NovelToon NovelToon
Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / CEO / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Sebuah kecelakaan tragis merenggut segalanya dari leon—kesehatan, kepercayaan diri, bahkan wanita yang dicintainya. Dulu ia adalah CEO muda paling bersinar di kotanya. Kini, ia hanya pria lumpuh yang terkurung dalam kamar, membiarkan amarah dan kesepian melumpuhkan jiwanya.

Satu demi satu perawat angkat kaki, tak sanggup menghadapi sikap Leon yang dingin, sinis, dan mudah meledak. Hingga muncullah seorang gadis muda, seorang suster baru yang lemah lembut namun penuh keteguhan hati.

Ia datang bukan hanya membawa perawatan medis, tapi juga ketulusan dan harapan.
Mampukah ia menembus dinding hati Leon yang membeku?
Atau justru akan pergi seperti yang lain, meninggalkan pria itu semakin tenggelam dalam luka dan kehilangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Membawa pesanan

Suasana kantor mulai sepi. Satu per satu para karyawan bergegas meninggalkan meja kerja mereka, menenteng tas dan semangat pulang yang membuncah. Hari yang panjang akhirnya berakhir.

Di parkiran VIP, Mama Gaby tampak anggun dalam balutan blazer elegan, melangkah santai menuju mobilnya. Supir pribadinya sigap membukakan pintu, dan tak lama kemudian, mobil pun meluncur meninggalkan area gedung Mahardika Corp.

Sementara itu, Rafa masih berada di kantor, membereskan beberapa berkas terakhir sebelum akhirnya berdiri dan meraih ponselnya.

“Waktunya mencari baju wanita...,” gumamnya lirih sambil menarik napas panjang.

Ekspresi wajahnya masih sedikit bingung, namun ia tetap menjalankan tugas yang diberikan oleh Leon dengan sepenuh hati. Dia paham betul, jika menyangkut perintah dari tuannya yang satu itu, tak boleh main-main—apalagi sekarang kondisi Leon masih sangat sensitif.

Setibanya di butik ternama langganan keluarga Mahardika, Rafa langsung disambut hangat oleh salah satu karyawan butik.

“Selamat sore, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” sapa wanita muda itu dengan ramah.

Rafa membalas dengan senyum tipis. “Saya sedang mencari pakaian harian wanita. Yang simpel tapi tetap elegan dan nyaman dipakai.”

Karyawan butik itu mengangguk penuh semangat, lalu mulai menunjukkan beberapa koleksi yang tampak cocok. Rafa memperhatikan satu per satu dengan saksama. Ia membayangkan ukuran tubuh Nayla berdasarkan gambaran dari Bibi Eli—langsing, tidak terlalu tinggi, dan berkulit cerah.

“Berapa banyak yang harus saya beli ya…?” Rafa bertanya pada dirinya sendiri sambil menimbang-nimbang beberapa setel pakaian di tangannya.

Akhirnya, dia menyerah pada kebingungannya sendiri.

“Ah, beli aja beberapa. Toh Tuan Leon nggak bakal bangkrut kalau saya beli satu lemari sekalipun,” gumamnya sambil tertawa pelan.

Tak lama, Rafa membayar belanjaannya lalu membawa kantong belanja besar berisi pakaian yang sudah dikemas rapi. Namun sebelum menuju rumah Leon, Rafa mampir dulu ke apartemennya untuk mandi dan berganti pakaian.

Di rumah keluarga Mahardika, suasana sore tampak tenang. Mama Gaby baru saja tiba. Wajahnya tampak lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnya.

Perasaannya sedikit lega. Leon memang belum sepenuhnya pulih, tapi dia mulai membuka diri. Dan itu lebih dari cukup untuk membuat hatinya sedikit tenang. Urusan perusahaan pun, sejauh ini masih terkendali. Meski beberapa pihak sempat mencoba memanfaatkan situasi, ia tetap bisa mengendalikan semuanya.

“Bibi, bagaimana keadaan Leon?” tanya Mama Gaby sembari menaruh tas tangannya di atas meja kecil dekat pintu masuk.

Bibi Eli yang sedang merapikan bunga di vas kaca segera menoleh. “Tuan Leon baik-baik saja, Nyonya. Tadi beliau bahkan menyuruh Tuan Rafa membeli baju untuk Nona Nayla.”

