NovelToon NovelToon
ANAK RAHASIA

ANAK RAHASIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Lari Saat Hamil / One Night Stand / Single Mom / Hamil di luar nikah
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: WikiPix

Rahasia kelam membayangi hidup Kamala dan Reyna. Tanpa mereka sadari, masa lalu yang penuh konspirasi telah menuntun mereka pada kehidupan yang tak seharusnya mereka jalanin.

Saat kepingan kebenaran mulai terungkap, Kamala dan Reyna harus menghadapi kenyataan pahit yang melibatkan keluarga, kebencian, dan dendam masa lalu. Akankah mereka menemukan kembali tempat yang seharusnya? Atau justru terseret lebih dalam dalam pusaran takdir yang mengikat mereka?

Sebuah kisah tentang pengkhianatan, dendam, dan pencarian jati diri yang akan mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WikiPix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NARASI Episode 18

Keesokan paginya, cahaya matahari masuk melalui jendela rumah sakit, menerangi ruangan dengan sinar lembut. Kamala masih tertidur di kursi, sementara Affan tetap berjaga di sisi ranjang Reyna.

Tiba-tiba, terdengar suara lirih.

"Ugh…"

Affan yang sedang melamun langsung menoleh. Ia melihat kelopak mata Reyna bergerak, lalu perlahan terbuka. Matanya yang bening tampak sayu, seolah masih mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya.

"Reyna?" Affan segera mendekat. "Kau sudah sadar?"

Gadis kecil itu berkedip beberapa kali, lalu mengerjap pelan. Napasnya terdengar sedikit lemah, tapi ia sudah cukup sadar untuk melihat orang di sekitarnya.

Kamala yang tertidur tampaknya ikut merasakan pergerakan di sampingnya. Ia menggerakkan kepalanya, lalu membuka mata dengan cepat. Saat ia melihat Reyna yang sudah terjaga, Kamala langsung tersentak dan bangun dari duduknya.

"Reyna!" Suaranya dipenuhi kelegaan dan emosi.

Reyna menoleh ke arah Kamala, lalu tersenyum tipis. "Ibu…" suaranya pelan, tapi cukup untuk membuat Kamala meneteskan air mata.

"Syukurlah… syukurlah kamu sadar…" Kamala langsung menggenggam tangan kecil Reyna, menempelkannya ke pipinya yang basah oleh air mata. "Ibu sangat khawatir… Kamu baik-baik saja, kan? Ada yang sakit?"

Reyna menggeleng pelan, meskipun wajahnya masih terlihat lelah. "Aku… aku hanya merasa sedikit pusing."

Affan yang menyaksikan momen itu menghela napas lega, tapi ia segera tersadar akan satu hal.

"Kita harus memanggil dokter," ujarnya cepat. Ia segera bangkit dan keluar dari ruangan, mencari tenaga medis.

Beberapa menit kemudian, Affan kembali dengan seorang dokter dan dua perawat. Kamala dengan hati-hati melepaskan genggamannya dari Reyna dan memberikan ruang bagi dokter untuk memeriksa anaknya.

Dokter mulai mengecek tekanan darah, denyut nadi, serta kondisi umum Reyna. Ia juga menanyakan beberapa pertanyaan sederhana untuk memastikan kesadaran gadis kecil itu.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Kamala dengan cemas.

Dokter tersenyum kecil. "Keadaannya sudah jauh lebih baik. Sepertinya dia hanya butuh istirahat lebih banyak. Tapi kita tetap perlu mengawasi perkembangannya selama beberapa hari ke depan."

Kamala mengangguk cepat. "Apa dia boleh makan sesuatu?"

"Tentu. Mulailah dengan makanan yang lembut dulu. Sup atau bubur akan lebih baik untuk pencernaannya."

Reyna hanya diam mendengarkan percakapan mereka, sementara Affan menatapnya dengan penuh perhatian.

Setelah dokter dan dua perawat pergi, Affan menatap Kamala dan Reyna dengan penuh perhatian sebelum akhirnya menghela napas.

Ia tahu, seberapa pun ia ingin tetap di sini menemani mereka, namun ada tanggung jawab lain yang harus ia selesaikan.

"Kamala," panggilnya.

Kamala yang masih duduk di sisi ranjang Reyna menoleh ke arahnya. "Ya?"

"Aku harus pergi ke toko sebentar. Ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan," ujar Affan.

"Tapi jangan khawatir, aku akan kembali secepatnya."

