew pun segera menemui anaknya. "Ndrew, kamu tuh kenapa sih, pulang-pulang kok teriak-teriak begitu," tanya Lusi dengan nada yang lembut.
"Ma, ayo kita jemput Aldo sekarang! Dimana alamat rumah wanita itu?" tanya Andrew dengan suara yang tidak sabar dan penuh kekhawatiran.
Lusi mengangguk dan berujar, "Sebentar mama ambil tas dulu, KTP Karina ada di tas mama." Ia kemudian kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil tasnya.
Sementara menunggu mamanya mengambil tas, Andrew menunggu di dalam mobil dengan hati yang tidak sabar. Ia terus memandang ke arah rumah, menunggu mamanya selesai. Tak lama kemudian, Lusi datang dan langsung masuk ke dalam mobil, membawa tas yang berisi KTP Karina.
"Ini KTP-nya Karina," ujar Lusi sambil menyerahkan kartu identitas milik Karina kepada Andrew. Andrew menerima KTP tersebut dan membacanya dengan saksama, terutama alamat rumah Karina yang tercantum di dalamnya.
"Kamu tau kan, Ndrew, alamat rumah Karina," tanya Lusi untuk memastikan bahwa Andrew sudah mengetahui alamat yang tepat.
Andrew mengangguk dengan percaya diri, "Seperti aku tau daerah itu, ma." Ia kemudian segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Andrew tidak ingin mengemudi terlalu kencang karena mamanya duduk di sampingnya, khawatir jika ia melakukan kesalahan maka akan mendapat omelan dari mamanya.
Jarak rumahnya menuju rumah Karina memang lumayan jauh, sekitar satu jam perjalanan. Namun, kini mobil Andrew sudah memasuki kawasan rumah milik Karina, dan mereka sudah sangat dekat dengan tujuan.
"Ndrew, lebih baik tanya orang dulu deh," saran Lusi, "Tuh, ada ibu-ibu sedang duduk. Menepi dulu! Kita tanya ibu-ibu itu."
Andrew mengikuti saran mamanya dan menepikan mobilnya di samping jalan. Lusi kemudian keluar dari mobil dan berjalan menuju ibu-ibu yang sedang duduk di teras rumahnya. Ibu-ibu tersebut memandang Lusi dengan penasaran, menunggu pertanyaan yang akan diajukan.
"Permisi ibu-ibu, maaf mau numpang tanya," ujar Lusi dengan sopan, "Rumahnya Karina yang mana ya?"
Ibu-ibu tersebut memandang Lusi dengan senyum yang ramah dan menjawab, "Owh, mbak Karina ya. Rumahnya masuk gang Bu, mobil tidak bisa masuk. Ibu masuk saja ke gang itu, ada belokan pertama ibu belok. Nah, rumah mbak Karina ada di urutan ketiga, cat warna hijau, didepannya ada warung."
Lusi mengangguk dengan berterima kasih dan bertanya lagi, "Kalau saya parkir mobil disini, kira-kira mengganggu tidak ya Bu?"
Ibu-ibu tersebut menggelengkan kepala dan menjawab, "Tidak apa-apa Bu, disini sudah biasa kok buat parkir mobil. Tapi mobilnya dikunci ya Bu." Ibu-ibu tersebut memberikan senyum yang ramah dan mengangguk sebelum kembali duduk di teras rumahnya.
Lusi mengangguk dengan berterima kasih, "Terimakasih banyak ya Bu, kalau begitu saya permisi dulu." Ia memberikan senyum yang sopan dan menghormat sebelum berpaling untuk kembali ke mobil.
Ibu-ibu tersebut menjawab dengan senyum yang ramah, "Sama-sama Bu." Ia mengangguk dan memandang Lusi berjalan kembali ke mobil, sebelum kembali duduk di teras rumahnya dengan wajah yang tenang.
Lusi kembali ke mobil dan membuka pintu mobil untuk mengajak Andrew turun. "Ndrew, rumah Karina masuk gang dan mobil tidak bisa masuk. Jadi kita harus jalan kaki," jelas Lusi dengan nada yang tenang.
Andrew memandang mamanya dengan wajah yang sedikit keberatan, "Apa masih jauh, ma?"
