*"Ah ... ampun, Kak. U-udah! Naya ngakuh, Naya salah."*
Masa remaja yang seharusnya dilalui dengan ceria dan bahagia, mungkin tidak akan pernah dialami dengan gadis yang bernama Hanaya Humairah. Gadis cantik yang lemah lembut itu, harus terpaksa menikah dengan Tuan muda dingin nan kejam.
Demi menyelamatkan ibunya dari tuduhan penyebab kematian mama dari sang tuan muda, ia rela mengorbankan kebahagiaannya.
Akankah Gadis itu bisa menjalani hari-harinya yang penuh penderitaan.
Dan akankah ada pelangi yang turun setelah Badai di kehidupannya.
Penasaran ...?
Yuk ikuti kisahnya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggraini 27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
Selesai sarapan, Malik mengelap mulutnya dengan tisu dan langsung berkata, "Mana handphonemu?"
Naya sedikit terkejut. Namun, untungnya dia langsung sigap. "Ah. Iya, Kak." Gegas mengeluarkan hpnya dari saku.
Belum sempat yang punya menawarkan, Malik langsung merampas Hp nya.
"Apa sandinya?"
"Kamu sayang Aku."
"Apa!" Mata Malik terbelalak saat Naya mengucapkan tiga kata itu.
"Ma-maaf, Kak. Maksud Naya ... itu kata sandinya," jelas Naya yang gugup.
"Kata sandi macam apa itu. Ganti!"
Naya pun langsung mengambil kembali gawainya.
"Iya, Kak. Biar Naya ganti sebentar."
Setelah selesai. Naya pun memberikan kembali gawainya kepada Malik.
"Sandi?" tanya Malik lagi.
"Kamu Benci Aku," jawab Naya cepat. Kemudian menundukkan kepalanya.
Ketika dia mendengar ucapannya Naya.
Malik hanya melihat Naya sekilas. Kemudian dia fokus kembali ke handphone milik Naya yang ia genggam. "Bagus," ucapnya.
Entah apa yang dilakukan Malik dengan handphone Naya. Entahlah ... Hanya Malik yang tau.
"Nah, sekarang lo jangan mencoba macam-macam. Karena Hp lo udah gue retas. Sampai gue tau lo berbuat aneh-aneh. Awas lo! Lo tau siapa gue, kan ...?" gertak Malik yang sudah mengembalikan gawai Naya.
"I-iya, Kak." Hanya kata itu saja yang mampu Naya ucapkan. Karena rasa takut yang menyelimuti dirinya.
Malik pun berdiri dari kursinya. "Bagus." Malik mengelus pucuk kepala Naya.
"Tapi, ingat! Lo jangan berani-beraninya hubungi ibu, lo. Itu pun kalo lo mau ibu lo. SELAMAT!" bisik Malik yang kemudian menjambak rambut Naya.
Naya hanya mampu mengangguk, karena menahan sakit. Bukan hanya fisiknya yang sakit, tapi juga batinnya.
Malik pun menghempaskannya dan kemudian pergi berangkat ke sekolah.
Setelah kepergian Malik. Naya Jatuh tersimpuh di lantai yang dingin, sambil menjerit dalam hatinya., "Bunda ...."
Bik Nanik yang melihat drama rumah tangga majikannya pun, tak sampai hati melihatnya. Dia pun langsung menghampiri Naya, saat sang Tuan muda sudah pergi dengan mobilnya.
"Non ... bangun, Non." Bik Nanik pun membantu Naya berdiri dan di dudukkannya di kursi yang ada di meja makan.
"Bik ...."
"Udah, Non. Kalo mau nangis, nangis aja, Non. Jangan ditahan. Bibik tau kok apa yang terjadi, bibik turut prihatin atas perlakuan Den Malik ke, Enon. Non yang sabar ya." Bik Nanik mengusap-usap bahu Naya. Memberi ketenangan.
"Ma-makasih ya, Bik ...." Dan akhirnya air mata Naya pun tak lagi bisa dibendung. Mungkin memang lebih baik ditumpahkan dari pada terus ditahan, semakin membuat sesak di dada.
"Iya, Non. Non harus sabar dan kuat ya. Emang bibik gak tau sebenarnya apa yang terjadi dengan Non dan juga Den Malik. Tapi, bibik yakin. Dengan kelembutan dan ketulusan hati, Non. Den Malik pasti akan luluh juga," ucap bik Nanik meyakinkan Naya.
"Semoga ..." guman Naya.
****
Di Sekolah Nusa Jaya.
Malik yang baru turun dari mobilnya, mendapatkan tatapan dari semua siswa/siswi. Ada yang menatapnya kagum dan ada juga yang tidak suka, tapi mereka tidak berani berbuat apa-apa. Kepada anak pemilik yayasan yang dingin nan arogan.
"Omg ... Cool banget, gaes. Gayanya kak Malik."
"Iya, jadi seger liatnya."
"Eiths, jangan lama-lama liatinya. Itu calon gue."
Begitulah setiap harinya. Jika Malik baru datang. Semua para ciwi-ciwi pada mengaguminya. Tapi, tak Ada satu pun yang berani menyatakan langsung. Kecuali, cewek menor yang tebal muka. Siapakah dia? Nanti kalian juga bakal tau sendiri, hihi ...
"Hai, Bro. Dari mana aja lo. Kok baru muncul," sapa Rizki yang baru datang, menepuk pundak Malik.
"Sibuk."
"Biasalah ...," sambung Andra yang baru datang juga. Langsung nyelonong ketengah-tengah mereka. Yang merangkul pundak dua sahabatnya itu.
"Eh, buset. Kageti orang aja loh. Datang-datang langsung nyelonong bae," cerocos Rizki.