Kamala menatapnya dengan sedikit cemas, tetapi ia mengangguk mengerti. "Baiklah, Affan. Hati-hati di jalan."

Affan tersenyum kecil, lalu menoleh ke Reyna yang masih tampak lemah tetapi sudah lebih baik dari sebelumnya. "Kamu istirahat yang banyak, ya, Reyna? Jangan nakal sama ibumu."

Reyna menatapnya dengan mata beningnya yang masih sedikit sayu. Ia mengangguk pelan. "Iya Om Affan…" suaranya terdengar lemah tetapi penuh ketulusan.

Affan tersenyum dan mengusap kepala gadis kecil itu dengan lembut. "Aku pergi dulu."

Tanpa banyak kata lagi, ia berbalik dan berjalan keluar dari kamar rumah sakit.

Setelah kepergian Affan, Kamala duduk di tepi ranjang, mengusap lembut tangan kecil Reyna. Gadis itu masih terlihat lelah, tetapi senyumnya yang tipis membuat hati Kamala sedikit tenang.

"Kamu lapar, sayang?" tanya Kamala lembut.

Reyna mengangguk pelan. "Sedikit, Bu…" suaranya lemah, tetapi cukup jelas.

Kamala tersenyum. "Baiklah, Ibu akan membelikan sesuatu untukmu. Dokter bilang kamu harus makan makanan yang lembut. Mungkin bubur ayam atau sup?"

Reyna mengangguk kecil. "Boleh…"

Kamala mengusap kepala Reyna sebelum berdiri. "Tunggu sebentar di sini, ya. Ibu akan pergi sebentar untuk membeli makanan. Kalau ada apa-apa, panggil perawat, ya?"

"Iya, Bu," jawab Reyna pelan.

Kamala mengecek kembali selimut yang menutupi tubuh putrinya, memastikan Reyna tetap hangat sebelum melangkah keluar dari kamar rumah sakit.

Begitu berada di luar, Kamala menarik napas panjang. Ia merasa sedikit lega karena Reyna akhirnya sadar, tetapi pikirannya masih dipenuhi kecemasan.

Tentang Jack.

Begitu ia ingin keluar dari ruangan Reyna, kamala menghentikan langkahnya ketika melihat seorang perawat masuk ke dalam kamar dengan nampan berisi semangkuk bubur hangat.

"Permisi, Bu," ujar perawat itu sambil tersenyum ramah.

"Ini bubur untuk Reyna."

Kamala menghela napas lega. Ia tidak perlu pergi jauh untuk mencari makanan lagi. "Oh, syukurlah. Terima kasih banyak, ya."

"Sama-sama, Bu. Kalau ada yang dibutuhkan, silakan panggil kami."

Setelah perawat pergi, Kamala segera membawa nampan itu ke sisi tempat tidur Reyna. Aroma bubur ayam yang hangat menguar, menggugah selera.

"Nah, ini dia makanannya, sayang," ujar Kamala dengan lembut. "Ibu akan menyuapimu, ya?"

Reyna mengangguk pelan. Matanya masih terlihat lelah, tetapi ia menerima perhatian ibunya dengan senang hati. Kamala meniup bubur itu sedikit sebelum menyuapkannya ke mulut Reyna.

Gadis kecil itu mengunyah perlahan. "Hmm… enak, Bu," gumamnya pelan.

Kamala tersenyum, merasa lega melihat Reyna bisa makan. "Bagus kalau kamu suka. Pelan-pelan saja, ya."

Reyna terus makan sedikit demi sedikit.

Setelah tiga suapan, Reyna tiba-tiba menghentikan ibunya dengan menggeleng pelan.

"Kenapa, sayang?" tanya Kamala dengan lembut.

Reyna menatap bubur di sendok yang dipegang ibunya, lalu mengernyit kecil. "Aku… rasanya enggak enak, Bu. Aku nggak mau lagi."

Kamala mengerutkan kening. "Apa perutmu masih sakit? Atau kamu mual?"

Reyna menggeleng pelan. "Nggak, cuma… rasanya aneh."

Kamala menghela napas, lalu menaruh sendok kembali ke dalam mangkuk. Ia tahu Reyna belum makan banyak, tetapi ia juga tak mau memaksanya.

"Baiklah, kalau kamu tidak ingin makan lagi, jangan dipaksakan," ujar Kamala lembut. "Tapi kalau nanti lapar, bilang Ibu, ya?"

