Sayangi aku.. Dua kata yang tidak bisa Aurora ucapkan selama ini.. Ia hanya memilih diam saat mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang- orang di sekitarnya bahkan keluarganya. Jika dulu dia selalu berfikir bahwa kedua orang tuanya itu sangat menyayangi dirinya karena mereka yang tidak pernah memarahi bahkan menuntut dirinya untuk melakukan apapun dan sangat berbanding terbalik dengan perlakuan ke dua orang tuanya pada kakak dan adiknya.. Tapi semakin dewasa Aurora menyadari bahwa selama ini ia salah.. Justru keluarganya itu sedang mengabaikan dirinya.. Keluarganya tidak peduli dengan apapun yang ia lakukan ...
INGAT !!! Ini hanya cerita fiksi dimana yang mungkin menjadi tidak mungkin dan yang tidak mungkin menjadi mungkin..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#9
Happy Reading...
.
.
.
"Ra..." Panggil Dika sambil meraih tangan Rora tapi langsung di tepis kembali. "Dengarkan aku dulu." Pinta Dika saat Rora akan membalik badannya. "Aku mohon."
Dirasa tidak ada penolakan Dika pun membawa Rora untuk duduk di kursi yang berada di depan resto.
"Rora.. Dengarkan aku.. Semua yang aku ucapkan benar.. Sungguh.. Aku sunguh- sungguh mencintai kamu bahkan sudah dari dulu.. "
Rora menggelengkan kepalanya. "Tidak.. Kamu bohong.. Kamu hanya mencintai Lyra.. Kamu tidak mencintaiku..Aku tahu kamu hanya mengasihi aku.. Kamu tidak benar- benar mencintaiku." Bantah Rora.
"Apa yang kalian lakukan disini?" Tanya Bara.
Rora menundukkan kepalanya. "Tentu saja ingin makan malam." Jawab Dika.
"Wah kebetulan sekali. Apa perlu kita makan malam bersama?" Tawar Bara antusias berbanding terbalik dengan Aluna. "Ayolah.. Kita sudah lama tidak makan bersama seperti ini." Bujuk Bara yang mau tidak mau Dika terima.
"Tidak bisa kah kita pulang saja?" Pinta Rora. "Aku ingin pulang." Ucapnya lirih.
"Sebentar saja.. Aku janji setelah ini aku akan langsung mengantarkan kamu pulang." Ucap Dika sambil menggenggam lembut tangan Rora.
"Kamu ingin makan apa?" Tanya Dika setelah mereka mendapatkan tempat duduk.
"Eung."
"Kamu mau makan apa Ra?" Tanya Dika lagi.
"Apa saja.. "
"Aku pesankan nasi goreng saja ya.. Sama denganku." Ucap Dika.
"Di sini Sea foodnya yang paling best seller. Rugi kalau kamu tidak mencobanya." Saut Bara.
Dika menggelengkan kepalanya. "Rora tidak bisa makan sea food." Jawan Dika.
"Atau kita pindah saja?" Tawar Bara yang membuat Aluna semakin tidak suka dengan Rora. Pasalnya hanya karena Rora yang tidak bisa makan sea food membuat Bara melupakan bahwa mereka berada disini karena sea food adalah makanan favoritnya.
Rora menggelengkan kepalanya. "Tidak usah.. Tidak apa- apa disini saja." Ucap Rora karena ia merasa tak enak hati karena Aluna yang terdiam.
Setelah menunggu hampir 15 menit akhirnya makanan yang mereka pesanpun datang.
Dika meraih tangan Rora lalu memberikannya sendok. "Kamu mau makan sendiri atau mau aku suapi?" Tawar Dika yang membuat kedua pipi Rora bersemu merah.
Rora menggelengkan kepalanya cepat. "Aku bisa sendiri." Jawab Rora. Rora pun mulai memakan makanannya secara perlahan. Bara berulang kali mencuri- curi pandang ke arah Rora sambil mengerutkan keningnya.
"Apa dia hanya pura- pura buta?" Tanya Bara dalam hati.
Di tengah- tengah makan mereka Aluna tiba- tiba saja tersedak. Aluna terbatuk dan berusaha meraih segelas air putih yang berada tidak jauh darinya. Namun Rora menahannya, Ia membiarkan Aluna terbatuk. Saat Bara ingin memberikan air minumnya Rora kembali menahannya.
"Apa kamu ingin membuatnya mati karena tersedak hah?" Bentak Bara yang membuat semua perhatian seluruh pengunjung menjadi ke arah mereka.
Tubuh Rora bergetar karena ketakutan akhibat dari bentakan Bara.
Sedangkan Aluna buru- buru meminum air putih setelah merasa batuknya membaik. "Aku baik- baik saja." Ucap Aluna sambil berusaha menenangkan Bara.
"Aku.. Aku .. Aku tidak bermaksud seperti itu.. Sungguh.. Seseorang pernah mengatakan kepadaku, jika tersedak jangan buru- buru meminum air putih karena itu akan semakin membuat makanan yang kita makan semakin masuk ke saluran napas." Jawab Rora sambil terbata- bata. Kedua mata Rora berkaca- kaca dan tak lama kemudian satu persatu air matanya menetes di kedua pipinya.
Sedangkan Bara sendiri terkejut dengan apa yang sudah ia lakukan. Ia tahu seharusnya dirinya meminta maaf kepada Rora. Tapi Bara benar- benar tidak bisa mengatakan apapun saat melihat Rora yang ketakutan.
"Aku benar- benar meminta maaf.. Sungguh aku tidak bermaksud untuk melukai Aluna." Ucap Rora lagi sambil menautkan kedua tangannya.
