Warning⚠️
Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.
_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.
Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.
"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."
"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"
Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Firman coba melawan derasnya arus sungai, tapi ia tidak berdaya. Pandangan semakin mengabur. Rasa dingin dan perih menusuk hingga ke ulu hati. Tubuhnya tenggelam dan timbul kembali dalam derasnya aliran sungai, terkadang juga terbentur batu-batu besar tanpa bisa ia hindari. Ia benar-benar sudah lelah hingga untuk menggapai tangan memegang sesuatu pun tidak bisa di lakukan.
Air sudah masuk ke setiap rongga tubuh.
Nafas semakin tercagup-cagup saat tenggelam di dalam air dan kembali lagi timbul ke permukaan.
Mungkin ini lah akhir hidup yang tidak pernah terfikir olehnya.
Ada rasa lega, kala janjinya pada Jack sudah di tunaikan. Firman juga senang bisa menyelamatkan Nia dari bahaya. Sungguh Allah telah mempermudah urusannya hari ini.
"Yayah bohong. Hiks...hiks."
Senyum kecil terukir kala bayangan si kecil hadir di kepala.
"Jadilah anak yang Soleh, jangan cengeng dan dengarkan apa yang di katakan dokter Aisyah. Dokter Aisyah akan jaga adik lebih baik dari ayah," bisik hati Firman. Tangan di angkat menyentuh bayangan si kecil.
Tubuhnya kini bermuara di air tenang. Semakin lama semakin tenggelam ke dasar sungai.
"Adik cimpan untuk Yayah."
"Adik antuk."
"Yayah, dangan angis."
"Ayah tidak menangis, ayah bahagia karna ayah punya kesempatan bertemu adik, walaupun hanya sementara. Tapi ayah benar-benar bahagia."
Tekanan kuat yang di berikan ke dada menyentakkan bayangan separuh sadar. Oksigen dapat dirasa masuk ke dalam mulut.
Rasa sakit semakin kuat di rasa hingga ia memuntahkan semua air yang menyiksa rongga pernafasan. Badannya juga dibantu seseorang miring dan memuntahkan air dalam perut. Tubuhnya kembali terbaring lemah. Mata yang masih terpejam tidak dapat mengenali sosok yang sedang memeriksa detak nadi di pergelangan tangan. Berkali-kali dada bidangnya juga di tekan-tekan.
Kelopak mata yang terpejam coba di buka. Cahaya menerjang masuk ke retina tanpa penghalang, lalu kelopak mata sedikit di turunkan. Awan yang kemerahan diamati sesaat.
Tiba-tiba Firman merasa tubuhnya diangkat, rasa sakit yang teramat sakit kembali terasa di bagian dada dan bahu. Mata yang telah lelah kembali tertutup setelah berjuang menahan sakit.
***
Bugh!
Dada Jack berombak turun naik setelah melepaskan pukulan ke wajah Naufal. "Kau jangan bohong, Fal! Firman masih hidup! Dia sudah janji padaku!"
Naufal sendiri terduduk diatas tempat tidur sambil memegang sebelah pipinya yang terasa kebas. "Aku tidak bohong, Jack. Kau bisa tanya orang lain kalau tidak percaya. Firman sudah tiada."
"Tidak, Firman masih hidup! Dia sudah janji padaku." Jack menggeleng dengan suara lemah.
"Kau kira aku main-main tentang hidup mati seseorang? Firman sendiri yang menyuruhku membawa kau pergi jauh, sebelum dia menemui Togar," balas Naufal. Di biarkannya Jack mengamuk di dalam kamar hotel. Habis bantal, selimut dan barang lainnya di banting pemuda itu.
"Kenapa kau biarkan dia sendiri pergi menemui Togar? Kau sengaja ingin membiarkan dia mati?" Suara Jack semakin lemah. Matanya melotot karna terlalu marah.
"Jack, duduk lah dulu," balas Naufal tenang. Permintaan Firman agar membawa Jack melintasi provinsi telah di turuti dan kini mereka menginap di sebuah hotel untuk istirahat.
"Apa? Kau mau aku duduk?" Jack tertawa sumbing. Matanya telah memerah dan berair. "Kau mau aku duduk sedangkan sahabatku sendiri." Jack tak sanggup menyambung kalimat. Suaranya semakin serak keluar. Nyatanya pemuda itu sedang menahan tangis. Perlahan lututnya jatuh ke lantai. Bahunya bergetar menahan getaran jiwa. Yang terdengar hanya isakan kecil tertahan.
"Semua ini salah kau! Kalau kau tidak membawaku pergi, aku bisa ikut dengan dia, aku akan jaga dia. Dan dia tidak akan mati di tembak Togar!" Emosi Jack semakin bergelora, lalu ia kembali berdiri. Tangan yang sudah terkepal kuat seketika diayunkan ke wajah Naufal. Namun, kali ini Naufal menahan tangan itu, lalu memelintir tangan Jack ke belakang. Badan Jack di hempasnya ke atas ranjang dengan kasar.
"Kau mau patahkan tanganku? Atau kau mau bunuh aku sekali? Lakukanlah! Biar aku mati sekali seperti yang kau lakukan pada Firman!" luah Jack. Tiada lagi aarti hidup tanpa Firman di sisinya. Air mata semakin berlinang membasahi pipi.
"Diammm!" bentak Naufal. Tangan Jack di lepaskannya dan ia pun berdiri lalu berjalan sedikit menjauh. "Apa kau tau? Firman melakukan ini karna dia ingin kau tetap hidup! Cobalah kau sadar, betapa dia sayang pada kau! Dia ingin kau bebas dari King Kobra! Dia ingin kau ada masa depan!"
Jack membantah dengan gelengan kepala. "Tidak. Dia tidak sayang aku. Kalau dia sayang, dia akan ajak aku bertemu Togar. Dia sudah janji padaku akan terus bersama. Dia sudah janji padaku, dia tidak akan mati." Jack semakin terisak seperti anak kecil.
"Hidup dan mati bukan kita yang menentukan," balas Naufal. Kabar kematian Firman di dapat dari anggota King Kobra yang menceritakan dari sambungan telepon kalau Firman telah di tembak di bagian dada dan tubuhnya jatuh kesungai. Berita itu juga sudah tercium oleh sebagian media, mungkin tidak lama lagi polisi dan tim lainnya akan menemukan mayat Firman.
Jack semakin meraung diatas tempat tidur. Ia belum bisa menerima takdir ini.
"Aku keluar sebentar. Carilah aku kalau kau sudah tenang," ucap Naufal dan berlalu pergi. Jack di tinggalkan sendiri di kamar hotel.
Jack meringkuk diatas tempat tidur. Wajahnya di benamkan diantara lutut. Nafas hangat menampar wajah sendiri.
"Kenapa kau lakukan semua ini, Man? Kau bilang kita akan terus bersama. Tapi kenapa kau tinggalkan aku sendiri," rintih Jack. Mata di pejamkan rapat. Ia diam dalam pelukan sendiri.
"Rencana A, kita berdua tinggalkan kota ini, setelah itu kita palsukan kematian dengan tabrakan mobil. Kita bisa bayar seorang wartawan untuk memuat berita kematian kita."
Jack masih ingat rencana yang di buat Firman sebelum Togar menculik Nia, tapi setelah mendapat kabar Nia di culik, Firman merencanakan satu lagi rencana untuk membebaskan mantan kekasihnya.
"Kita tidak bisa melibatkan orang lain dalam masalah kita ini Jack. Kita harus bebaskan Nia dulu sebelum pergi meninggalkan kota ini."
"Caranya?"
"Kita curi mutiara dia di gudang penyimpanan, lalu mutiara itu akan kita tukar dengan Nia. Setelah berhasil membebaskan Nia, barulah kita kembali ke rencana A. Apa kau paham?"
Jack masih terisak mengingat rencana yang di buat Firman. "Man, aku tidak lihat rencana mana yang kau jalankan sekarang ini?" Isak Jack. Semua terjadi di luar rencana.
Jack meremas kuat alas kasur. Perlahan kakinya di luruskan, lalu wajah di benamkan pada bantal.
"Kau tidak akan bisa selamat sebelum kau mati, Jack. Tidak ada tempat kita bersembunyi. Togar pasti akan menemukan kita. Jadi jika ada kesempatan untuk lari, larilah dan jalankan rencana A."
Kata-kata Firman itu kembali terngiang di telinga. Jack begitu rindu dengan sahabatnya. Sedangkan ponsel yang menyimpan semua foto-foto kebersamaan mereka telah hilang.
"Apa yang harus kulakukan sekarang? Menukar identitas? Dan hidup seperti orang yang tidak pernah kenal dengan kau?" Senyum pahit terukir di bibir Jack.
***
Dokter Aisyah melihat layar ponselnya, sambil mendorong pintu klinik. Ia sedang memeriksa notifikasi WhatsApp dengan harapan ada pesan dari Firman.
Wajah coba di maniskan ketika berjalan di depan meja resepsionis, lalu langkah di percepat menuju ruang kerja.
Tas di letakkan diatas meja, sebelum melabuhkan duduk di kursi. Jarinya mengetuk-ngetuk meja, ragu antara ingin menelpon lelaki yang dari semalam menghantui pikirannya.