Reyna mengangguk pelan. "Iya, Bu…"

Kamala merapikan nampan dan menyisihkan bubur itu di meja kecil di samping tempat tidur.

Kamala baru saja hendak duduk kembali di sisi ranjang Reyna, pintu kamar rumah sakit terbuka perlahan.

Seorang wanita paruh baya masuk dengan langkah tenang dan anggun. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya dihiasi senyum lembut, dan matanya menyiratkan ketenangan. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna pastel yang membuatnya terlihat bersahaja.

Kamala refleks menegakkan punggungnya dan menatap wanita itu dengan waspada.

Wanita itu berhenti di dekat Kamala, lalu menatap Reyna dengan pandangan ramah sebelum akhirnya mengalihkan matanya ke Kamala.

"Kau pasti Kamala," katanya dengan suara lembut.

Kamala mengangguk, meskipun tetap menjaga sikap hati-hati. "Ya, saya Kamala. Anda siapa?"

Terdiam sejenak, seolah ingin memastikan bahwa Kamala benar-benar ada di depannya. "Namaku Ratna. Aku… ibumu."

Jantung Kamala berdegup lebih cepat. Kata-kata itu membuatnya terkejut, tetapi juga memicu perasaan curiga yang besar.

Kamala menggeleng cepat. "Tidak mungkin. Ibu kandungku adalah Lasmini. Bukan Anda."

"Dia orang yang telah lama merawat diriku hingga dirinya menghilangkan entah kemana, anda pasti salah lihat. Saya bukan anak anda."

Ratna menarik napas panjang, berusaha menahan emosi. "Aku tahu ini sulit dipercaya. Tapi aku benar-benar ibumu. Aku sudah mencari keberadaanmu selama bertahun-tahun."

Kamala memegang tangan Reyna dengan erat, seolah mencari kekuatan. "Saya mohon, jangan membuat masalah di sini."

"Saya tidak mau anak saya terganggu oleh kehadiran anda di sini."

Ratna tampak terluka dengan penolakan itu, tetapi ia tidak mundur. "Aku punya bukti. Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan…"

Kamala semakin curiga. Ia tidak mungkin mempercayai kata-kata seorang asing yang tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai ibunya. Tetapi di sisi lain, ada sesuatu dalam tatapan wanita itu yang membuatnya ragu.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini hanya kebohongan lain ataukah ada kebenaran yang selama ini tersembunyi?

Kamala berusaha tetap tenang. Ia menatap wanita itu dengan tajam, mencoba mencari kebohongan di wajahnya.

"Bukti?" ulangnya dengan nada skeptis. "Bukti apa yang Anda miliki?"

Ratna merogoh tasnya dengan tangan gemetar. Ia mengeluarkan sebuah amplop cokelat yang tampak sudah tua dan sedikit kusut. Dengan hati-hati, ia menyerahkannya kepada Kamala.

"Di dalamnya ada beberapa foto dan dokumen," ucap Ratna pelan.

"Aku tahu kau pasti tidak akan percaya begitu saja, jadi aku membawa ini untuk membuktikan bahwa aku tidak berbohong."

Kamala menatap amplop itu ragu. Ada dorongan dalam dirinya untuk membukanya, tetapi ada juga ketakutan yang tiba-tiba menghantam dadanya.

"Kenapa baru sekarang?" tanyanya, masih belum mau menerima.

"Kenapa setelah bertahun-tahun, Anda baru muncul dan mengaku sebagai ibu kandung saya?"

Ratna menundukkan kepalanya, air matanya menggenang. "Aku… aku kehilanganmu sejak kau masih bayi. Ada seseorang yang membawamu pergi dariku. Aku sudah mencarimu ke mana-mana, tapi jejakmu menghilang begitu saja. Sampai akhirnya… aku menemukan petunjuk tentangmu beberapa bulan lalu."

Kamala merasa dadanya terasa sesak. Apa yang dikatakan Ratna terdengar seperti kisah dramatis di televisi. Tapi apakah itu benar? Ataukah wanita ini hanya memanipulasinya?

Di sisi lain, Reyna menatap Ratna dengan bingung. Gadis kecil itu merasakan ketegangan di antara mereka, tetapi ia terlalu lemah untuk memahami situasi sepenuhnya.

"Ibu…" Reyna menarik tangan Kamala dengan lembut.