"Tidak apa- apa.. Sudah jangan menangis lagi.. Aluna sekarang sudah baik- baik saja." Ucap Dika sambil mengusap lengan Rora.
"Antar aku pulang.. Aku mohon.. Antar aku pulang sekarang." Pinta Rora sambil meraih tangan Dika.
"Aku akan mengantar kamu pulang.. Tapi kamu harus diam dulu.. Berhenti menangis.. Heumm."
Bara hanya bisa diam di tempat ia duduknya. Jantungnya berdegup dengan sangat cepat saat kilasan balik masa lalu muncul dalam ingatannya. Sudah lama sekali ia tidak pernah lagi merasakan debaran ini. Debaran ketakutan akan kehilangan seseorang. Bara menyentuh dadanya. Kenapa rasanya sangat sakit.. Sakit sekali.. Rora yang menangis karena ketakutan benar- benar mengingatkannya akan dirinya saat kecil dulu. Ia yang tak bisa apa- apa saat menyaksikan gadis kecil yang terbaring lemah di hadapannya.
"Bar.. Bara.." Panggil Aluna yang melihat wajah Bara yang memucat. "Bara kamu tidak apa- apa?"
"Aku baik- baik saja. Ayo aku antar kamu pulang." Ucap Bara yang membuat Aluna mendengus kesal karena makanannya yang baru ia
makan sedikit.
.
.
.
Sepanjang perjalanan Rora berulang kali menghapus air matanya. Sungguh ini pertama kalinya setelah sekian lama dirinya mendapatkan bentakan.
"Kamu akan membawaku kemana?" Tanya Rora. Meskipun diri "Aku ingin pulang.." nya tidak bisa melihat dengan jelas tapi ia tahu, seharusnya perjalanan dari resto ke rumah tidak akan memakan waktu selama ini.
"Aku tidak berani memulangkan kamu dengan kondisi seperti ini." Ucap Dika.
"Aku tidak apa- apa... Aku ingin pulang."
"Lalu apa yang harus aku katakan kepada om dan tante jika mereka bertanya kenapa kamu menangis?" Tanya Dika. "Tante mengirimi aku pesan menanyakan apakah kamu pergi denganku atau Bara."
"Lalu kamu akan membawaku kemana?" Tanya Rora.
"Entahlah.. Tapi apa ada tempat yang ingin kamu kunjungi?" Dika balik bertanya.
Setelah menimang cukup lama. "Antarkan aku pulang ke rumahku yang sesungguhnya." Pinta Rora.
Dika pun menyetujui permintaan Rora. Iapun melajukan mobilnya ke alamat yang di berikan Rora. Sesampainya di alamat yang di tuju, Dika termenung saat menyadari bahwa rumah yang ada di depannya sekarang bukan rumah sederhana seperti perkiraannya dan sahabat- sahabatnya selama ini.
"Ini sungguh rumah kamu?" Tanya Dika masih tidak percaya.
Rora menganggukkan kepalanya.
Setelah tersadar Dika bergegas membukakan pintu untuk Rora lalu membantunya turun dari mobil. Setelah sampai depan pintu rumah Rora ponsel Dika berdering.
"Aku angkat dulu ya." Pamit Dika pada Rora.
Tok... Tok... Tok...
Saat akan mengetuk lagi pintu di depan Rora terbuka.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Laura saat mendapati tamunya adalah Aurora.
"Maa..."
"Aku bertanya.. Apa yang kamu lakukan disini? Apa kamu melarikan diri?" Tanya Laura lagi.
"Tidak ma.. Bukan begitu..."
"Cepat pergi.. Kembali ke rumah Elina.."
"Ma.."
"Apa kamu ingin papa dan kakak kamu masuk ke dalam penjara? Apa kamu ingin perusahaan kami mengalami kebangkrutan? Apa kamu ingin melihat kami semua hidup menderita?"
Rora menggelengkan kepalanya berulang- ulang. "Tidak ma.. Rora sayang kalian.. Rora hanya merindukan kalian.. Rora rindu kakak.. "
"Aku ingatkan sekali lagi.. Status kamu disana adalah jaminan.. Jadi jangan bertingkah sesukamu yang bisa merugikan keluargaku." Ucap Laura tajam.
"Adek.." Saut Ezra dari dalam. Ia bergegas menghampiri Rora lalu memelukknya erat. "Kamu kesini dengan siapa malam- malam begini?" Tanya Ezra khawatir.
"Rora kesini dengan saya." Saut Dika. Dika mengulurkan tangannya saat mendapatkan tatapan penuh tanya dari Ezra. "Dika.. Teman kuliah Rora dulu."
"Apa maksudnya ini? Apa kamu sedang melarikan diri?" Tanya Laura sambil menatap tajam Dika dan Rora bergantian.
"Tidak ma.."
"Lalu apa? Bahkan kamu kesini di antar seorang laki- laki..."
"Saya keponakan tante Elina tante." Potong Dika. "Jadi apa kami tidak di persilahkan untuk masuk?" Tanya Dika sambil menatap Laura. "Jika tidak, saya akan membawa Rora pulang."
"Dik.. Tunggu sebentar.." Mohon Rora.
"Untuk apa kamu disini jika kehadiran kamu tidak di harapkan." Ucap Dika berterus terang.
Ezra menakup kedua pipi sang adik. " Kamu pulang saja yaa.. Kakak janji kakak akan mengunjungi kamu.. Segera." Ucap Ezra lalu memeluk sang adik sekali lagi. "Tolong jaga adikku." Pinta Ezra pada Dika.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak...