Semuanya telah benar-benar berubah ketika mantan kekasih suami tiba-tiba kembali. Dan Elmira Revalina berpikir jika berita kehamilannya akan dapat memperbaiki hubungannya dengan suaminya— Kevin Evando Delwyn
Namun, sebelum Elmira dapat memberitahukan kabar baik itu, mantan kekasih suami— Daisy Liana muncul kembali dan mengubah kehidupan rumah tangga Elmira. Rasanya seperti memulai sebuah hubungan dari awal lagi.
Dan karena itu, Kevin tiba-tiba menjauh dan hubungan mereka memiliki jarak. Perhatian Kevin saat ini tertuju pada wanita yang selalu dicintainya.
Elmira harus dihadapkan pada kenyataan bahwa Kevin tidak akan pernah mencintainya. Dia adalah orang ketiga dalam pernikahannya sendiri dan dia merasa lelah.
Mengandalkan satu-satunya hal yang bisa membebaskannya, Elmira meminta Kevin untuk menceraikannya, tetapi anehnya pria itu menolak karena tidak ingin membiarkan Elmira pergi, sedangkan pria itu sendiri membuat kisah yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa bersalah
"Daisy, apa yang terjadi?." Tanya Kevin dengan cemas ketika dia memasuki kamar rawat VIP di salah satu rumah sakit terkenal di kota tersebut.
Kevin bergegas datang ketika Daisy menelpon dan mengatakan bahwa wanita itu terluka. Melihat kaki Daisy yang telah dibalut dengan perban, perasaan bersalah merayapi diri Kevin.
Daisy terbaring di atas brankar rumah sakit, sementara dokter merawatnya.
"Kevin, kamu di sini?." Kata Daisy dengan suara lembutnya. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja, lukanya tidak serius."
Mendengar Daisy mengatakan hal tersebut ketika dengan jelas terlihat jika wanita itu tengah kesakitan, membuat Kevin merasa kasihan.
Pria itu menoleh kearah seorang dokter. "Bagaimana keadaannya, Dokter? Katakan padaku tentang kondisinya!."
Dokter itu kebetulan adalah dokter yang selalu menangani Daisy, dia juga seorang dokter fisioterapi— Abian Stevanno menoleh kearah Kevin dan menghela napas berat.
"Mengapa Nona Daisy di biarkan begitu saja tanpa pengawasan? Ini bisa berbahaya, bahkan mengancam jiwanya." Kata dokter Abian.
Jantung Kevin berdegup kencang.
Mengancam nyawa?
Kevin tidak ingin melihat seseorang meninggal karena dirinya tidak bisa melindungi Daisy lagi. Itu adalah perasaan terburuk yang pernah ada.
"Apakah dia baik-baik saja sekarang?." Lagi, Kevin kembali bertanya.
Dokter Abian menganggukkan kepalanya. "Ya, sekarang dia baik-baik saja. Tapi, kakinya terluka. Dia membutuhkan perawatan ekstra dalam beberapa hari ke depan."
Kevin menghela napas lega. "Bagaimana dengan kakinya? Apakah ada harapan kalau dia akan segera bisa berjalan lagi?."
Dokter itu mendorong kacamatanya ke pangkal hidungnya. "Nona Daisy secara perlahan mendapatkan sensasi di kakinya, Tuan Kevin. Jadi, luka bakar ini pasti sangat menyakitkan. Mudah baginya untuk memulai dari awal, tapi jika Nona Daisy terus menerus terluka seperti ini.... dia membutuhkan perawatan ekstra atau dia mungkin tidak akan bisa berjalan lagi, kalau dia terus-menerus mengalami trauma pada kakinya."
Kevin mengepalkan tangannya. Mereka telah mencoba segalanya, tetapi tidak ada seorang pun yang tampaknya mempunyai solusi untuk membantu Daisy menyembuhkan kakinya.
"Dokter, apakah kau mengetahui seorang ahli yang bisa di datangkan untuk menyembuhkan kaki Daisy? Berapa pun uang nya... itu bukan masalah bagiku." Tanya Kevin.
Daisy nampak terkesiap mendengar kata-kata Kevin. Wanita itu segera meraih tangan kekar Kevin. "Kevin, tidak perlu menghabiskan banyak uang untukku. Bagaimana kalau tidak ada yang bisa di lakukan? Kamu akan membuang-buang uangmu untuk hal yang sia-sia."
"Jangan bilang seperti itu, kamu berhak mendapatkan perawatan yang terbaik." Jawab Kevin sembari menoleh kearah dokter Abian, menunggu jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan sebelumnya.
"Hm, saya belum tahu apapun untuk sekarang ini. Tapi, saya akan mencoba mencari tahu dan bertanya-tanya supaya mendapatkan rekomendasi yang terbaik." Jawab Dokter tersebut.
"Baiklah, aku membutuhkan rekomendasi itu sesegera mungkin." Perintah Kevin.
"Baik, tentu saja." Jawab Dokter Abian lalu berdehem. "Maafkan saya, saya perlu mengurus pasien lain. Permisi." Sambungnya lagi dan langsung pergi meninggalkan ruangan rawat tersebut.
Kevin menoleh kearah Daisy. "Apa yang terjadi, bagaimana kamu bisa kena terbakar seperti ini?."
Daisy menghela napas beratnya. "Aku tidak ingin makan siang sendirian, tapi aku juga tahu kalau kamu punya urusan yang lebih penting untuk diurus, jadi aku meminum secangkir kopi saja. Aku hanya ingin menghemat waktu malam siang ku supaya aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu untuk mendesain. Aku berharap kalau aku bisa membantu perusahaan mu." Kata wanita itu, mendongak melihat ekspresi Kevin yang merasa bersalah.
"Jadi, aku pergi untuk membuat Kopi sendiri dan tiba-tiba ketel jatuh di kakiku dan air panasnya membakar ku."
Kevin teringat Daisy ingin makan siang dengannya, tetapi dia menolaknya. Rasa bersalah semakin merayapi dirinya karena dia pikir itu kesalahannya sehingga Daisy terluka.
Memperhatikan ekspresi Kevin, Daisy kembali buka suara. "Jangan khawatir, Kevin. Rasa sakitnya tidak seberapa. Dibandingkan dengan tidak bisa berjalan, rasa sakit ini tidak ada apa-apanya. Aku sudah mulai terbiasa."
"Apa maksudmu tidak terlalu sakit, padahal jelas-jelas kamu kesakitan?." Tanya Kevin. "Lain kali jangan ceroboh dan mintalah bantuan seseorang."
"Aku hanya tidak ingin menjadi beban bagi siapa pun, terutama bagimu," kata Daisy.
Kevin mengernyitkan dahinya. "Kamu tidak akan pernah menjadi beban."
Daisy diam-diam menyeringai mendengar kata-katanya.
Dia mengetahui bahwa Kevin berencana mengundang Davina untuk makan siang bersama Kakeknya, jadi dia mencoba menghentikan makan siang itu, tetapi membiarkan Kevin tetap pada rencana makan siangnya, namun hanya beberapa menit saja.
'Sialan kamu, Elmira! Kamu sudah menjadi hantu!' Batin Daisy. 'Dulu kakek Kevin sangat menyukai mu. Bahkan setelah kamu meninggalkan pun dia tetap tidak setuju Kevin menikahi ku!.' Diam-diam wanita itu menahan amarah karena rasa cemburunya yang meluap-luap. 'Sekarang malah muncul kembaran mu, Davina! Menarik perhatian pria tua itu!.'
Daisy menyadari sesuatu, ia menjadi berpikir jika Robert akan mendukung Kevin untuk mengejar cinta Davina dan ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Karena Daisy tidak bisa menghentikan mereka untuk bertemu, ia berencana untuk menyabotase pertemuan mereka.
Saat itulah Daisy muncul dengan rencananya untuk melukai dirinya sendiri dan mengganggu makan siang mereka dan untungnya, Kevin datang bergegas menemuinya seperti biasa.
'Mmm... Davina, kamu tidak akan bisa menang melawanku dan tidak ada seorang pun yang bisa menang melawanku karena Kevin hanya milikku.' Batin Daisy.
Kevin yang tidak tahu apa yang sedang Daisy pikirkan pun menawarkan untuk mengantarnya pulang. "Biar aku yang mengantarmu pulang."
"Kalau begitu, aku harus merepotkanmu. Maaf mengganggu makan siangmu dengan partner mu," kata Daisy.
"Tidak masalah," jawab Kevin sebelum akhirnya menggendong wanita itu dan menurunkannya di kursi rodanya.
**
Dalam perjalanan pulang, Daisy meletakan tangannya di lengan Kevin. "Kevin, kapan aku bisa menguji kakek? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya."
Kevin mengernyitkan dahinya, pria itu hendak menjawab, tetapi Daisy telah lebih dulu buka suara. "Sebenarnya, aku tahu Kakek tidak menyukaiku. Tapi, aku ingin mencoba membuatnya menyukaiku. Setidaknya dengan begitu, kita akhirnya bisa segera menikah."
"Kamu tidak perlu melakukan itu," kata Kevin sambil mengemudikan mobil.
"Tapi... kalau dia tidak menyukaiku, bagaimana kita bisa menikah? Dia akan menjadi keluargaku, jadi aku harus berusaha sebaik mungkin," kata Daisy. "Tolong biarkan aku menemuinya."
Kevin menghela napas beratnya, dia sangat tahu jika kakeknya tidak ingin bertemu dengan Daisy dengan alasan apapun.
Karena itu, Kevin merasa bersalah.
Pria itu kemudian menoleh kearah Daisy. "Aku akan segera mengumumkan pertunangan kita."
**
Sementara itu di tempat lain,
"Davina, kamu datang tepat waktu. Makan malam sudah siap." Kata Gissela Pavo Elvara, ibu Davina ketika dia melihat putrinya masuk kedalam mansion megah mereka.
Davina tersenyum. "Aku sangat beruntung, jadi aku tidak sabar untuk makan malam..."
Davina telah bekerja lembur untuk menyelesaikan desainnya tepat waktu, jadi dia meminta orang tuanya untuk menjemput anak-anaknya di sekolah.
"Mommy, Mommy sudah pulang!." Kata Nala langsung memeluk Davina dan Nathan juga melakukan hal yang sama.
"Hai, kesayangan Mommy!." Kata Davina sembari memeluk kedua anaknya dan sebuah senyuman hangat tersinggung di bibirnya.
Setiap kali ia melihat anak-anaknya, hatinya terasa menjadi lebih tenang.
"Bagaimana sekolah baru kalian? Apa kalian berdua menyukainya?." Tanya Davina.
"Sekolah itu sangat terbaik, Mommy." Jawab Nathan dengan ekspresi serius. "Jangan khawatir tentang keadaan kami, Mom. Kakek, nenek dan guru-guru merawat dan menjaga kami di sekolah dengan sangat baik."
Davina menghela napas lega, ia sempat merasa khawatir jika anak-anaknya di ganggu di sekolah baru mereka karena status mereka yang masih menjadi siswa baru. Tetapi beruntungnya, semuanya berjalan dengan lancar.
Davina menegakkan punggungnya dan menatap kedua orangtuanya. "Ayah, ibu.... terima kasih."
"Kamu tidak perlu berterima kasih, kamu adalah putri kami." Jawab Gissela..
Sementara itu, Edwar juga menganggukkan kepalanya. ""Benar sekali... kita adalah keluarga dan keluarga seharusnya saling mendukung."
Davina tersenyum dan terlihat matanya berbinar.
Edwar pun kemudian mengajak mereka semua untuk datang ke ruang makan dan berkumpul di meja makan bersama. Saat mereka makan, suasananya dipenuhi dengan kehangatan dan kebahagiaan.
"Bagaimana pekerjaan, Mommy?." Tanya Nathan tiba-tiba dan keheningan pun seketika menyelimuti sekitar meja makan.
Edwar melirik putrinya, menunggu jawabannya juga karena Davina belum menghubunginya kembali setelah menandatangani kontrak dengan Perusahaan Grup Delwyn.
Davina terlihat menghela napasnya. "Pekerjaan Mommy baik-baik saja. Tapi, Mommy akan sangat sibuk selama beberapa hari kedepan."
Edwar bertukar pandangan dengan istrinya sebelum akhirnya kembali menatap Davina. "Bagus sekali!."
"Apakah itu artinya Mommy akan selalu datang terlambat? Dan apakah Bos Mommy menindas ketika di kantor?." Tanya Nala dengan polosnya.
"Nala, Mommy sendiri adalah Bosnya di kantor." Kata Nathan mengoreksi, membuat Edwar sang kakek mengacungkan jempolnya.
"Benar sekali! Mommy kalian adalah Bos dan tidak boleh ada menganggu nya!." Seru pria paruh baya tersebut.
"Aku juga ingin menjadi Bos seperti Mommy." Kata Nala
"Kamu akan tahu setelah dewasa. Dan sekarang habiskan makananmu itu dulu sebelum dingin." Kata Gissela
"Baiklah, Nenek!." Jawab Nala sembari menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.
Setelah makan malam yang menyenangkan selesai, Edwar menoleh kearah Davina. "Ayah ingin bicara denganmu. Mari kita ke ruang kerja Ayah."
Davina tahu apa yang ingin dibicarakan oleh ayahnya, jadi dia berjalan mendekati anak-anaknya sebelum pergi ke ruang kerja ayahnya. "Kalian bisa tunggu di kamar, Mommy akan mengobrol dengan Kakek dan Nenek."
"Baik, Mommy." Kata Nathan menganggukkan kepalanya.
Setelah mereka bertiga masuk kedalam ruang kerja Edwar. Terlihat jika pria paruh baya itu mendesah. Ia berbalik, menatap Davina. "Apa kamu yakin akan bekerja dengan Group Delwyn?."
Davina menganggukkan kepalanya. "Ayah, jangan khawatir. Kevin tidak tahu siapa aku karena dia sendiri yang melihat gudang itu meledak. Dia pikir kalau aku sudah meninggal enam tahun yang lalu. Jadi, menurutku itu tidak akan menjadi masalah."
"Dia tidak tahu siapa dirimu, tapi kamu tahu siapa dirimu. Kamu masih mempunyai kenangan masa lalu mu yang menyedihkan. Ayah rasa ini bukan ide yang bagus. Ayah sudah menentang mu untuk kembali ke kota yang menyimpan kenangan yang menyedihkan ini."
"Kenangan buruk itu pasti sangat mengganggu mu." Kata Gissela lirih.
Ketika mereka menemukan Davina enam tahun yang lalu, Davina menjadi depresi karena memikirkan bagaimana Kevin jutsru memilih untuk menyelamatkan wanita lain, bukan dirinya.
Melihat putrinya menderita karena seorang pria yang sungguh menyayat hati dan Gissela tidak ingin kenangan itu kembali terulang pada putrinya.
Davina tersenyum dan hatinya menghangat mengetahui ibunya sangat mengkhawatirkannya. "Bu, jangan khawatir. Aku tidak akan membiarkan siapa menyakiti ku lagi. Karena aku mengambil alih perusahaan dari Ayah, aku butuh seseorang untuk membungkam para anggota dewan dan Group Delwyn adalah pilihan yang tepat."
"Baiklah, tapi kalau kamu tidak sanggup, beri tahu ayah. Ibumu, paman mu dan Ayah punya cukup saham untuk mengamankan posisimu—"
"Ayah, jangan khawatir. Aku ingin membuktikan kepada anggota dewan bahwa aku bisa melakukan ini. Kalau Ayah membantuku, mereka akan terus mencari alasan untuk menggertakku dan mengusirku." Akhirnya, Davina mengatakan yang sejujurnya pada Edwar.
Edwar mendesah, ia tahu bahwa kata-kata Davina benar. "Ibumu dan Ayah akan selalu mendukungmu. Ayah tahu kamu bisa mengatasi kesulitan apa pun. Tapi kamu harus tau, dengan kami berada didekatmu, kamu tidak perlu menderita dan menempatkan dirimu dalam masa-masa sulit."
Davina tersenyum, perasannya terasa menghangat. "Aku tahu dan aku sangat bahagia memiliki orang tua seperti kalian."
***
Sementara itu, Nathan kembali ke kamar tidurnya dengan tatapan matanya yang berubah dingin. Anak laki-laki itu baru saja keluar untuk mengambil jus, karena Nala terus merengek dan meminta hingga secara tidak sengaja ia mendengar percakapan antara ibu dan kakek-neneknya.
"Nathan, ada apa? Kenapa kamu kelihatannya marah sekali?." Tanya Nala sembari menerima segelas jus dari Nathan.
"Ternyata Kevin Evando Delwyn adalah Daddy kita." Jawab Nathan dengan nada ketusnya.
Berbeda dengan Nala yang terlihat tidak percaya sekaligus senang. "Benarkah? Apa kamu yakin kalau dia Daddy kita?."
Nathan menganggukkan kepalanya. "Ya, aku yakin."
"Yeay! Paman tampan itu ternyata Daddy kita!." Seru Nala dengan gembira.
"Nala, jangan terlalu cepat bersenang-senang. Dia memang Daddy kita, tapi coba kamu pikir kenapa dia tidak bersama Mommy? Apakah dia meninggal Mommy demi wanita lain?." Tanya Nathan, membuat Nala terdiam bingung.
"Kalau benar karena wanita lain, itu sangat menyedihkan. Aku merasa kasihan pada ibu." Kata Nala bersedih.
"Wanita itu adalah Daisy Liana! Dia telah merebut Daddy kita dari Mommy! Kita harus menghukumnya!." Seru Nathan.
Yang tidak Nathan ceritakan pada Nala adalah bahwa dirinya juga mendengar sesuatu tentang gudang dan ledakan. Meskipun ia tidak terlalu mendengar apa yang terjadi saat itu, tetapi Nathan mempunyai firasat bahwa itu adalah sesuatu yang sangat menyakiti ibunya.
Nathan tidak akan memberi tahu Nala tentang ledakan itu, ia ingin adiknya tidak merasa bersalah dan tidak terlalu menderita. Ia akan menyelidiki tentang ledakan itu sendiri.
Setelah Nala mendengar pernyataan Nathan, raut wajah gadis itu nampak serius dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya! Kita harus mendapatkan keadilan untuk Mommy!."