Kamala menoleh dan menatap putrinya. Tatapan polos Reyna seolah meminta Kamala untuk tidak terlalu cemas.

Akhirnya, dengan tangan sedikit gemetar, Kamala mengambil amplop itu dan mulai membukanya. Ia menarik keluar beberapa foto yang tampak sudah lama.

Matanya membesar saat melihat gambar seorang wanita muda yang sangat mirip dengannya.

Dan di salah satu foto, ada seorang bayi mungil di dalam gendongan wanita itu.

Jantung Kamala berdebar lebih kencang. Tangannya meremas ujung foto, dan perasaan tidak nyaman mulai merayap ke dalam dirinya.

Ratna mengamati reaksi Kamala dengan mata berkaca-kaca. "Itu kau, Kamala. Itu kau saat masih bayi…"

Kamala menggigit bibirnya lebih keras. Ia ingin menyangkal, ingin berkata bahwa ini semua hanya kebohongan. Tapi foto-foto itu… terlalu nyata.

Kamala menggenggam foto-foto itu erat, dadanya bergemuruh dengan berbagai emosi yang sulit dijelaskan. Ia menatap Ratna dengan tajam, mencoba mencari kebohongan kembali di balik tatapannya yang penuh harapan dan air mata.

"Tidak cukup," gumam Kamala dengan suara rendah, nyaris bergetar.

Ratna menatapnya dengan wajah penuh luka. "Apa maksudmu?"

"Foto-foto ini bisa saja rekayasa," lanjut Kamala. "Atau mungkin memang benar ada bayi di sana, tapi itu bukan berarti bayi itu adalah aku. Saya tidak bisa langsung percaya begitu saja."

Ratna menarik napas dalam, seolah sudah menduga reaksi ini. "Aku mengerti… Aku tidak mengharapkanmu menerima semuanya dalam sekejap."

"Tapi aku mohon, Kamala… berikan sedikit harap untukku, jangan menolak kenyataan. Aku sudah tidak memiliki siapapun, hanya dirimu saja."

Kamala diam. Ada pergolakan dalam hatinya. Sebagian dari dirinya ingin mengusir wanita ini dan melupakan apa yang baru saja terjadi. Tapi sebagian lain merasa ada sesuatu yang harus ia ketahui.

"Kalau memang Anda ibuku…" Kamala menelan ludah.

"Siapa yang mengambilku darimu? Dan kenapa? Apa hubungannya dengan Bu Lasmini?"

Ratna mengepalkan tangannya. Matanya menatap Kamala dengan kesedihan mendalam.

"Aku akan menjelaskan semuanya," katanya pelan. "Tapi tidak di sini. Tidak sekarang."

Kamala memicingkan mata. "Kenapa?"

Ratna melirik ke arah Reyna yang masih lemah di ranjang. "Anakmu butuh istirahat. Aku tidak ingin pembicaraan ini di hadapannya, lain kali saja. Saat waktu yang tepat, aku akan kembali."

Kamala menoleh ke Reyna, yang meskipun tampak bingung, tetap memperhatikan mereka dengan mata yang mulai sayu. Ia memang masih sangat lemah setelah sadar dari pingsannya.

Kamala mendesah. Ia tidak bisa membantah bahwa Reyna adalah prioritasnya saat ini.

"Oke," akhirnya ia berkata. "Tapi saya tidak menjanjikan apa pun. Dan saya juga tidak akan percaya begitu saja."

Ratna tersenyum samar, meskipun air mata masih menggenang di matanya. "Itu sudah cukup. Terima kasih, Kamala."

Kamala tidak membalas. Ia hanya menatap wanita itu dengan ekspresi sulit diartikan.

Ratna melangkah mundur perlahan, lalu berbalik dan berjalan keluar dari ruangan.

Begitu pintu tertutup, Kamala kembali duduk di tepi ranjang Reyna, lalu menghela napas panjang. Tangannya masih menggenggam erat foto-foto itu.

"Ibu… siapa dia?" suara Reyna terdengar pelan.

Kamala menatap putrinya, lalu tersenyum tipis. "Hanya seseorang dari masa lalu Ibu, sayang."

Reyna mengangguk kecil, tampak terlalu lelah untuk bertanya lebih lanjut.

Kamala mengusap lembut kepala putrinya, meskipun pikirannya masih dipenuhi pertanyaan.

Benarkah wanita itu ibunya?

Ataukah ini hanya awal dari masalah baru yang akan mengguncang hidupnya?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!