Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan darah dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Raya Dengan Freis
Tahun 1247
18 tahun setelah penyerangan Kuil Anemos
Saat itu Raya sedang berjalan sendirian menyusuri wilayah utara Pemukiman selatan Kokki’al yang letaknya berdekatan dengan ibukota kerajaan. Disepanjang perjalanannya hampir tidak terlihat penduduk yang sekitar. Keadaan Kerajaan Kokki’al saat ini memang masih dalam keadaan mencekam. Beberapa warga yang berpas-pasan dengannya, menatapnya dengan waspada.
Dari yang dia dengar dari ayah angkatnya, Pemukiman Selatan Kokki’al sekarang telah menjadi markas sementara para prajurit The Tiger Kingdom untuk menaklukkan benteng terakhir dari Kerajaan Kokki’al, Ibukota Kerajaan. Selain itu juga merupakan markas sementara mereka untuk menaklukkan perlawan dari sisa-sisa para Half-blood Rubah Iouras (pemukiman khusus Half-blood rubah). Sisa-sisa prajurit iouras itu sekarang tinggal di hutan lebat yang berada di kaki Pegunungan Horostontros yang terletak di utara Kokki’al.
Paman Frank dan juga Bibi Elise mungkin sekarang sedang beristirahat di penginapan, karena esok mereka harus melanjutkan perjalanan ke ibukota kerajaan. Kelihatannya paman dan bibi ingin membantu para pasukan Kerajaan Kokki'al untuk melakukan perlawanan terhadap Half-blood Harimau. Ya benar, baginya tidak ada sedikitpun kebaikan jika Kokki’al berakhir jatuh ke tangan para Half-blood harimau.
Sekilas Raya kembali mengingat kenangan perpisahannya dengan kedua orangtuanya. Saat kedua orangtuanya pergi dan bertarung melawan pasukan harimau. Untuk memberinya kesempatan melarikan diri bersama dengan Paman Frank. Sekalipun Paman Frank tidak menceritakan apa yang terjadi terhadap kedua orang tuanya. Dia mendengar kabar kematian kedua orang tuanya dari salah seorang pedagang saat pertama kali tiba di Kokki’al, yang bertepatan tiga bulan setelah kejadian naas itu.
Berhembus kabar tentang pertarungan antara sepasang pria dan wanita yang merupakan Half-blood Burung Api yang tersisa melawan sekelompok besar prajurit The Tiger Kingdom di Pemukiman Utara Kokki’po. Meskipun pada akhirnya sepasang Half-blood Burung Api itu akhirnya tewas, namun pertarungan itu memakan jumlah korban yang cukup besar dari kubu The Tiger Kingdom. Kabar itu menjadi berita yang cukup menggemparkan saat itu.
Raya mengingat, saat itu, Paman Frank berusaha keras merahasiakan kabar itu. Agar kabar itu tidak sampai terdengar olehnya. Tentang kematian kedua orang tuanya. Tapi, Paman Frank cukup paham bahwa cepat atau lambat dirinya pasti akan tahu dan mendengar kabari itu.
Paman Frank pun tidak pernah membahas masalah kedua orang tuanya, karena mungkin baginya Paman Frank berpikir untuk tidak mencoba membuka luka yang ada di hatinya. Bahkan sampai sekarang setelah lewat tiga tahun semenjak kejadian itu, Paman dan Bibi tidak pernah membicarakan hal itu kepadanya.
Dia merasa diberkati dengan keberadaan Paman Frank dan Bibi Elise yang berusaha menggantikan peranan kedua orang tuanya. Mereka menganggap dirinya sebagai putri mereka sendiri. Karena itulah dia dapat pulih dan bangkit dari tragedi itu. Sekalipun sesekali hatinya terasa begitu sesak saat mengingat kedua orang tuanya. Bukan rasa sakit, tapi hanya rasa sesak yang begitu hebat hingga membuatnya ingin menangis.
Semua gambaran indah tentang kedua orang tuannya seolah terhapus oleh ingatan terakhirnya. Saat ia melihat ibunya tersenyum lembut kearahnya, yang saat itu meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari dekapan Paman Frank. Dia dapat mengingatnya dengan jelas saat Paman Frank membawanya pergi dengan paksa, dan kedua orang tuanya yang kemudian membalikkan badannya untuk menghadang gerombolan besar pasukan Half-blood Harimau yang datang menyerang.
Kemudian di tengah perjalanannya ia melihat tubuh sepasang pria dan wanita yang tersungkur ditanah. Dan dilihatnya pula seorang anak perempuan kecil yang menangis di sebelah mereka.
Seketika itu, Raya langsung berlari ke menghampiri mereka.
“Apa yang terjadi?”
Anak itu melihatnya dengan gemetar ketakutan. Tubuhnya seketika jatuh terduduk ditanah, seolah kedua lutut milik anak itu seperti kehilangan kekuatannya.
“Apa…” katanya sambil menangis dengan tubuh gemetar ketakutan, lanjutnya, “apa yang ingin kau lakukan kepada Ayah dan Ibu? Berhenti! Jangan sakiti Ayah dan Ibuku!”
Melihat anak itu, Raya kembali mengingat kenangan-kenangan buruk di masa lalunya.
“Jangan…”
Belum sempat Raya melanjutkan perkataannya tiba-tiba suaranya terpotong oleh teriakan bernada berat dari seorang pria dari arah belakangnya.
“Hei… perempuan apa yang sedang kau lakukan!”
Saat ia menoleh dilihatnya tiga orang prajuri dari The Tiger Kingdom berjalan menghampirinya.
“Ah… lihatlah gadis muda ini terlihat begitu cantik jelita!"
Perkataan prajurit itu dibalas oleh tawa riang kawan-kawannya.
Kemudian pria itu mendekatinya, lalu membelai rambutnya dengan wajah menjijikkan.
“Bagaimana apakah kau tertarik menggunjungi tenda milik paman ini?” katanya dengan suara yang menjijikan.
Seketika Raya langsung menepis tangan kotor itu dan membuat wajah pria menjijikkan itu murka.
“Perempuan jalang!” kata pria itu. “Apa yang kau lakukan?!” teriaknya sambil tangannya yang berusaha meraih kepalanya kembali.
Saat itu tangan Raya sudah bersiap mencabut pedang kecil pemberian Bibi Elise yang ada di balik punggungnya.
Tapi kemudian tiba terdengar suara jeritan kesakitan dari arah rekan pria menjijikkan yang saat itu berdiri dibelakang. Dan terlihat olehnya sebuah pedang yang telah menembus dada laki-laki itu dari balik punggungnya. Kemudian laki-laki itu tersungkur dan terlihat olehnya seorang pemuda yang hampir seusianya dengan rambut putih dengan sedikit warna hijau dan mata dengan pupil berwarna hitam yang dihiasi oleh garis-garis putih bercampur dengan hijau disekitarnya. Mata yang terlihat indah, tapi memancarkan aura yang begitu dingin dan mencekam.
“Bajingan!” teriak prajurit lain yang ada di sebelah prajurit yang telah terkapar itu. Dia menerjang sambil mengayunkan tombak miliknya.
Tapi tiba-tiba tombak itu terbang di udara. Dan terlihat olehnya tubuh pemuda berambut putih misterius itu sudah berdiri dibelakang prajurit yang melengking kesakitan akibat kedua tangannya terpotong. Setelah itu, pemuda berambut putih itu mengayunkan pedangnya dan memenggal kepala prajurit itu.
Kemudian dia berjalan menghampiri prajurit menjijikkan yang ada di depannya dengan sorot mata yang begitu menakutkan. Seolah mata itu hendak menelan pria menjijikkan yang ada di depannya. Pemuda itu berjalan dengan perlahan-lahan menuju ke mangsanya selanjutnya.
“Siapa?” seru pria menjijikkan itu dengan tubuh gemetar ketakutan, “siapa? Kau… kau? Wind! Sang Iblis Wind…!!!"
Belum sempat ia melajutkan pekataan tiba-tiba dalam sekejap pemuda itu mengayunkan pedangnya dan membelah tubuh pria menjijikkan yang ada di hadapannya itu menjadi dua dari atas sampai kebawah, dari ujung kepala sampai pada tengah selangkangan. Tubuh pria menjijikan itu terbelah dan jatuh ke arah berlawanan, kiri dan kanan.
Tubuh Raya gemetar ketakutan, baru kali ini dia melihat pertarungan yang begitu mengerikan. Dia sering melihat pertarungan Paman Frank, tapi pertarungan mereka tidak pernah se-mengerikan seperti pertarungan yang sekarang terjadi di kedua matanya ini. Kemudian pemuda itu melihatnya dengan tatapan dingin dan melompat pergi menjauh. Pemuda itu melompat dengan sangat ringannya, seolah tubuh pemuda itu dihempas oleh angin dari satu atap ke atap lain.
Saat itu tubuh Raya seketika terduduk ditanah. Kakinya benar-benar kehilangan kekuatan untuk menyangga tubuh-tubuhnya. Di melirik ke arah anak kecil yang ada di sampingnya. Dilihatnya mata anak itu membelalak dan wajah serta tubuhnya menegang kaku ketakutan. Sama seperti dirinya saat ini, yang benar-benar ketakutan melihat pertarungan yang baru saja terjadi.
Tiba-tiba tubuhnya di dekap dengan lembut, dan terlihat olehnya Bibi Elise yang melihatnya dengan penuh cemas.
“Kau tidak apa-apa Raya?” kata Bibi Elise.
“Ya, Bibi,” jawab raya. “Aku baik-baik saja.”
Lalu kemudian terlihat Paman Frank mendekati sepasang pria dan wanita itu untuk memeriksa keadaannya.
“Sepertinya mereka masih dapat diselamatkan,” katanya.
“Lebih baik sekarang kita pergi dari sini sebelum para pasukan harimau berdatangan.”
“Ya, kau benar,” jawab Bibi Elise.
Kemudian Paman Frank mengangkat kedua tubuh pria dan wanita itu dan Bibi Elise mendekap lalu membopong tubuh anak gadis yang ia temui.
“Kau dapat berjalan Raya?” kata Bibi Elise.
“Ya, Bibi.." jawab Raya.
Kemudian ia bersama dengan Paman Frank dan juga Bibi Elise berlari pergi dari tempat itu.
***
Izzy menangis ketakutan melihat kedua orang tuanya yang saat ini terbaring tidak berdaya dengan tubuh dingin dengan penuh keringat. Baru kali ini dia melihat kedua orang tuanya dalam keadaan itu. Dia ketakutan membayangkan kedua orang tuanya akan pergi meninggalkannya. Ditengah-tengah keresahannya itu, tiba-tiba dia merasakan belaian lembut di kepalanya. Saat dia menoleh, terlihat olehnya kakak perempuan yang telah menyelamatkannya.
“Jangan takut,” kata kakak perempuan itu, “aku akan menyelamatkan kedua orang tuamu.”
Kemudian kakak perempuan itu meletakkan kedua tangannya di atas tubuh ibunya, yang sepertinya terlihat dalam kondisi yang lebih buruk daripada ayahnya. Lalu terlihat olehnya tubuh kakak perempuan itu tiba-tiba diselimuti oleh aura merah yang berkobar-kobar seperti api. Walaupun terlihat berkobar dengan begitu hebatnya, tapi tubuhnya terasa begitu hangat, hangat yang begitu menenangkan.
Kakak perempuan itu melihatnya sambil melemparkan senyuman. Lalu perhatiannya kembali terpusat kepada ibunya. Pandangan serta perhatian kakak perempuan itu sekarang tercurah sepenuhnya kepada tubuh tidak berdaya ibunya. Saat itu kembali ia merasakan dekapan lembut di tubuhnya, dilihatnya bibi yang telah membopongnya pergi sepanjang perjalan.
“Tenanglah,” kata bibi itu, “kakak perempuan itu pasti akan menyelamatkan kedua orang tua Mu.”
Lalu ia kembali melihat ibunya beserta kakak perempuan itu. Dan terlihat olehnya tubuh ibunya yang diselimuti oleh aura merah, serupa dengan aura milik kakak perempuan itu. Kemudian perlahan-lahan luka-luka di sekujur tubuh ibunya menutup. Dan ibunya mulai bernafas dengan tenang dan teratur seperti biasanya.
Kakak perempuan itu terus melakukan hal ajaib itu kepada ibunya.
Saat ibunya terlihat benar-benar membaik, kakak perempuan itu kembali melakukan hal yang sama terhadap ayahnya.
Saat itu, ia benar-benar terpesona dengan kakak perempuan itu. Wajahnya yang begitu cantik semakin terlihat begitu indah saat diselimuti oleh kobaran merah yang hangat itu. Dia merasa bersalah mengingat perlakuannya sebelumnya terhadap kakak perempuan itu.
“Kakak, tolong selamatkan Ayah dan Ibuku."
Dan kakak perempuan itu hanya berpaling dan tersenyum ke arahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Lalu ia kembali memusatkan perhatiannya kepada kedua orang tuanya.