Mata Mama Gaby membulat kecil. “Oh? Baju untuk Nayla?”

“Iya, Nyonya. Katanya baju perawat tidak cocok untuk dipakai terus menerus. Mungkin Tuan Leon mulai merasa tidak nyaman melihat Nayla hanya mengenakan pakaian formal kerja.”

Mama Gaby tersenyum kecil. Ada sesuatu dalam hatinya yang tiba-tiba terasa hangat.

“Begitu ya… Hmm, menarik,” bisiknya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Kalau begitu, aku naik dulu ke kamar. Nanti kalau makan malam sudah siap, tolong beri tahu aku ya, Bi.”

“Baik, Nyonya.”

Sementara itu di lantai atas, Leon baru saja selesai mandi. Wajahnya segar, rambutnya masih sedikit basah dan tampak semakin berantakan, namun justru menambah kesan maskulin dalam dirinya.

Nayla, seperti biasa, sudah bersiap membantu Leon berpakaian. Walau awalnya sempat canggung, namun kini ia mulai terbiasa dengan rutinitas tersebut. Ia menyodorkan pakaian yang sudah disiapkan, lalu dengan telaten membantu mengenakannya pada tubuh Leon.

“Kenapa kamu diam saja? Biasanya kamu banyak bicara,” tanya Leon sembari melirik sekilas ke arah Nayla.

Nayla tersenyum tipis, meski pipinya sedikit bersemu.

“Saya hanya sedang mencoba fokus, Tuan. Takut salah pasang kancing lagi seperti kemarin.”

Leon terkekeh pelan. “Kamu sudah lumayan luwes. Tapi jangan terlalu percaya diri.”

“Baik, Tuan,” jawab Nayla sambil menahan tawa.

Setelah urusan berpakaian selesai, Nayla segera pamit untuk mandi. Ia melangkah cepat ke kamar mandi karena tak ingin membuat Leon menunggu terlalu lama jika ia dibutuhkan nanti.

Sambil menunggu, Leon duduk di sofa dekat jendela kamarnya, memandang ke luar dengan tatapan yang sulit diartikan.

---

Makan malam telah tiba. Aroma masakan khas rumahan memenuhi udara, mengundang selera siapa pun yang menciumnya.

Leon yang kini sudah mulai makan malam bersama Dengan bantuan Nayla. Kursi rodanya meluncur pelan, didorong Nayla dengan hati-hati. Pandangannya masih datar, namun ada secercah ketenangan di wajahnya.

Mama Gaby yang sudah lebih dulu duduk di meja makan, segera berdiri sambil tersenyum lebar melihat putranya.

“Leon… bagaimana keadaan mu nak?” ucapnya pelan, seolah tak ingin membuat suasana berubah canggung.

"Baik ma." Leon menjawab singkat.

Mama Gaby tidak mempermasalahkan jawaban singkat itu. Justru senyumnya makin hangat, karena tahu itu tanda kemajuan.

Mereka baru saja mulai menata piring dan mengambil makanan, saat suara ketukan ringan terdengar dari arah pintu samping. Sesaat kemudian, muncullah Rafa.

“Selamat malam, Tante,” sapa Rafa sambil tersenyum sopan.

Mama Gaby menoleh dan wajahnya langsung berseri. “Rafa! Ayo masuk. Kebetulan kita baru mulai makan. Kamu belum makan, kan? Makan di sini saja.”

Rafa melangkah masuk dengan santai. “Terima kasih, Tante. Saya memang belum makan. Pas banget.”

Rafa sudah terbiasa datang ke rumah besar itu. Sejak menjadi asisten pribadi Leon, ia sering menginap atau sekadar mampir untuk membahas urusan kerja.

Namun malam ini, matanya tak sengaja tertumbuk pada sosok perempuan muda yang tengah menyendokkan nasi ke piring Leon dengan cekatan.

Rafa memperhatikan dengan seksama. Jadi ini wanita yang dibilang Bibi Eli... pikirnya dalam hati. Ia memang tahu Leon sudah memiliki perawat pribadi, tapi belum pernah bertemu langsung.

