NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

masih seminar!!

Aluna meliriknya sekilas, mengangkat bahu. “Saya tidak terlalu suka keramaian. Tempat ini cukup tenang, jadi tidak masalah.”

"Aluna, aku semakin menyadari kalau kau adalah misteri yang menarik untuk dipecahkan,” kata Elvanzo sambil tersenyum.

Aluna tidak menjawab, hanya sedikit mempercepat langkahnya. Tetapi dari sudut matanya, Elvanzo bisa melihat tanda-tanda kecil itu lagi—salah tingkah yang ia sembunyikan di balik sikap dinginnya.

Dan itu sudah cukup membuat Elvanzo tersenyum puas.

...~||~...

Elvanzo kemudian mengikuti langkah Aluna yang kini terlihat sedikit lebih cepat. Dari belakang, ia memperhatikan postur gadis itu—tegak, tegas, dan terlihat sangat mandiri, tetapi ada sesuatu yang selalu terasa salah dalam caranya menjaga jarak dengan dunia sekitarnya.

“Sebenarnya, seperti apa Aluna yang dirindukan Yuri dan Ale itu?” gumamnya lirih. “Apakah benar ada masa di mana dia bisa membuat seseorang merasa hidupnya lebih bercahaya? Dan kalau iya, di mana gadis itu sekarang? Kemana dia pergi?”

Lamunan Elvanzo terhenti ketika tiba-tiba Aluna memberhentikan langkahnya. Ia berhenti beberapa langkah di depan sebuah sudut trotoar, menoleh ke sisi jalan di mana seekor kucing kecil terlihat meringkuk lemas di pinggir jalan, memandang sekeliling dengan tatapan lapar.

Aluna mendekati kucing itu tanpa ragu, berjongkok di dekatnya. Dari dalam tas selempangnya yang sederhana, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi makanan kucing. Dengan gerakan yang telaten dan hati-hati, Aluna menuangkan makanan itu di tanah dekat kucing tersebut.

“Ini untukmu,” gumamnya lembut, meskipun ekspresinya tetap datar seperti biasanya. Kucing itu mendekat dengan hati-hati, mengendus sebelum akhirnya mulai melahap makanan tersebut dengan lahap.

Elvanzo yang mengamati semuanya dari belakang tidak bisa menahan senyum. Dalam diam, ia terkesan.

“Jadi ini sisi lain Aluna,” pikirnya. “Di balik semua teka-teki, dinginnya, dan tembok tinggi yang ia bangun, ternyata ada hati yang penuh dengan kebaikan.”

Ketika kucing itu selesai makan, Aluna mengeluarkan selembar tisu dari tasnya untuk membersihkan tangannya, lalu berdiri dengan elegan, seolah tidak ada yang baru saja terjadi. Saat ia berbalik dan melanjutkan langkah, ia menyadari bahwa Elvanzo telah berdiri beberapa meter di belakangnya, memandangnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

“Ada apa?” tanya Aluna singkat, nadanya seperti biasa—tenang tetapi penuh kendali.

Elvanzo mengangkat bahu dengan senyum tipis. “Tidak ada. Hanya kagum saja. Aku tidak menyangka kau selalu membawa makanan kucing di tasmu.”

Aluna tidak menjawab, hanya memandangnya sekilas sebelum berkata datar, “Bukan hal besar. Banyak hewan seperti itu yang membutuhkan bantuan.”

“Memang bukan hal besar, tapi tidak semua orang memikirkan hal-hal kecil seperti itu,” balas Elvanzo dengan nada pelan, tetapi cukup membuat Aluna meliriknya dengan tatapan sulit dibaca.

“Sudahlah, ayo kita kembali sebelum terlalu larut,” ucap Aluna akhirnya, mengalihkan pembicaraan sambil mulai melangkah lagi.

Namun, di balik sikap dinginnya, entah mengapa ia merasa sedikit berbeda kali ini. Sementara itu, Elvanzo yang mengikuti dari belakang merasa seperti berhasil mengintip sebuah pintu kecil menuju hati gadis itu.