***
Pagi hari itu Paul berserta istrinya Anna, dan putri tersayangnya Izzy hendak melanjutkan perjalanan setelah pulih sepenuhnya dari luka-luka yang dialaminya. Dia benar-benar bersyukur telah bertemu dengan Raya berserta Paman dan Bibinya. Kebaikan mereka begitu berharga baginya, apapun yang dia lakukan tidak akan dapat membalas kebaikan dan pertolongan yang telah diberikan kepadanya.
Dia pun telah menjelaskan, pada malam sebelumnya, kepada mereka alasan kenapa dirinya beserta dengan istrinya diserang oleh pasukan harimau. Dia adalah salah seorang kepala pasukan Half-blood Rubah dari Iouras – pemukiman khusus Half-blood Rubah. Tapi istri dan putrinya hanyalah seorang Ras Manusia. Setelah hancurnya Pemukiman Iouras, ia memutuskan untuk bersembunyi bersama dengan keluarganya. Tapi saat mengetahui kabar petempuran sengit yang terjadi di ibukota, dirinya memutuskan untuk begabung dan membantu untuk mempertahankan ibukota kerajaan.
Tapi saat di perjalanan, keberadaan di ketahui oleh para pasukan Half-blood Harimau. Yang kemudian berakhir dengan penyerangan dirinya beserta dengan istrinya. Waktu itu, dia dan istrinya memiliki waktu yang cukup untuk menyembunyikan Izzy. Sehingga putri semata wayangnya itu tidak ikut menjadi korban kekejian pasukan harimau.
Dan selanjutnya terjadi seperti yang telah diketahui. Raya menemukan keluarganya dan menolongnya, lebih tepatnya ada sosok pemuda lain yang ikut menolongnya.
Pintu kamar mereka terbuka, dan terlihat olehnya Frank yang berdiri di ambang pintu.
“Apa kalian akan berangkat sekarang?”
“Ya, keadaan kami sudah cukup membaik."
Paul menjawab sambil tersenyum ke arah Frank, kemudian ia melanjutkan perkataannya.
“Dan sekarang kami dapat melanjutkan perjalanan kami kembali. Tapi, mengingat kejadian sebelumnya. Kami akan memilih jalan yang cukup sepi dan jarang dilalui oleh penduduk. Meskipun perjalanan itu akan sedikit lebih jauh daripada jalan-jalan yang biasa dilewati oleh para penduduk.”
“Baiklah, berhati-hatilah dijalan.”
“Apa tidak lebih baik jika kita melakukan perjalanan bersama-sama? Mengingat tuan beserta dengan keluarga tuan juga hendak pergi ke ibukota."
“Jangan kuatir,” jawab Frank, “kami cukup kuat untuk dapat melindungi diri sendiri. Lagipula…” Frank mendekat ke arahnya sambil berbisik di telinganya “meskipun terlihat cukup ‘baik’ tapi Elise benar-benar wanita yang cukup menakutkan saat ‘bersungguh-sungguh’.”
Dan Paul dan Frank tertawa.
Beberapa saat kemudian, putrinya mendekat menghampiri Frank.
“Paman, bolehkan aku berjumpa dengan Kak Raya?”
“Tentu, tentu,” jawab Frank, “ikutlah bersama paman.”
Kemudian Frank pergi menghilang bersama putrinya.
Sekitar satu jam kemudian dirinya telah berada di luar penginapan dan bersiap melanjutkan perjalanan. Selain itu, Raya dan keluarganya ikut mengantar kepergian keluarganya.
“Kalau begitu kami akan pergi dulu."
Paul mengucapkan salam perpisahan sambil menundukkan kepalanya.
“Kami benar-benar berterima kasih atas pertolongan yang telah kalian berikan.”
Terdengar suara tawa riang dari Frank,
“Jangan terlalu dipikirkan. Berhati-hatilah di perjalanan.”
“Ya, terima kasih,” jawab Paul.
Saat melangkah pergi terlihat putrinya Izzy yang melompat-lompat dengan riang sambil melambaikan tangannya ke arah Raya. Dan Raya membalasnya dengan tersenyum sambil melambaikan kedua tangannya ke putrinya. Lalu Paul dan istrinya saling menatap sejenak sambil melemparkan senyuman.
Dan Paul melanjutkan perjalanannya meninggalkan para penyelamat keluarganya.
****
“Api-api itu berpijar dengan indahnya,
Membakar ketakutan yang menyelimuti hati,
Menghangatkan tubuh yang kedinginan,
Api-api itu menyala dengan indahnya,
Menyelamatkan kehidupan dengan pesona dan kecantikannya.”
😂
😂