"Mungkin sekarang dia sedang sibuk," bisik dokter Aisyah. Ujung jarinya terasa dingin tanpa sebab.
"Tapi sekarang ini keadaannya berbeda. Saya sedang lari dari seseorang dan mungkin orang itu akan melibatkan orang-orang yang pernah saya kenal. Di sini saya tidak punya siapa-siapa, kecuali Jack, Umar dan Aisyah. Jadi saya tidak ingin hal buruk itu terjadi."
Dari kemarin Firman belum menghubunginya, apalagi datang ke klinik pagi ini.
Aisyah sendiri tidak tahu masalah besar apa yang sedang di hadapi Firman sampai di cari orang. Namun, ia tidak mau berburuk sangka.
Sejak kembali bertemu Firman, dokter Aisyah tidak bisa berhenti memikirkan pemuda itu. Apa yang terjadi di kampus beberapa tahun yang lalu, hingga Firman tidak melanjutkan lagi kuliahnya semua itu tak luput dari pikiran Aisyah. Kini, siapa yang sedang mengejar lelaki itu sampai Firman mau mengantarkannya pulang, semua itu menghantui pikirkan Aisyah.
Kringgg
Ponsel di tangan berdering membuat dokter Aisyah sedikit tersentak. Layar ponsel di lihat, nomor tanpa nama terpampang di layar. Tanpa berpikir panjang dokter Aisyah segera menggeser panah hijau.
"Assalamualaikum?" sapa dokter Aisyah ramah.
"Walaikumsalam. Apa benar ini dengan Aisyah?" balas suara wanita di ujung sana.
"Benar, saya sendiri. Maaf, kalau boleh tau saya bicara dengan siapa?" Dokter Aisyah balik bertanya.
"Jadi begini bu Aisyah. Kami dari pihak RSUD ingin memberitahukan kalau kami menemukan nomor ibu dari seorang pasien yang sekarang berada di ruang ICU. Mungkin pasien kami ini merupakan keluarga, kenalan atau teman dekat ibu Aisyah."
"Maaf, boleh tau siapa nama pasien itu."
"Kami tidak mempunyai data pasien, karna pasien di bawa seseorang kesini tanpa identitas. Satu-satunya hanya nomor ponsel bu Aisyah ini saja yang kami temukan dalam dompet pasien."
"Hmm, boleh saya tau pasien itu laki-laki atau perempuan? Atau bisa sebutkan ciri-cirinya? Mungkin dengan begitu saya bisa mengenalinya," balas dokter Aisyah. Kemudian dokter muda itu berdiri dan mengambil salah satu fail yang berada di rak. Mungkin pasien yang di sebut pihak rumah sakit tadi salah satu pasien yang pernah berobat ke kliniknya.
"Pasien seorang lelaki, usianya tidak lebih dari 30 tahun, kulitnya putih bersih dan ada luka jahitan di bibir. Itu saja yang bisa kami beritahu. Untuk memastikannya, ibu Aisyah bisa lansung datang kesini."
Deg
Berdesir darah Aisyah. Fail yang baru diambil jatuh ke lantai. Detak jantung berdetak lebih laju.
Sambungan telepon dengan pihak rumah sakit umum berakhir. Dokter Aisyah segera menghubungi nomor Firman. Dada yang terasa mau lepas di urut. Kalimat istighfar tak lepas di bibir untuk menenangkan diri.
"Maaf, nomor yang anda hubungi tidak bisa di hubungi, tekan 8 dan silahkan tinggalkan pesan suara."
Seketika cairan bening jatuh menuruni pipi. Dokter Aisyah berusaha menepiskan pikiran buruk yang hinggap di kepala.
"Tidak, itu bukan dia."
Air mata di seka cepat, lalu kembali melakukan panggilan kedua. Tapi hasilnya tetap sama, nomor yang di tuju tidak dapat terhubung.
_____
Hai semuanya, disini aku mau memberitahukan kalau saat ini aku juga nulis buku baru, Judulnya "GADIS PENJUAL JAMU DAN TUAN IMPOTEN" Yuk, di kepoin. Ada si cadel, Azam, Azura dan Azkia. Semoga kakak-kakak semua suka❤️
kasian Aisyah 😢
luar biasa Aisyah dengan ucapannya ya...
karena sebaik baik memohon pertolongan & perlindungan hanya kepada ALLAH SWT saja.
thoyyib Author thoyyib...👍
semoga alur di bab ini Author bisa menggiring pembaca, agar bisa juga Istiqomah menjadi pribadi yang lebih baik.
semangat & sehat sehat ya Thor 💪
Wallahu a'lam bisawwab 🙏