“Semakin banyak yang membuatku ingin mengenalnya lebih dalam,” pikir Elvanzo, melangkah dengan perasaan hangat yang sulit ia pahami sendiri.

Waktu berlalu dengan cepat. Elvanzo dan Aluna masih berada di kota tempat seminar, menjalani kegiatan masing-masing. Hari itu, Aluna tampak sangat sibuk menulis sesuatu di meja kerja di sudut kamar hotel mereka yang digunakan bersama sebagai ruang kerja sementara. Cahaya lampu meja menyinari wajahnya yang serius, menonjolkan setiap detail yang biasanya tersembunyi di balik ekspresi dinginnya.

Elvanzo yang duduk di sofa seberang memperhatikannya sejenak. Ada keheningan di ruangan itu, hanya sesekali terinterupsi oleh suara gesekan pena di atas kertas.

Ponselnya bergetar, memecah pikirannya. Ketika ia mengangkatnya, sebuah pesan dari Yuri muncul di layar.

Yuri: _Vanzo, apa kau tahu di mana Aluna sekarang? Aku khawatir dia mungkin terlalu sibuk dan melupakan waktu untuk istirahat. Dia tidak menjawab pesanku sejak tadi pagi._

Elvanzo tersenyum kecil melihat pesan itu. Yuri selalu memiliki sisi protektif yang besar terhadap adiknya, meskipun Aluna sering mengabaikan perhatian tersebut dengan dalih sibuk.

Ia melirik Aluna yang masih fokus menulis, dikelilingi catatan dan buku-buku. Raut wajahnya serius, tetapi ada kilauan keanggunan dalam kesederhanaan itu. Rambutnya yang jatuh ke samping bahu menambah kesan tenang yang misterius.

Tanpa suara, Elvanzo mengangkat ponselnya dan mengambil sebuah foto candid dari tempatnya duduk. Dalam gambar itu, Aluna terlihat begitu alami—sepenuhnya tenggelam dalam dunianya.

Elvanzo mengetik balasan:

Elvanzo: _Dia ada di sini, sedang fokus bekerja seperti biasa. Tidak perlu khawatir, dia baik-baik saja._

Ia menambahkan fotonya, lalu mengirimkan pesan itu sebelum menambahkan pesan lain.

Elvanzo:_Btw, kau benar. Adikmu memang cantik dalam caranya sendiri._

Elvanzo tersenyum kecil setelah mengirim pesan itu. Ia menatap Aluna lagi, yang masih sama sekali tidak menyadari perhatian yang tertuju padanya. Dalam diam, ia merasa semakin tertarik oleh kontradiksi dalam diri gadis itu: luar yang dingin tetapi dalamnya penuh kedalaman yang tak terungkap.

Ponselnya kembali bergetar. Kali ini, balasan singkat dari Yuri muncul.

Yuri:_Jangan terlalu banyak memujinya, Vanzo. Tapi… terima kasih sudah menjaga dia._

Elvanzo hanya terkekeh pelan, kembali menyandarkan tubuhnya di sofa. “Menjaga Aluna, ya? Itu mungkin jauh lebih sulit daripada terlihat. Tapi, entah kenapa, aku merasa ingin terus mencoba,” gumamnya sambil kembali memandang gadis itu.

Sementara itu, Aluna menutup buku catatan di depannya dengan tatapan puas. Ia mengangkat wajahnya, menyadari Elvanzo sedang memandangnya dari kejauhan.

“Ada apa?” tanyanya dengan nada datar.

“Tidak ada,” jawab Elvanzo santai, sambil tersenyum kecil. “Hanya kagum pada seseorang yang begitu sibuk tetapi tetap bisa terlihat… istimewa.”

Aluna mengernyitkan alis, tampaknya tidak tahu apakah ia harus merasa tersanjung atau bingung. Tetapi tanpa berkata apa-apa lagi, ia hanya berdecak kecil dan kembali pada pekerjaannya.

Elvanzo tertawa pelan, membiarkan suasana tenang kembali menyelimuti ruangan, dengan satu pikiran di benaknya: " Aluna, seberapa dalam sebenarnya hati yang kau simpan di balik segala kesendirian itu?"

1
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!