Lusi menggelengkan kepala dan menjawab, "Dari keterangan ibu-ibu tadi, sepertinya tidak jauh." Ia kemudian menutup pintu mobil dan mengunci mobil sebelum berjalan bersama Andrew menuju gang yang ditunjukkan oleh ibu-ibu tadi.
Andrew menghela napas panjang, merasa sedikit enggan untuk berjalan kaki, tapi mau tidak mau, akhirnya ia berjalan bersama mamanya menuju rumah Karina.
"Ini tidak salah jalan kan, ma?" tanya Andrew dengan sedikit kekhawatiran, memandang sekelilingnya untuk memastikan bahwa mereka berada di jalan yang benar.
Lusi tersenyum dan menjawab, "Tidak, tadi ibu-ibu itu bilang belokan pertama nanti kita belok. Rumah Karina cat hijau, didepannya ada warung." Ia mengulangi instruksi yang diberikan oleh ibu-ibu tadi untuk memastikan bahwa mereka tidak salah jalan.
Lusi dan Andrew kembali menyusuri jalan yang sempit dan berliku-liku, mengikuti instruksi yang diberikan oleh ibu-ibu tadi. Mereka berjalan dengan hati-hati, memperhatikan sekelilingnya untuk mencari rumah Karina yang dicari.
"Ndrew, sepertinya itu deh," ujar Lusi sambil menunjuk ke salah satu rumah yang berwarna hijau dan memiliki warung di depannya.
"Iya ma, seperti itu rumahnya," jawab Andrew dengan mata yang memandang ke arah rumah tersebut.
Namun, Lusi tiba-tiba menghentikan langkahnya dan memandang ke arah rumah dengan wajah yang khawatir. "Tunggu, tapi sepertinya sedang ada ribut-ribut Ndrew," ujarnya dengan suara yang pelan.
Perasaan Andrew menjadi tak tenang dan ia segera berlari meninggalkan mamanya, menuju ke arah rumah Karina. Saat itu, ia melihat seorang laki-laki hendak menampar seorang wanita. Andrew segera bereaksi dan berteriak, "Tunggu! Jangan pernah menyakiti wanita!"
Dan orang itu adalah Rudi, yang menurunkan tangannya kembali setelah mendengar teriakan Andrew. Semua orang yang sedang berada di warung pun menoleh ke arah Andrew, dengan wajah yang penasaran.
"Papa..." teriak Aldo dan berlari menghampiri papanya, dengan wajah yang bahagia dan lega.
"Sayang, kamu nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Andrew dengan suara yang lembut dan khawatir, sambil memeluk Aldo erat-erat. Aldo menggelengkan kepala, menandakan bahwa ia tidak apa-apa.
"Kamu sama Oma dulu ya," ujar Andrew, sambil menyerahkan Aldo kepada Lusi. Setelah memastikan Aldo bersama mamanya, Andrew menghampiri Rudi dengan wajah yang serius dan marah.
"Owh, jadi ini selingkuhanmu, Karin? Pintar juga kamu cari selingkuh ya," ucap Bu Marni dengan nada yang sinis dan menuduh.
Andrew langsung mengoreksi tuduhan tersebut dengan suara yang tegas dan jelas. "Perkenalkan, saya papanya Aldo. Dan saya bukan selingkuhan wanita ini seperti yang kalian tuduhkan." Ia memandang Bu Marni dan Rudi dengan mata yang tajam, menantang mereka untuk tidak membuat tuduhan yang tidak berdasar.
Bu Marni tidak mau kalah dan melanjutkan tuduhannya, "Maling mana ada yang mau ngaku. Kalau ngaku, penjara langsung penuh."
Andrew tersenyum tipis, menandakan bahwa ia tidak terpengaruh oleh tuduhan tersebut. "Terserah kalau kalian tidak percaya. Kalau sampai aku melihat kalian main tangan lagi, terutama kamu," ujar Andrew sambil menunjuk Rudi dengan mata yang tajam, "Kamu itu laki-laki, kalau sampai main tangan dengan istrimu, saya tidak akan tinggal diam." Andrew melanjutkan, "Kalau saya melihat dari nama tag, kamu sepertinya bekerja di PT Karya Cita Abadi kan? Kalau tidak ingin karir kamu hancur, ingat kata-kata saya tadi!" Andrew memberikan peringatan yang tegas dan jelas, menandakan bahwa ia tidak akan membiarkan Rudi melakukan kekerasan terhadap istrinya.
"Memangnya siapa kamu, berani mengancamku begitu?" Rudi menantang Andrew dengan nada yang tinggi dan sombong.
Andrew tidak terpengaruh oleh tantangan tersebut. "Kamu tidak perlu tahu siapa aku!" jawab Andrew dengan suara yang tegas dan dingin. Ucapan Andrew tersebut mampu membuat Rudi dan Bu Marni terdiam, mereka tidak berani melawan Andrew lagi.
Setelah mengatakan itu, Andrew berpaling dan menghampiri Aldo dan Lusi, yang sedang menunggu dengan wajah yang khawatir. Andrew memeluk Aldo, menandakan bahwa ia telah mengambil alih situasi dan akan melindungi mereka.
"Sekarang kita pulang ya," ujar Andrew dengan suara yang lembut dan persuasif.
Aldo menggelengkan kepala dengan keras dan menangis, "Aku nggak mau pa, aku mau sama mama saja! huhuhuhu... Aku nggak mau pisah sama mama lagi, pa."
Andrew segera jongkok di depan Aldo dan mengelus pucuk kepala anaknya dengan kasih sayang. "Aldo, Tante itu bukan mamanya Aldo. Mama Aldo sudah di surga sana," jelas Andrew dengan suara yang lembut dan sabar.
Namun, Aldo tetap tidak mau menerima kenyataan tersebut dan menangis semakin keras, "Nggak pa, itu mamaku!"
Merasa tak tega melihat Aldo menangis, Karina pun mendekat dengan langkah yang lembut. "Maaf, boleh saya bicara sebentar sama Aldo? Biar saya yang membujuk dia," ujarnya dengan suara yang halus dan persuasif.
Andrew pun berdiri dan memberikan ruang bagi Karina untuk mendekati Aldo. Saat itu, ia berhadapan langsung dengan Karina, dan sontak membuat Andrew sedikit terkejut. Ternyata benar apa kata mamanya, bahwa wanita yang bernama Karina itu mirip dengan Stevia, almarhumah istrinya. Andrew tidak memperhatikan wajah Karina sebelumnya, dan baru saat Karina mendekat, ia melihat wajah jelas Karina. Kesamaan antara Karina dan Stevia membuat Andrew merasa seperti sedang melihat istrinya.
"Pak, apa boleh saya bicara sebentar dengan Aldo?" ucap Karina lagi, dan membuyarkan lamunan Andrew. Suara Karina membuat Andrew kembali ke kenyataan dan ia mengangguk pelan, memberikan izin kepada Karina untuk berbicara dengan Aldo.
Mendapat persetujuan dari papanya, Aldo, Karina pun mendekat dan berjongkok di depan Aldo dengan wajah yang lembut dan penuh kasih sayang. "Aldo, sayang... Aldo harus pulang dulu ya sama papa dan Oma nya Aldo,"
Aldo memandang Karina dengan mata yang berair dan berusaha untuk tidak menangis lagi. "Tapi ma..." ujarnya dengan suara yang pelan.
Karina tersenyum dan mengingatkan Aldo tentang janjinya. "Katanya Aldo mau nurut sama Tante, kan?" Aldo mengangguk pelan, menandakan bahwa ia ingat tentang janjinya. Karina melanjutkan, "Nah, berarti Aldo harus pulang dulu ya!"
"Tapi, mama harus ikut, ya," ujar Aldo dengan nada penuh berharap.
Karina menggelengkan kepala. "Tante nggak bisa ikut Aldo. Rumah Tante disini."
Mendengar penolakan dari Karina, Aldo merasa sedih. Matanya berkaca-kaca dan air mata mulai mengalir.
"Aldo jangan sedih, ya. Aldo masih boleh kok main kesini dan ketemu Tante," ujar Karina untuk menghibur Aldo. Aldo mengangguk, meskipun masih terlihat sedih.
"Tapi mama jangan pergi-pergi lagi, ya," ujarnya dengan nada yang berharap.
"Ngga sayang, Tante nggak akan meninggalkan Aldo lagi, kok," jawab Karina dengan lembut.
