"Mulai sekarang kamu harus putus sekolah."
"Apa, Yah?"Rachel langsung berdiri dari tempat duduk nya setelah mendapat keputusan sepihak dari ayahnya.
"Keluarga kita tiba-tiba terjerat hutang Dan ayah sama sekali nggak bisa membayarnya. Jadi ayah dan ibu kamu sudah sepakat kalau kita berdua akan menjodohkan kamu dengan anak Presdir keluarga Reynard agar kami mendapatkan uang. Ayah dengar kalau keluarga Reynard akan bayar wanita yang mau menikahi anaknya karena anaknya cacat"
Rachel menggertakkan giginya marah.
"Ayah gak bisa main sepihak gitu dong! Masalahnya Rachel tinggal 2 bulan lagi bakalan lulus sekolah! 2 bulan lagi lho, yah! 2 bulan! Terus tega-teganya ayah mau jadiin Rachel istri orang gitu? Mana yang cacat lagi!" Protes Rachel.
"Dengerin ayah dulu. Ini semua demi keluarga kita. Kamu mau kalau rumah kita tiba-tiba disita?" Sahut Ridwan, Ayah Rachel.
"Tapi kenapa harus Rachel, pa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Reagan mengangguk sekilas sebelum duduk dikursi roda. Tatapannya kosong, seolah terhipnotis oleh sesuatu yang tak terlihat.
Rachel memperhatikan suaminya dengan cermat, mencoba menembus tembok dingin yang menyelimuti hatinya.Tapi bagaimanapun juga, dia tidak bisa membaca pikiran Reagan.
Dengan hati-hati, Rachel mendekati Reagan. "Ada yang bisa aku bantu, mas?" Tawarnya dengan lembut.
"Nggak ada, makasih," jawab Reagan dingin.
Rachel hanya tersenyum sabar.
Sabar, sabar. Untung ganteng, kalo nggak udah gue slepet dari tadi!
"Mas mau tidur sekarang? Mau aku bantu?" Tawar Rachel.
Reagan terdiam untuk sesaat. Sepertinya tidak ada yang salah dia harus berakting agar Rachel tidak curiga.
"Iya, bantu saya ke kasur sekarang!" Titah Reagan tegas.
Rachel mengangguk dan mendekati kursi roda tempat Reagan duduk. Dengan hati-hati, ia membantu Reagan berdiri dari kursi rodanya dan menggiringnya menuju tempat tidur.
Reagan mencoba menjaga ekspresinya yang dingin, tetapi Rachel bisa merasakan betapa sulitnya baginya untuk menerima bantuan orang lain. Namun, ia tetap bersikap sabar dan penuh perhatian.
Setelah sampai disamping tempat tidur, Rachel membantu Reagan duduk dengan lembut." Nyaman, mas?" Tanyanya dengan penuh perhatian.
Reagan mengangguk singkat. "Iya, terimakasih," jawabnya cuek.
Rachel tersenyum lembut. "Kalau ada yang kamu butuhin, jangan ragu buat manggil aku, mas."
"Tunggu, kamu mau kemana?" Tanya Reagan melihat Rachel hampir saja pergi.
"Aku mau pindah kamar aja, mas," jawab Rachel.
"Jangan. Sebaiknya kamu tidur di sini aja." Reagan menepuk-nepuk bagian kosong disebelahnya.
Rachel tanpa sadar menatapnya tajam. Apa yang ia pikirkan?
"Hm? Kamu pikir saya mau apa-apakan kamu? Maaf saja, saya sama sekali nggak bernafsu sama bocah kayak kamu." Reagan tersenyum meledek menatapnya.
"Orang tua saya mungkin mau menginap malam ini. Mereka akan mikir aneh-aneh kalau kita pisah kamar malam ini," sambung Reagan.
Rachel memilih untuk mengabaikan komentar sinis Reagan sebelumnya. "Oke," jawabnya sambil menempati tempat tidur disebelah Reagan dengan hati-hati.
Rachel hanya mengangguk, mencoba untuk meredakan ketegangan di antara mereka. Meskipun sulit, dia memutuskan untuk mencoba yang terbaik dalam situasi yang sulit ini. Dengan hati yang terberat, ia akhirnya menutup mata dan berusaha untuk tidur.
Tetapi tetap saja tidak bisa. Rachel segera membuka matanya dan melihat wajah suaminya dari dekat.
Dan saat itu, Rachel melihat wajahnya yang tampan. Dengan bulu mata lentik yang menyentuh sempurna, hidung yang mancung memberikan kesan elegan, bibir merah maroon yang menggoda, dan nafasnya yang terdengar begitu mengikat.
Bagaimana ada pria yang rupanya sesempurna ini?
Kesempurnaan wajahnya tak terbantahkan, menyiratkan daya tarik yang tak terlindungi. Seandainya dia tidak lumpuh, pastilah dia akan menjadi pilihan utama dan lebih disukai oleh wanita-wanita disekitarnya.
"Saya tau saya emang sempurna. Jangan natap saya seperti itu," kata Reagan dingin lalu dia membuka matanya dan menatap Rachel disebelahnya.
Rachel menelan ludah, tampak malu-malu. "Anu, mas, Apa nggak ada bantal guling disini?" Tanyanya, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Nggak ada. kenapa?" Jawabnya singkat.
"Masalahnya aku nggak bisa tidur kalau aku nggak meluk sesuatu," adu Rachel tanpa sadar seperti anak kecil.
"Hm?" Reagan tampak bingung.
"Kalau aku meluk kamu boleh nggak?" Tanya Rachel.
Reagan menghela napas kemudian memejamkan matanya kembali. "Kenapa nggak?"
"Hah?" Rachel tampak kaget mendengar jawaban Reagan yang tak terduga. Harusnya dia menolakkan?
"Peluk aja kalau kamu mau," kata Reagan cuek.
Ya. Bila Rachel sedang berakting, Reagan harus membalasnya dengan aktingnya jugakan?
"Yey, asik, makasih, mas!" Kata Rachel lalu dia memindahkan badannya kekiri menghadap Reagan kemudian dia langsung memeluk suaminya tanpa perlu berpikir panjang.
Hingga pada akhirnya terdengar suara deru napas dari Rachel. Reagan terdiam sesaat lalu memandang wajah gadis itu yang terlihat tenang. Ia akui memang Rachel tampak cantik bila tertidur seperti ini, berbeda saat dia terjaga dia terlihat sebagai gadis tomboy dan bar-bar.
Sesaat kemudian, Reagan juga merasakan dirinya mulai tenang saat merasakan hangatnya tubuh Rachel yang memeluknya.
Seperti sudah lama tidak mendapatkan kehangatan seperti ini lagi dari siapa pun.
Namun saat sedang berpikir seperti itu, Reagan langsung menepisnya. Ia sudah janji pada dirinya ia tidak akan terbawa perasaan dengan pernikahan palsu ini dan lebih ia ingin cepat-cepat mengakhiri pernikahan ini dengannya.
☘️☘️☘️
Beberapa saat kemudian...
"Tuan..."
"Bamgun, tuan."
"Tuan Reagan bangun."
Saat itu Reagan terlonjak kaget. Dia kemudian menatap bodyguardnya yang membangunkannya lalu tersadar bila ia sudah terlelap sebelumnya. Sial Bagaimana bisa ia tertidur?