Dan saat mata Nayla tanpa sengaja bertemu dengan tatapan Rafa, ia mengangguk kecil sambil tersenyum sopan. Rafa membalas senyuman itu dengan anggukan ringan.

Meski singkat, interaksi itu membuat Rafa diam-diam memperhatikan Nayla lebih lama. Gerak-geriknya lembut, namun sigap. Wajahnya penuh ketenangan dan kesabaran, membuatnya tampak berbeda dari wanita kebanyakan.

Kalau dia terus ada di dekat Leon, semoga luka Tuan Leon bisa benar-benar sembuh... batinnya lirih.

Makan malam berlangsung dalam suasana tenang. Hanya terdengar suara alat makan yang sesekali beradu dengan piring. Leon tidak banyak bicara, namun tak menolak saat Nayla mengambilkan lauk dan menuangkan air minum untuknya.

Usai makan, Leon langsung meminta Nayla untuk membawanya kembali ke kamar. Rafa turut berjalan di belakang mereka.

Begitu sampai di kamar, Leon menunjuk ke arah pintu ruang kerja yang terletak di dalam kamarnya “Bawa aku ke sana.”

Tanpa banyak tanya, Nayla mendorong kursinya masuk ke ruang kerja, di mana meja besar penuh dokumen sudah menunggu. Beberapa lampu dihidupkan, membuat ruangan itu tampak hangat namun tetap serius.

Begitu Leon telah duduk di hadapan mejanya, Nayla pun menunduk sopan. “Kalau begitu saya pamit keluar dulu, Tuan.”

Leon hanya mengangguk singkat, membiarkannya pergi.

Saat pintu tertutup, Rafa langsung mengangkat sebuah paperbag besar yang sejak tadi ia bawa dan meletakkannya di meja kecil dekat sofa.

“Sebelum Tuan marah atau tanya ini apa saja, saya jelaskan dulu ya,” kata Rafa cepat, setengah bercanda.

Leon hanya menatapnya dengan tatapan datar namun penuh tanya.

“Saya nggak tahu berapa banyak pakaian yang dibutuhkan Nayla, jadi saya beli aja beberapa potong. Ya… lebih tepatnya, banyak. Daripada kurang kan, Tuan? Lagian… Tuan juga nggak akan jatuh miskin cuma karena beli baju, kan?”

Leon masih diam, tapi sudut bibirnya nyaris membentuk senyum kecil.

“Letakkan saja di sofa,” katanya akhirnya.

Rafa mengangguk dan melakukannya dengan cepat.

Beberapa menit setelah itu, keduanya mulai membahas beberapa hal tentang perusahaan. Dokumen-dokumen penting diletakkan di meja, dan Leon mulai fokus. Meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih, namun otaknya tetap tajam. Ia masih menjadi sosok CEO cerdas dan tajam dalam membaca situasi.

Namun, sepanjang pembahasan, Rafa tampak gelisah.

Dia beberapa kali membuka mulut seolah hendak mengatakan sesuatu, lalu kembali menutupnya. Tangannya menggenggam dokumen dengan agak gemetar.

Leon memperhatikannya dari sudut mata. “Kamu kenapa? Ada yang mau kamu katakan?”

Rafa diam. Ia menunduk, menarik napas panjang, lalu menggeleng.

“Tidak, Tuan. Bukan hal penting,” jawabnya akhirnya.

Padahal, di dalam hatinya, ada kegelisahan besar. Ia ingin mengatakan sesuatu… tentang Clarisa, mantan kekasih Leon, yang kini sering terlihat dekat dengan Davin—musuh besar Leon yang selama ini menjadi bayang-bayang ancaman bagi perusahaan.

Namun Rafa ragu. Ia takut jika Leon belum cukup kuat untuk menerima kabar itu. Ia takut Leon kembali diliputi amarah yang selama ini nyaris tak bisa dikendalikan.

Belum sekarang… pikirnya pelan. Mungkin nanti… saat Tuan Leon benar-benar siap.

Rafa kembali duduk, berusaha mengalihkan pikirannya.

1
murniyati Spd
sangat bagus dan menarik untuk di baca /Good/
Guchuko
Sukses membuatku merasa seperti ikut dalam cerita!
Ververr
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
Zani: Terimakasih sudah mampir kak🥰, ditunggu update selanjutnya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!