"Sebelum aku pulang, boleh aku peluk mama dulu?" tanya Aldo dengan suara yang lembut dan berharap.
Karina mengangguk dan merentangkan kedua tangannya, membuka pelukan untuk Aldo. Aldo pun memeluk Karina dengan erat, menikmati kehangatan dan kasih sayang yang diberikan oleh Karina.
"Aldo pulang dulu ya, ma," ujar Aldo dengan suara yang pelan, sambil melepaskan pelukan dari Karina.
"Iya sayang, hati-hati dijalan, ya," jawab Karina dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang.
Aldo berjalan menghampiri papanya, Andrew, yang sudah menunggu dengan sabar. Andrew pun berjalan terlebih dahulu bersama Aldo menuju mobilnya.
"Nak Karina, maaf ya Aldo jadi merepotkan nak Karina," ujar Lusi dengan suara yang sopan dan berterima kasih.
"Tidak apa-apa Tante, saya tidak merasa direpotkan, kok," jawab Karina dengan senyum yang ramah dan menenangkan.
"Kalau begitu, Tante pulang dulu ya. Terimakasih sudah menjaga Aldo seharian ini," ujar Lusi dengan suara yang berterima kasih.
"Sama-sama tante," jawab Karina dengan senyum yang sopan.
Karina menunggu sampai Lusi, Andrew, dan Aldo tak terlihat lagi dari pandangannya. Setelah itu, ia masuk ke dalam rumah, menyusul suami dan mertuanya yang sudah masuk terlebih dahulu. Langkahnya yang lembut menghantarkan ia ke dalam rumah.
****
"Tunggu, mau kemana kamu Karin?" tanya Rudi dengan nada yang penasaran, begitu melihat Karina masuk ke dalam rumah.
Karina menghentikan langkahnya dan berpaling ke arah suaminya. "Mau nyiapin buat makan malam. Kenapa, kamu mau ikut?" tanyanya dengan nada yang sinis.
Suaminya tidak langsung menjawab pertanyaan Karina. Sebaliknya, ia memandang Karina dengan mata yang tajam dan penasaran. "Jelaskan dulu, siapa laki-laki tadi dan anak kecil yang bersama kamu tadi!" tanyanya dengan nada yang sedikit keras.
Karina terkejut dengan pertanyaan suaminya, namun ia segera mengambil napas dalam-dalam dan menjelaskan situasi yang sebenarnya. "Anak kecil itu namanya Aldo. Aldo itu bukan anak selingkuhanku, mas! Aku juga tidak tau dia siapa, bahkan aku baru bertemu Aldo hari ini. Aku tidak sengaja menabrak anak itu saat di taman kota, tapi entah kenapa tiba-tiba anak itu memanggil ku dengan sebutan 'mama'. Dan untuk papanya Aldo, dia datang kesini untuk menjemput anaknya," jelas Karina dengan suara yang jelas dan terbuka.
"Jangan bohong Karin! Kalian selingkuh kan? Jangan jadi wanita murahan kamu!" ucap Rudi dengan nada yang keras dan menuduh, sambil menunjuk wajah Karina dengan jari telunjuknya.
Karina yang terus dituduh dan dihina oleh Rudi, lama-lama merasa jengah dan muak. Ia merasa bahwa Rudi tidak memiliki hak untuk menuduhnya dengan seenaknya.
"Jangan asal nuduh dan menunjuk-nunjuk wajahku ya mas!" Karina membalas dengan nada yang tegas dan berani. "Satu jarimu menunjuk wajahku, sementara empat jari menunjuk ke arahmu sendiri. Sebelum kamu menuduhku, alangkah lebih baik kalau kamu itu berkaca terlebih dahulu! Jadi, sebenarnya yang murah itu aku atau kamu?" Karina meluapkan emosinya dengan kata-kata yang tajam dan menusuk.
Setelah meluapkan emosinya, Karina langsung pergi begitu saja, meninggalkan Rudi yang masih terpaku di tempatnya. Rudi masih mencerna ucapan Karina barusan, merasa bahwa ia telah terpukul oleh kata-kata Karina yang tajam dan menusuk.
Bersambung...
lanjut Thor, penasaran!
wong data semua dari kamu