"Yaelah, sewot amat pagi-pagi. Babang tamvan kita aja woles aja, tuh. Ya gak, Bro." Andra memukul pundak Malik. Meminta jawaban.
Tapi yang diajak ngomong tidak merespon. Terus berjalan dengan pandanganya lurus ke depan.
"Yaelah, gini banget kalo ngajak ngomong sama balok es. Kayak ngomong sama tembok, gak ada responnya," bisik Andra di telinga Riski. Yang masih bisa didengar Malik.
"Gue, duluan," ucap Malik yang Melepaskan tangan Andra. Berjalan meninggalkan dua temanya.
"Woy, Mal. Kok kita ditinggalin ...!" teriak Andra memanggil Malik.
"Loh, sih. Ngomongi dia! Ngambek kan tu anak," tuduh Riski.
"Yaelah. Gue kan bisikin lo, Be. Masak dia bisa dengar," bela Andra yang tak mau disalahkan.
"Iya, emang lo bisikin, Gue. Tapi suara lo tu kayak kaleng rombeng. Makanyanya bisa kedengaran tu sama dia. Udahlah, gue mau nyusulin dia dulu. Bye ...." Riski pun berlari mengejar Malik. Dan meninggalkan Andra yang diam mematung.
"Ya, ampun ... gue juga. Gini bener nasib gue. Punya temen pada tensi amat, dah." Andra bermonolog sendiri. Kemudian mengejar dua temanya.
***
Waktu istirahat pun sudah tiba. Semua murid SMA Nusa Jaya. Sudah pada berkumpul di kantin, untuk mengisih perut mereka.
Begitu juga dengan geng curut. Eh, ralat. Geng cultan maksudnya.
"Ma ... lik! Masih marah ya? Maafi gue ya?" rayu Andra meminta maaf dengan wajah sok imutnya.
Malik yang tidak mengerti, hanya memasang mode datar. " Untuk ...?"
"Etdah, belagak lupa lagi." Menepuk jidatnya. "Yang tadi pagi lo, Babe. Yang gue bisik-bisik ama Rizki. Terus elu nya malah langsung pergi. Berarti lo dengerkan apa yang gue bilang?" jelas Andra panjang lebar.
"Oh," balas Malik singkat. Yang sedang melahap baksonya.
"Etdah, cuma Oh doang." Andra tidak percaya dengan respon temannya yang satu ini.
"Terus ...?" Malik malah balik tanya. Tanpa mengalihkan pandanganya dari mangkok baksonya itu.
"Ah, elu mah. Kagak ... "
"Yaelah, udahlah makan dulu. Keburu bel. Baru nyahok, lo!" potong Rizki yang menghentikan percakapan temennya.
"Haaah ...." Andra membuang nafasnya kasar, yang memutar bola matanya malas.
Saat mereka sedang asik makan dengan tenang. Tiba-tiba datang the geng Zz. Tiga cewek menor. Si muka tembok.
Zenifer kiara so. Cewek cantik yang bahenol. Termaksud cewek terpopuler. Tapi sayang dandanannya terlalu menor. Begitu juga dengan adik sepupunya dan temannya. Dia satu angkatan dengan Malik, tapi beda lokal.
Zia kiranti, adik sepupunya Zenifer. Si cewek judes. Yang kalo ngomong pedes tanpa difilter.
Terakhir Zahra arianti, temen sebangku Zeni. Dia sedikit mempunyai belas kasian. Walau kadang mesti menuruti kemauan temanya yang suka bullying.
"Hai, bebeb Malik. Kemana aja semalam, kok gak masuk? Zeni kan jadi kangen," tutur Zeni yang merangkul pundak Malik dari belakang.
"Bukan urusan, lo " balas Malik masih dengan nada datar, tanpa melihat lawan bicaranya.
"Ih ... kok bebeb gitu sih jawabnya," ucap Zeni manja.
"Mau cari mampus ni anak. Ganggu orang aja," guman Rizki ketus yang masih melahap makananya.
"Ho'oh," sambung Andra membenarkan. Karena duduk di sebelah Rizki, jadi dia mendengar apa yang dikatakan Rizki.
Sedangkan Malik duduk di hadapan mereka.
"Treengg ...." Malik menjatuhkan sendoknya kedalam mangkuk. Kemudian melepaskan tangan zeni dan pergi.
Rizki dan Andra yang melihat temannya pergi pun. Menyudahi makanya, dan ikut pergi menyusul Malik.
"Dasar penganggu!" ucap Rizki sebelum pergi.
"Hm, muka tembok!" sambung Andra yang ikut pergi juga.
"Ihh, ii ...." Zeni yang kesal pun menghentakkan kakinya.
"Udah yuk, Kak. Jadi makan gak, ni?" tanya Zia yang melihat kakak sepupunya sedang kesal.
"Iya, Zen. Keburu bel entar," sambung Zahra mengingatkan.
"Gak nafsu gue." Zeni pun pergi dari kantin dengan rasa kesal menyelimuti dirinya.
***
"Nay ...!" panggil Malik. Yang baru pulang sekolah.
Mendengar namanya dipanggil. Naya pun segera turun dari atas kamarnya dengan terburu-buru.
Saat satu anak tangga lagi Naya turuni. Tiba-tiba saja dia terpelesat karena sangking terburunya. Hingga ...
Brukgghh ...
Naya menabrak dada bidang sang suami dan reflek mata mereka saling bertemu. Hingga beberapa detik kemudian ...
Bukgghh ...
Malik mendorong tubuh Naya.
Hingga kepala Naya terbentur tiang tangga.
Bersambung ...
Hayooo, masih penasaran kan?
Makanya, ikutin terus ceritanya and jangan lupa tinggalkan jejak ya, Sayang.