Sosok mayat perempuan ditemukan di sebelah kandang kambing.
Saksi mata pertama yang melihatnya pergi menemui kepala desa untuk memberitahukannya.
Kepala desa melaporkan kejadian menghebohkan ini ke kantor polisi.
Serangkaian penyelidikan dilakukan oleh petugas untuk mengetahui identitas mayat perempuan dan siapa pelaku yang membunuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ditahan
Setelah diperiksa dan dijadikan saksi. Penuturan Jaka Rahmadi tidak diterima mentah-mentah begitu saja bahwa orang yang terakhir kali bersama Anita itu bukanlah pembunuh atau pelaku penyebab korban meninggal.
Berdasarkan kesaksian itu Jaka Rahmadi akan ditahan di Polres Tanah Tandus sampai hasil otopsi mayat Anita keluar.
Hasil otopsi itu akan menjadi bukti apakah pernyataan terduga tersangka sesuai dengan kenyataan yang ada. Meski sejauh ini memang tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban baik fisik mau pun seksual.
Sementara itu penyidik di lapangan sudah menemui titik buntu. Tidak ada lagi yang mereka cari. Semua saksi dan bukti-bukti dari kronologi kejadian sudah didapatkan secara presisi. Termasuk mendatangi TKP yang disebutkan oleh saksi terakhir.
Terduga kuat tersangka sudah berhasil diamankan. Kini mereka hanya perlu menunggu hasil otopsi untuk mengetahui secara pasti penyebab dan bagaimana cara Anita meninggal.
Jaka Rahmadi yang ditahan sampai hasil otopsi keluar harus tinggal di balik jeruji besi seorang diri untuk beberapa hari ke depan.
Penyidik berharap di dalam ruangan yang dingin dan bisu itu, laki-laki itu bisa merenungkan segala perbuatannya dan mengungkapkan fakta-fakta yang masih ia sembunyikan.
“Sumpah pak, demi Allah saya tidak membunuh Anita”,
“Semua yang terjadi di hari itu”,
“Semuanya sudah saya ceritakan”,
“Tidak ada yang saya sembunyikan”,
“Tidak saya tutup-tutupi, tidak saya kurang-kurangi, tidak saya lebih-lebihkan”, tutur Jaka Rahmadi.
Begitulah kesaksiannya selama tinggal di sel. Ia menyangkal.
Laki-laki yang rambutnya sudah digunduli itu berujung menangis jika kembali mengingat kenangannya bersama almarhumah Anita sang kekasih hati.
Di dalam tahanan pun ia rutin berdoa untuk belahan jiwanya itu supaya mendiang sang kekasih mendapatkan kelapangan di dalam kuburnya. Diampuni segala dosa-dosanya dan mendapatkan kasih serta maaf dari Sang Pencipta.
*
Jumat, 19 Februari 1999
Arjuna selaku Kasat Reskrim Polres Tanah Tandus, beliau lah yang memimpin penyelidikan kasus ditemukannya mayat wanita di desa Janjiwan di sebelah kandang kambing.
Sejauh ini perkembangannya cukup baik. Hanya saja ia masih berpikir keras apa penyebab kematian korban. Mencari dari beragam kemungkinan bagaimana cara korban dibunuh.
Hasil dari penyidikan timnya harus sesuai dengan bukti dari hasil pemeriksaan laboratorium forensik untuk mengungkap kebenaran. Sehingga semua mendapatkan haknya.
Hukum wajib dijalankan sebagaimana mestinya. Yang jadi tersangka adalah harus tersangka. Keluarga korban mendapatkan kelegaan hati setelah pelaku yang sebenarnya diadili sesuai dengan hukum tindak pidana yang berlaku.
Tidak diharapkan terjadi salah tangkap. Karena akan menjadi penjara yang menggerogoti jiwa dan membunuh usia yang seharusnya bebas. Yang justru akan membuat para pelaku kejahatan yang sesungguhnya tertawa puas karena bisa berkeliaran dengan leluasa.
Arjuna pergi ke kantin yang terdapat di polres Tanah Tandus. Jarang-jarang kasat reskrim ini makan siang di kantin.
Begitulah mata-mata orang yang melihatnya.
Rupanya beliau ada perlu dengan salah seorang anggota polisi yang siang itu juga sedang makan di sana.
Seorang polisi lalu lintas yang sedang beristirahat.
Namanya Bahtiar, polisi berpangkat Aiptu yang sedang menunggu bulan Maret.
“Siang ndan”,
“Tumben tidak keluar ndan”, sapa Bahtiar kepada Arjuna.
Bahtiar yang pernah tergabung di satuan reskrim tahu betul tentang pimpinannya yang biasanya kalau istirahat makan siang suka berkuliner di luar.
“Lagi mau makan soto ibu kantin”, jawab Arjuna.
“Sampai bulan apa Pak Bahtiar?”, tanya Arjuna.
“Bulan depan ndan”, jawab Bahtiar.
Bulan Maret mendatang Bahtiar akan genap berusia 58 tahun. Itu artinya beliau akan pensiun menyudahi pengabdiannya selama ini menjadi seorang polisi.
“Pak Bahtiar masih suka pulang ke Janjiwan?”, tanya Arjuna.
“Sudah jarang ndan”, jawab Bahtiar.
“Ada kasus di desa Janjiwan penemuan mayat perempuan”, terang Arjuna.
“Siap ndan, saya juga mengikuti kasus itu”, ujar Bahtiar.
Untuk itulah Arjuna menemui Bahtiar siang hari selepas jumatan itu. Bahtiar adalah putra asli desa Janjiwan. Tapi Semenjak menjadi polisi dan berkeluarga ia sudah tinggal menetap di kota Tepati.
Anak pertama dari tiga bersaudara itu juga sudah jarang pulang ke desa Janjiwan karena memang orang tuanya sudah lama meninggal. Hanya adik sulungnya yang sekarang tinggal di desa Janjiwan mendiami rumah orang tua mereka.
Bahtiar biasanya datang ke desa Janjiwan satu tahun sekali menjelang memasuki bulan puasa Ramadhan untuk berziarah ke makam ke dua orang tuanya.
Arjuna meminta Bahtiar untuk mencari informasi dan melakukan penyidikan lebih secara mandiri terkait kasus penemuan mayat perempuan tersebut.
Bahtiar menyanggupinya. Ia malah bersemangat. Ini bisa menjadi penutup yang manis dalam kariernya sebagai seorang polisi.
Apalagi di desa yang sudah ia pahami seluk-beluknya. Tempat dimana ia dibesarkan.
Bahtiar juga mengenali orang-orang yang tinggal di sana.